images/images-1680459422.png
Indonesiana

Kenaikan PPN, Pemerintah Sebenarnya Bekerja Untuk Siapa?

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

556 views

24 Comments

Save

Kenaikan PPN, Pemerintah Sebenarnya Bekerja Untuk Siapa?

 

Abad.id - Kabar terbaru belakangan ini adalah sembako, pendidikan, dan sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya tidak kena PPN akan dipajaki pemerintah.

 

Sebelumnya pulsa dan token listrik prabayar juga dijadikan obyek pajak. Pemerintah juga mewacanakan akan memajaki emisi kendaraan bermotor, dengan alasan gas rumah kaca. Di sisi lain, PPnBM mobil mewah sampai 2500 cc digratiskan.

 

Apa sih PPN ? 

 

Ketika melakukan suatu transaksi, terlebih pada barang atau jasa, Anda seringkali dihadapkan dengan istilah PPN. PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pungutan yang dikenakan pada proses distribusi maupun transaksi.

 

Pemungutan PPN cukup sering ditemukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti makan di restoran, berbelanja di mall hingga membeli minuman di coffee shop. Karena itu, perlu Anda pahami pengertian beserta dengan objek pajak dan tarif PPN agar tidak bingung. 

 

Saya sepenuhnya setuju soal narasi keadilan. Mengingat sila ke-empat Pancasila mencita-citakan Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tapi apakah adil saat orang-orang kaya mau dikasih tax amnesty, sementara lalu sembako mau dikenakan PPN? Apakah ngga malu ngomong soal tambang mau di PPN tetapi kemarin bebasin royaltinya di UU Cilaka(Omnibus Law)? Benar-benar paradoks.

 

Mengotak-atik PPN ini lebih gampang buat negara. Terimanya dimuka lagi. Memungutnya juga lebih gampang. Ibarat seperti berburu di kebun binatang; binatangnya sudah tersedia banyak, dikerangkeng pula, kemungkinan untuk lari menghindar akan menemu jalan buntu pastinya. Kurang enak bagaimana? Kerjaan yang lebih susah itu seperti memperluas basis pembayar pajak menjadi pepesan kosong.

 

Ini bertentangan dengan tujuan dibentuknya negara pasca kita menyatakan kemerdekaan yang antara lain; merdeka, bersatu, adil dan makmur, dan "memajukan kesejahteraan umum". Maka sapapun yang diberikan amanat untuk berada dalam pemerintahan berkewajiban untuk mengupayakan kesejahteraan untuk seluruh rakyat, bukan malah sebaliknya memberatkan dan menyengsarakan.

 

Banyaknya pajak dan pungutan terhadap rakyat mengindikasikan bahwa pemerintah sedang membutuhkan duwit. Semua orang waras juga tahu itu. Apalagi paska pandemi dimana pemerintah babak belur harus menyediakan bantuan untuk menolong yang miskin dengan Bansos yang entah kabarnya sekarang dan menjaga perekonomian tetap jalan tentunya. Itu jika anggaran benar-benar tepat sasaran dan tidak mampir di kantong para pemangku kebijakan.

 

Menarik pajak itu penting, tetapi balancing budget itu juga persoalan pengeluaran. Dan rencana penetapan ekstensifikasi pajak yang menyasar kebutuhan asasi rakyat banyak yakni urusan pangan dan pendidikan, ternyata tidak sejalan dengan kebijakan pelunakan pajak untuk konglomerat.

 

Misalnya saja, Pemerintah malah melakukan relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sektor otomotif selama tahun 2021 khusus mobil mewah 2500 cc. Dari sini saja bisa dilihat, adil untuk siapa? Dan yang selalu diupayakan untuk dipermudah hajat hidupnya juga siapa.

 

Menaikkan PPN itu cara untuk mendapatkan uang dengan cepat. Tapi perlu dilihat lagi kondisi perekonomian masyarakat sekarang setelah terkena imbas pandemi ini. Kenaikan PPN akan berefek domino terhadap lainnya. Masih banyak inovasi yang harus dilakukan pemerintah untuk mendapatkan dana tanpa harus dengan berhutang. Dan tampaknya Sri Mulyani kalap mencari sumber duwit untuk menambal kebocoran anggaran yang tambah besar. Salah satu indikasi negara bobrok adalah tingginya nilai pajak yang diterapkan oleh pemerintah.

 

Dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a UU HPP disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.

 

Banyak yang bereaksi atas kenaikan tarif PPN tersebut bukan karena kesadaran akan pentingnya pajak, tapi lebih kepada memikirkan periuk nasinya yang pasti akan terganggu.

 

Tersirat ada kecemasan akan utang meskipun selalu berusaha dicitrakan aman. Apakah sebelum memutuskan untuk berhutang juga dilakukan kajian dan diskusi seperti pada wacana kenaikan tarif PPN? Atau jangan-jangan diskusi hanya sebatas pemanis yang ujung-ujungnya kenaikan tarif PPN tetap akan berlaku? Sama seperti kenaikan tarif dasar listrik, sebetapapun keras kita menolaknya ya tetap dinaikkan juga. Atau BPJS, atau Omnibus Law, seolah teriakan atau kegalauan masyarakat ini tidak ada gunanya.

Seperti kata tukang pancing ikan pinggir kali; "Selama bisa dicekik sampe mati kenapa harus dibikin hidup?"

 

Saya sebenarnya setuju dengan ide multi-tarif PPN. Dalam arti, ada barang tertentu yang PPNnya naik, ada yang tetap, ada yang turun, disesuaikan dengan tingkatan urgensi barang tersebut.Tapi dengan track record pemerintah selama ini, rasanya hampir sulit percaya jika tujuannya akan semulia itu.

 

Rezim penguasa sekarang solusinya konvensional khas neolib, persis gaya IMF: tingkatkan pajak walaupun rakyat teriak, dan berisik, potong subsidi (energy dan lain-lain) serta cari utangan sebanyak-banyaknya, hampir tidak ada inovasi kreatif.

 

Disatu sisi harus diakui bahwa kelebihan rezim ini adalah memiliki para propagandist handal. Hingga barang omong kosong saja bisa dinarasikan seolah-olah masuk akal. Persoalannya, rezim yang ini ngga punya malu buat makan omongan sendiri atau menjilat ludahnya sendiri. Katanya persiapan untuk pasca pandemi. Lha gimana sih? Kan katanya disuruh berdamai dengan covid. Sampai kapan?

 

Kenapa tidak pernah dibahas soal kenaikkan pajak dengan perilaku koruptif pejabat sekarang, sedangkan hal itu dinilai rakyat. Kata kuncinya sepertinya; "Dimana bumi dipijak disana langit dijunjung. Dimana priuk nasi terletak kesana puja-puji diusung."

 

Selama kurun tujuh tahun kita sudah paham bagaimana rezim ini bekerja. Ngomong A, ngerjain B. Apapun wacana awalnya, yang bakal menangguk untung adalah oligarki kekuasaan. Lalu sampai kapan para propagandist rezim mau berakrobat?

 

Jadi sekali lagi, urgent questioning banyak orang adalah pemerintah ini sebenarnya bekerja buat siapa sih? Kok lagi-lagi rakyat kecil yang diperas? Kenapa tidak focus saja memajaki 1% orang terkaya yang menguasai 50% aset?

 

Kopi_kir sendirilah!(mda)

 

*sumber : FB Malika Dwi Ana, 11 Juni 2021

Tag:

Most Popular

Artikel lainnya

Reruntuhan St Paul's College Makau Sangat Memukau

Pulung Ciptoaji

Dec 27, 2022

Jugun Ianfu Dipaksa Melayani Seks 10 Orang Sehari

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Dari Kolaborasi ke Nominasi

Author Abad

Oct 26, 2022

Ngaji Massal Menetralisir Energi Negatif

Author Abad

Oct 17, 2022