images/images-1678973715.png
Budaya
Tokoh

Ini Maksud Lukisan Si Tangan Besi Daendels Karya Raden Saleh

Pulung Ciptoaji

Mar 17, 2023

1044 views

24 Comments

Save

abad.id- Raden Saleh salah satu pelukis maestro Indonesia yang diakui sebagai pelukis kelas dunia dengan aliran romantisme. Karya-karya lukisnya merupakan saksi sejarah, menceritakan tentang situasi pada zaman perjuangan dan kehidupan khususnya Jawa. Raden Saleh Syarif Bustaman lahir dari keluarga ningrat di Terbaya, Semarang pada tahun 1807. Ayahnya bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab. Sedangkan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen.

 

Saat berusia sepuluh tahun, Raden Saleh dirawat oleh pamannya yang menjabat sebagai bupati di Semarang pada masa Hindia Belanda. Sejak belia, Raden Saleh sudah memperlihatkan kegemarannya dalam menggambar. Bakatnya mulai menonjol saat di sekolah rakyat atau volks-school. Tak jarang pada saat guru sedang mengajar, beliau malah asyik menggambar sketsa. Meski begitu, gurunya tak pernah marah, karena kagum melihat hasil karya muridnya ini.

 

Selain memiliki kepekaan terhadap seni yang tinggi, Raden Saleh juga dikenal sosok yang ramah dan mudah bergaul. Karena sifatnya yang hangat dan supel, Raden Saleh tidak menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan orang Belanda, meskipun dirinya seorang pribumi.

 

Dengan sifat yang dimilikinya, Prof Caspar Reinwardt, yang merupakan pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan memberikan kesempatan Raden Saleh mendapatkan ikatan dinas bekerja di departemennya. Saat bertugas ini, Raden Saleh berkenalan dengan seorang pelukis keturunan Belgia bernama AAJ Payen yang secara kebetulan didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departement van Kolonieen di Belanda. Melihat bakat yang dimiliki Raden Saleh di usia 12 tahun, membuat Payen tertarik untuk memberikan bimbingan prifat.

 

Sejak saat itu Raden Saleh mulai diperkenalkan teknik melukis dengan cat minyak. Pada masa itu, teknik melukis ini hanya bisa dipelajari dengan berguru langsung kepada seniman Barat. Selain itu, Payen juga mengajak Raden Saleh muda untuk ikut dalam perjalanan dinas keliling Jawa untuk mencari model dan pemandangan untuk lukis. Sembari memberi pelajaran tentang melukis dan menggambar kepada Raden Saleh.

 

Hingga suatu saat Raden Saleh dinilai Payen sudah semakin matang. Maka ia mengusulkan agar anak bimbingannya tersebut mendapatkan pendidikan yang lebih baik di Belanda. Usulan ini kemudian mendapatkan dukungan dari Gubernur GAG Ph van der Capellen.  Setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda melihat karya Raden Saleh, Pada tahun 1829 bersamaan dengan semakin meudarnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Raden Saleh berangkat belajar ke Belanda.

 

Selain untuk belajar seni lukis, keberangkatannya juga mengemban misi lain yang tertulis dalam sebuah surat dari pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen. Dalam surat tersebut, Raden Saleh ditugaskan mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu.

 

Dua tahun pertama di Belanda digunakan untuk belajar bahasa Belanda. Ia dibimbing oleh Cornelis Kruseman dan Schelfhout. Dalam seni lukis potret, ia belajar dari Cornelis Krueseman, sedangkan seni lukis tema pemandangan dari Andries Schelfhout. Raden Saleh semakin yakin menjadikan seni lukis sebagai jalur hidupnya. Tatkala namanya semakin dikenal luas ketika ia mempunyai kesempatan untuk mengikuti pameran lukisan di Den Haag dan Amsterdam. Saat melihat karya lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda tidak menyangka, bahwa seorang pelukis dari negri jajahan dapat menguasai teknik lukis Barat.

 

Seperti yang dilansir situs Kebudayaan Kemendikbud, pada tahun 1851 Raden Saleh mengakhiri petualangannya di Eropa dan kembali ke Batavia. Ia kemudian menikah dengan Raden Ayu Danudiredjo setelah mengakhiri pernikahannya dengan istri pertama warga Belanda.

 

Raden Saleh dan Lukisan Deanles

 

Pada tahun 1883 di Amsterdam, diselenggarakan pameran dunia yang bernama Exposition Universelle Coloniale at d'Exportation General. Dalam pameran ini terdapat Bangunan Kolonial khusus, di mana dipamerkan berbagai barang dan produk daerah-daerah jajahan Belanda. Di situ tergantung 19 lukisan karya Raden Saleh, yang menjadi koleksi Raja Willem III. Lukisan Raden Saleh yang paling dikagumi pengunjung berupa lukisan-lukisan perburuan banteng, pergulatan singa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro.

 

Dalam karyanya, Raden Saleh banyak menggambarkan romantisme yang berkembang di Eropa pada awal abad ke-19 Masehi. Ciri romantisme yang muncul mengandung paradoks. Misalnya, gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan dan ketidakpastian terhadap takdir.

 

Pada tahun 1838, Raden Saleh mendapat tugas dari pemerintah untuk membuat versi asli berukuran besar dari potret Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Lukisan itu dimaksudkan untuk koleksi Landsverzameling Schilderijen di Batavia dan kini menjadi milik Rijksmuseum di Amsterdam.

 

Raden Saleh melukis versi kecilnya sekitar tahun 1854, setelah ia diangkat sebagai kurator Landsverzameling Schilderijen. Tidak hanya Daendels, Semua potret gubernur jenderal dan mantan pimpinan VOC dibuat salinan berukuran kecil, yang selanjutnya dipasang pada rak dekoratif di Istana Buitenzorg.

 

Bagi Raden Shaleh, Daendels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1808-1811 yang sangat disegani. Daendels memerintah Hindia Belanda bertepatan dengan masa negara Belanda dipimpin oleh saudara laki-laki Napoléon, Lodewijk. Karena itu, Daendels merasa bangga mengenakan seragam Prancis, dan meminta dilukis secara detail dan cermat. Daendels memandang dirinya sebagai reformator yang berniat menerapkan bentuk pemerintahan baru yang modern. Namun, ia dikenang sebagai marsekal tanpa belas kasihan yang mengorbankan nyawa ribuan kuli Jawa dalam rangka pembangunan Jalan Raya Pos, jalur darat pertama yang menghubungkan Jawa Barat dan Jawa Timur.

 

Pada lukisan ini, digambarkan Herman Willem Daendels sebagai arsitek jalan tersebut. Telunjuk kirinya menempel pada peta Pulau Jawa yang memperlihatkan jalur De Groote Postweg, sementara tangan kanannya memegang teropong. Di latar belakang sebelah kiri, kita lihat pemandangan Megamendung (Puncak Pass) antara Bogor dan Cianjur. Daerah ini adalah bagian paling sulit dan paling mematikan bagi para kuli pembangun jalan.

 

Bagi Baden Saleh tentu sangat mengenal dengan baik jalan antara Buitenzorg dan Cianjur itu. Karena beberapa kali bepergian melalui jalan tersebut, sejak menjadi asisten pelukis AAJ Payen. Raden Saleh seolah melukis latar belakang pemandangan alam, bukan sebagai rincian simbolis, melainkan melihatnya sebagai sentral isi gambar tersebut. Sebagai tugu peringatan politik kolonial yang kejam. Yang pasti, ia kemudian juga sering melukis pemandangan alam yang sama (juga dengan susunan yang mirip) dalam ukuran besar.

 

Versi terakhir lukisan rampung tahun 1879 sebelum Daendels wafat. Raden Saleh memang bermaksud secara tegas memperlihatkan pembangunan Jalan Raya Pos dengan menunjukkan telunjuk kirinya menempel pada peta Pulau Jawa yang memperlihatkan jalur De Groote Postweg. Sementara tangan kanannya memegang teropong. Di latar belakang sebelah kiri, kita lihat pemandangan Megamendung (Puncak Pass) antara Bogor dan Cianjur. Daerah ini adalah bagian paling sulit dan paling mematikan bagi para kuli pembangun jalan.

 

Potret Herman Willem Daendels sebagai warga sipil dilukis oleh Raden Saleh untuk keluarga. Karena Daendels telah meninggal dunia 20 tahun sebelum lukisan potret ini dibuat. Raden Saleh terpaksa mencontoh potret mini yang disediakan oleh pihak keluarga. Lukisan mini dibuat oleh pelukis Prancis, SJ Rochard, pada 1815.

 

Di tahun 1836, Raden Saleh juga melukis potret Johannes van den Bosch, yang ketika itu telah kembali ke Den Haag, yang mungkin tidak ingin duduk untuk dilukis. Lukisan itu merupakan tiruan potret Bosch sebelumnya, yang dilukis oleh JC Miiller Kruseman pada 1829. Karena Bosch yang ketika itu berusia 56 tahun, maka hasil lukisan harus terkesan lebih muda. Van den Bosch bersandar pada patung setengah badan Raja Willem yang sangat berkuasa dan di sebelah kiri latar belakangnya terlihat Gunung Salak.

 

Begitu juga lukisan potret Jean Chrétien Baud, duduk dengan latar belakang pemandangan pulau Jawa, di depan kebun Istana Buitenzong. Lukisani itu jelas merupakan yang terindah di antara lukisan para gubemur jenderal yang dibuat Raden Saleh. Alasannya, Baud merupakan orang yang sangat dekat dengan Saleh.

 

Raden Saleh Wafat

 

Pada April 1880, Raden Ayu Danudiredjo, istri Raden Saleh sakit keras sehingga merasa akan meninggal dunia. Oleh sebab itu, Saleh membeli sebidang tanah untuk makam istrinya. Sungguh beruntung istrinya justru sembuh kembali. Namun, Raden Saleh sendiri yang sakit dan meninggal dunia pada 23 April 1880.

 

Raden Saleh meninggal dunia pada 23 April 1880.

 

Sesaat sebelum wafat, Raden Saleh merasa curiga bahwa dirinya telah diracun oleh seorang mantan pegawainya. Pelayan itu telah mencuri sederet lukisan sang maestro yang sangat berharga, dan ia tidak mau dan tidak mampu mengembalikannya walaupun sebenarnya masih mampu meminta maaf. Karena itu, Raden Saleh melapor ke polisi dan orang tersebut tekah dihukum. Setelah pembebasannya, Raden Saleh merasa takut akan dibalas oleh pelaku. Memang, sebenarnya Raden Saleh mengalami strok dan pendarahan di otak.

 

Berita wafatnya pelukis dilaporkan putra Ruja Ashanti, Aquasi Boachi, kepada gubermur jenderal. Aquasi Boachi menupakan seorang sahabat Raden Saleh sepanjang hayatnya. Surat kabar di Jawa memberitakan tentang wafatnya raden Saleh di halaman utama dan mengenangkan kembali riwayat kehidupannya. Iring-iringan pengantar jenazahnya menjadi peristiwa besar. Sejumlah pemuka agama Islam dan pejabat tinggi Hindia Belanda ikut mengantar jenazah pelukis itu.

 

Setelah kematian itu, banyak orang baru sadar bahwa ia hanya seseorang yang telah membuktikan kepada dunia tentang pentingnya kebudayaan Eropa di bidang seni lukis. Serta hanya seorang manusia Jawa telah meraih derajat yang sama dengan wakil kebudayaan Eropa melalui prestasi.  (pul)

 

 

Artikel lainnya

Reruntuhan St Paul's College Makau Sangat Memukau

Pulung Ciptoaji

Dec 27, 2022

Surabaya Sambut Kapal Pesiar MS Viking Mars

Author Abad

Dec 20, 2022

Jugun Ianfu Dipaksa Melayani Seks 10 Orang Sehari

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Dari Kolaborasi ke Nominasi

Author Abad

Oct 26, 2022