images/images-1679928993.jpg
Budaya

Tandur

Malika D. Ana

Mar 28, 2023

591 views

24 Comments

Save

Tandur


Abad.id –  Opo sing mbok tandur yo iku bakale sing mbok undhuh”(Apa yang kau tanam, yaitu yang bakal kau panen). Apa yang kau tanam ya itu yang akan kau tuai...



Dalam hidup ini, sejatinya manusia diajarkan untuk menanam kebaikan, cinta, kasih dan sayang. Karena apapun yang kita lakukan, kelak akan kembali ke kita juga. Jika menanam kebaikan, maka akan memanen juga kebaikan. Sebaliknya jika keburukan yang ditanam ya keburukan pula yang akan dituai.



Sopo nandur bakalan ngundhuh, sopo sing njupuk atau nyolong bakalan kelangan, sopo sing salah bakalan seleh, sopo sing bener bakal ketenger. 

 

Prolog diatas adalah makna tandur secara filosofis.

 

Tandur (nata karo mundur) di masyarakat Jawa. Foto: mda

 

Tetapi secara harafiah, tandur dalam bahasa Jawa adalah singkatan dari “noto karo mundur” (menanam dengan cara mundur atau jalan kebelakang) atau juga bisa disebut ulur adalah cara menancapkan benih tanaman ke tanah. Tandur sendiri merupakan istilah dalam pertanian masyarakat desa yang menanam padi secara mundur. Kalau secara maju, tentu padi yang sudah ditanam akan terinjak-injak dan rusak. 

 

Tandur adalah kata untuk menyebut para petani ketika mulai menanam bibit padinya di sawah. Seringkali pekerjaan itu dikerjakan khusus oleh para petani/buruh tani perempuan, berdiri berjajar membentuk barisan, membungkuk dan lalu mengambil langkah mundur setapak demi setapak sambil menancapkan batang padi di lumpur persawahan. Sehingga mutlak butuh kehati-hatian dan presisi, baik untuk lurusnya tanaman dan terjaganya tubuh setiap melangkah. Tak jarang juga untuk membuat tanaman agar rapi diberikan garis dan tali.

 

Foto : mda

 

Tandur dilakukan dengan tujuan supaya tanaman padi tertanam secara lurus dan sejajar. Ketika menanam padi dengan langkah mundur, petani dapat melihat dan menyesuaikan barisan benih tersebut.

 

Cara menanamnya dengan ibu jari, telunjuk dan jari tengah memegang pangkal batang dekat akar benih lalu ditancapkan ke dalam tanah. Setelah itu petani melangkah mundur untuk mengulang hal yang sama. Posisi badan harus merunduk di posisi rukuk atau membungkuk. Karena jika dilakukan dengan cara berdiri, tentu bibit padinya tidak bisa tertanam(tertancap) sempurna. Sudah merunduk, mundur, dan juga capek tentunya. Hikmah yang dapat kita petik dari tandur adalah bahwa untuk meraih segala sesuatu haruslah bekerja keras untuk menuai hasilnya.

 

Benih padi yang ditanam di antara pertemuan garis lurus yang memanjang dan memotong pada satu petak sawah. Padi pun terlihat rapih dan berbaris sesuai dengan garis.

 

Menurut pemahanan tradisional Jawa, tandur adalah laku hidup seperti yang sudah disinggung dalam prolog sebelumnya. Walaupun mundur, sebenarnya mereka maju, dalam arti bahwa petani akan memperoleh kemajuan. Yaitu akan menuai atau memanen padi yang mereka tanam, akan bisa makan nasi, atau bisa juga padinya dijual untuk membeli kebutuhan lainnya. Demikian halnya dalam hidup, adakalanya kita harus mundur (mengalah). Mengalah untuk menang, mengalah untuk kebaikan bersama.

 

Lantas, mengapa menanam padi harus dengan melangkah mundur? Melansir sejumlah sumber, cara menanam padi dengan posisi badan membungkuk dan berjalan mundur ini dalam sejarahnya konon dikenalkan oleh Jepang. Sebelum petani mengenal tandur, dahulu mereka menanam padi secara acak, mungkin hanya disebar seperti proses penanaman benih yang berlangsung begitu saja tanpa teknik menanam yang teratur dan tertata. Hal ini tentusaja berdampak pada rendahnya tingkat produktifitas padi.

 

Melihat hal tersebut, Jepang kemudian mengajarkan tata cara menanam padi yang dikenal dengan nama tandur. Cara tanam mundur ini dilakukan agar benih padi yang ditanam tidak terinjak oleh petani yang menanamnya. Selain itu, tandur dilakukan dengan tujuan supaya tanaman padi tertanam secara lurus dan sejajar. Ketika menanam padi dengan langkah mundur, petani dapat melihat dan menyesuaikan barisan benih tersebut.

 

Petani sedang melakukan pencabutan benih padi untuk kemudian ditanam kembali. Kegiatan ini disebut Daud. Foto: mda

 

Kebiasaan tandur ini masih bertahan hingga sekarang. Tidak heran ketika melihat petani menanam padi dengan langkah mundur.
 

Masyarakat Jawa di pedesaan percaya bahwa musim tandur berarti musim kedamaian, musim menanam harapan dan keyakinan bahwa sebentar lagi akan mengalami masa-masa sulit, paceklik atau musim merawat dan menyiangi tanaman, dan kemudian merasakan kebahagiaan saat memasuki musim panen. Musim tandur selalu diiringi suasana yang sejuk saat ketersediaan air dianggap cukup. Musim tanam adalah pedoman waktu tertentu yang dijadikan sebagai tahap permulaan menanam. Musim tanam ini memiliki peran yang memungkinkan pelaku di sektor pertanian mendapatkan arah budi daya tanaman, khususnya tanaman pangan.

 

Kegiatan menyiangi sawah dari rerumputan dan gulma. Foto: mda. Lokasi: desa Miridoyong Sragen

 

Meski setahun bisa tiga kali tanam padi atau ditanam sepanjang tahun, namun pada dasarnya petani menanam padi berdasarkan ketersediaan air, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga periode tanam merujuk pada situs litbang.pertanian.go.id berikut ini:

1. Musim Tanam Utama

 Musim penanaman padi ini dilaksanakan pada saat musim penghujan, baik di tanah basah (tanah yang pengairannya bagus) dan tanah kering (tadah hujan). Musim tanam utama terjadi pada bulan November, Desember, Januari, Februari dan Maret.

 

2. Musim Tanam Gadu

 Pelaksanaan musim tanam ini tidak mendapatkan pengairan, tetapi mengandalkan air hujan atau tadah hujan. Musim tanam gadu terjadi pada bulan April, Mei, Juni, Juli.

 

3. Musim Tanam Kemarau

 Musim tanam ini tetap bisa dilaksanakan, dengan catatan sistem pengairan atau irigasinya harus lancar. Musim tanam kemarau terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober.

Musim tanam utama menghasilkan panen raya (panen besar), musim tanam gadu menghasilkan panen gadu, sedangkan musim tanam kemarau menghasilkan panen kecil.

 

Terkait dengan kegiatan budidaya tanaman padi, terdapat dua aspek penting yang perlu dipahami agar proses penanamannya dapat berhasil, yaitu:

·         Hubungan antara jadwal waktu penanaman dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.

·         Hubungan antara siklus perubahan cuaca dengan dinamika perkembangan hama dan penyakit tanaman padi.

 

      Serangkaian kegiatan menanam dengan cara mundur itu jika dihikmahi, tugas manusia sekedar menyemai, menanam, dan menyiangi. Setelah bibit padi ditanam dan disiangi, maka Tuhanlah yang akan menumbuhkan padi menjadi lebat dan tinggi, menumbuhkan biji-bijinya. Setelah bekerja keras, manusia memasrahkan segalanya kepada Tuhan (tawakkal). Ini bermakna spiritual. Jika sudah bertawakkal, apapun hasilnya, bagus atau tidak panennya, diterima dengan lapang dada dan senang hati. Petani tidak akan kecewa atau sedih. Karena menyadari sepenuhnya bahwa manusia tiadalah punya kuasa, hanya bisa berikhtiar. 

Semoga dengan kerja keras petani ini nantinya sawah garapan hasilnya memuaskan, distribusi paska panen lancar dan harga jual padi tidak anjlok.(mda)

Artikel lainnya

Begini Asal Mula Peristiwa Sinterklas Hitam

Pulung Ciptoaji

Jun 17, 2023

Harapan untuk Mewujudkan Transisi Hijau di Bawah Kepemimpinan Baru

Mahardika Adidaya

Dec 09, 2024

Seberapa Penting Menjaga Kesehatan Jantung?

Mahardika Adidaya

Nov 06, 2024

Kelas Menengah Indonesia dan Upaya Pemerintah dalam Menyejahterakan Masyarakat

Mahardika Adidaya

Oct 31, 2024

Hilirisasi Nikel : Potensi atau Ancaman?

Mahardika Adidaya

Nov 01, 2024

Overcapacity Pembangkit Listrik di Indonesia dan Penutupan Dini PLTU

Mahardika Adidaya

Nov 21, 2024