Presiden Suharto usai menunaikan Sholad Id di masjid istitiqlal 19 November 1971. Foto Cendana Archives
abad.id- Para pemimpin republik ini menjalankan Sholad Idul fitri bukan sekedar menjalankan perintah agama, namun merupakan momen penting untuk pesan-pesan moral demi kemajuan bangsa. Pesan ini disampaikan melalui simbul-simbul yang bisa diartikan kehendak presiden. Misalnya sholat id berjamaah mengajak para pejabat negeri yang diartikan bahwa para pemimpin kompak dan bersatu. Meskipun ada celah berbeda pendapat, tetap diartikan satu tujuan membangun bangsa.
Jika perbedaan waktu pelaksaan Sholat Id diartikan ada unsur di masyarakat yang menyakini bahwa dalam persolan ibadah tidak harus mempunyai persamaan dengan pemerintah. Selain itu dapat diartikan bahwa sebagian unsur masyarakat berkeinginan bahwa negara tidak boleh intervensi terhadap pelaksanaan ibadah.
Presiden Soekarno dikenal sebagai sosok yang cerdik dan banyak akal. Sejak awal selalu membuat kagum dengan pidatonya. Menurut pengamat Politik Unesa Surabaya Mubarok, Sukarno sangat paham bahwa Sholat Id dalam agama hukumnya sholat sunnah yang utamakan. Saat momentum Sholat Id ini Sukarno memanfaatkan dengana memberi pesan moral kepada rakyat. Misalnya Sholat Id di Yogjakarta yang dihadiri Sukarno, Panglima Besar Jendral Sudirman dan Sultan Hamengkubuwono IX, mereka duduk bersebelahan.
Sholat Id bagi pemimpin bangsa bentuk pencitraan politik yang mampu memberi pesan kepada rakyat bahwa para pemimpn bangsa sangat kompak di tengah revolusi kemerdekaan. Bahwa perbedaan pendapat yang sering terjadi terkait keinginan merdeka seratus persen antara jalan diplomasi dan jalan militer, ternyata telah menyatu dalam satu hari. Yaitu saling memaafkan di hari raya Idul Fitri.
Sholat Id di Yogjakarta yang dihadiri Sukarno, Panglima Besar Jendral Sudirman dan Sultan Hamengkubuwono IX, mereka duduk bersebelahan. Foto Ipphos
Pesan lain saat itu Sukarno ingin membuktikan bahwa negara Indonesia bisa merangkul semua kepentingan dan pandangan politik. pada dekade itu beberapa wilayah sedang berjuang ingin mendirikan negara Islam. Namun tujuan utama dari semua itu hanya ingin merdeka dari kolonialisme Belanda. “Memang belum pernah ada cara menyiarkan secara langsung kegiatan sholat Id para pemimpin. Hanya foto dari jurnalis istana yang telah berhasil memberi keuntungan sosiologis dan politik,” terang Mubarok.
Pada kesempatan lain, Sang Proklamator mengkuti sholat Id tahun 1962 yang jatuh pada 8 Maret. Saat itu, salat idul fitri berjamaah digelar di lapangan antara Istana Merdeka dan Istana Negara. Usai melaksanakan salat idul fitri, Presiden Soekarno berpidato di hadapan para jemaah, yang hadir pula berbagai duta besar negara asing.
Awalnya, pidato yang disampaikan Presiden Soekarno seperti amanat hari lebaran pada umumnya. “Kepada siapapun saja yang saya kenal dan yang mengenal kepada saya. Minta dimaafin kesalahan-kesalahan saya, yang saya ketahui dan yang saya tidak ketahui," kata Presiden Soekarno.
Kemudian ia membahas tentang dua hari raya dalam agama Islam yang mesti dimuliakan, yaitu Idul Fitri dan Idul Kurban. Rupanya, itu hanya menjadi pembuka pidato untuk membakar semangat rakyat Indonesia untuk terus berjuang mempertahankan Indonesia dari kekuatan asing.
Saat itu, Indonesia tengah kembali berkonflik dengan Belanda, yaitu terkait status wilayah Irian Barat yang masih menggantung pasca hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) diteken pemerintah Indonesia dan Belanda. KMB yang dilakukan sebagai upaya menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda (1945-1949), menyisakan pembahasan Irian Barat yang menurut hasil konferensi tersebut akan dilakukan satu satuh setelah KMB ditandatangani. “Masalah Irian Barat bukan sekedar wilayah yang masih berada di tangan kolonialis, tapi juga menyangkut harga diri sebuah negara berdaulat,” kata Sukarno dalam pidatonya.
Dalam bahasa Inggris, Soekarno meminta para duta besar maupun wartawan mencatat pernyataannya, “Pintu masih terbuka untuk penyelesaian secara damai, pintu masih terbuka untuk negosiasi secara damai.”
Pasca pidato yang berapi-api di saat sholat Id ini, segera direspon kementerian Luar Negeri AS dengan mengirimkan laporan mengenai pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Belanda Joseph Luns dan Menteri Luar Negeri AS Dean Rusk kepada Duta Besar AS di Jakarta, Howard Jones. Laporan tersebut akan dijadikan landasan bagi diplomat-diplomat AS di Jakarta dalam usaha mereka menghubungi pejabat-pejabat Indonesia.
Pesan Presiden Soeharto di Hari Raya Idul Fitri: Solidaritas Sosial Sangat Perlu
Bagi para pemimpin, sholad Id berjamaah bukan sekedar menunjukan kesolehan pribadi saja, namun bisa menunjukan arti simbolis mereka ingin menunjukkan dekat dengan Islam, paling tidak secara ibadahnya. Menurut Mubarok, pada tahun 1971 pada era Suharto sempat terjadi hubungan dengan Islam kurang harmonis. Bahkan bisa dikatakan sedang memburuk.
Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto, pada Sholat Id hari Selasa, 7 November 1972, Suharto Presiden menyampaikan pesan penting tentang solidaritas sosial sangat perlu. Amanat Presiden Soeharto disampiakan dalam sambutannya setelah shalat Idul Fitri di Masjid lstiqlal. Alasannya masyarakat yang merasa dirinya terikat dalam kesatuan dan memiliki rasa senasib sepenanggungan akan mampu menghadapi tugas bersama yang besar. Selanjutnya dikatakan Presiden, bahwa apa yang dicapai sampai sekarang ini dalam tahun keempat pelaksanaan Pelita, memang sudah jauh lebih baik daripada 5-6 tahun yang lalu. Akan tetapi masalah yang dihadapi masih banyak.
Memang, pada era awal kepemimpinan Suharto ada kelompok Islam yang dicurigai oleh negara bisa mengganggu stabilitas. Suharto ingin menyatukan semua kelompok Islam tersebut dalam satu wadah yang pada akhirnya terbentuklah MUI atau Majelis Ulama Indonesia. Pasca MUI terbentuk, hubungan dengan Islam menjadi baik. Setidaknya kelompok agama tidak mengganggu arah kebijakan politik Suharto. Namun hubungan sempat renggang pada peristiwa Tanjung Priok tahun 1980an. Suharto perlu membangun kembali kelompok baru yang menyatukan kepentingan Islam, hingga lahirlah ICMI pada awal 1990.
Lebaran 2023, Jokowi Shalat Idul Fitri di Solo, Maruf Amin di Masjid Istiqlal Jakarta
Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah/2023 Masehi digelar pemerintah tanggal 22 April 2023. Perayaan hari kemenangan disambut oleh seluruh umat Islam, tak terkecuali Presiden dan Wakil Presiden RI. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah mengagendakan perayaan Idul Fitri.
Presiden Joko Widodo melaksanakan shalat Idul Fitri di Istana Bogor tahun 2021 dalam masa pandemi covid 19. Foto dok net
Presiden Jokowi berencana merayakan Lebaran tahun ini di kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah. Kepala negara akan menunaikan shalat Idul Fitri di Solo dan merayakan hari kemenangan bersama keluarga, yakni Ibu Negara Iriana Joko Widodo, anak-anak, menantu, serta cucu.
Presiden berharap Lebaran tahun ini dimanfaatkan seluruh pihak untuk mudik atau berkumpul dengan keluarga lantaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah tak berlaku. Presiden juga mengerti, menteri punya keluarga, punya saudara yang sudah lama tidak ketemu karena pandemi. Namun dalam suasana lebaran bersama keluarga itu, Presiden tetap bekerja meski sudah mudik ke kampung halaman.
Sementara itu Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin tetap berada di Ibu Kota. Ma’ruf rencananya akan menunaikan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal Jakarta. Sama dengan Jokowi, Ma'ruf juga tak akan menggelar open house.
Menurut Mubarok, setiap kegiatan para pemimpin memiliki arti simbolis, bahwa mereka mempumyai keshalehan secara pribadi dan ingin menunjukkan dekat dengan agamanya. Adapun Sholat Id yang dihadiri pejabat dalam kabinet, atau keluarga besar pribadi para pemimpin menjadi simbul kekompakan pemerintahan dan menciptakan rasa percaya kepada rakyatnya. “ Para pemimpin dulu hingga pemimpin sekarang ingin menunjukkan ke publik bahwa kabinet solid dan kompak, sehinngga kemudian timbul trust publik kepadanya. Trust ini dibutuhkan untuk dukungan sosial dan politik,” tegas Mubarok. (pul)