abad.id-Candi Tikus pertama kali ditemukan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda tahun 1914 oleh seorang penduduk Mojokerto. Pada saat itu di sebuah desa terjadi serangan hama Tikus yang besar hingga meresahkan warga. Bupati Mojokerto R.A.A. Kromojoyo Adinegoro memerintahkan kepada warganya untuk melakukan perburuan atau gropyok Tikus. Setelah dilakukan perburuan besar besaran yang melibatkan seluruh warga, ternyata Tikus-Tikus tersebut selalu berlari dan bersarang di sebuah gundukan tanah yang penuh rerimbunan pohon. Sudah lama warga tahu daerah tersebut namun hanya mengenalnya sebagai tempat wingit atau angker. Merasa penasaran, Sang Bupati meminta untuk menggali gundukan tersebut secara ramai-ramai. Sangat beruntung, ternyata gundukan itu berupa candi dan dinamakan Candi Tikus.
Candi Tikus ini hanya satu dari ratusan bukti kebesaran kerajaan Majapahit yang penah jaya. Pada era keemasan kepemimpinan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, wilayah kekuasaan konon mencapai Tomasik atau Singapura, Sumatra, Malaka dan Siam. Catatan yang menunjukkan bahwa Majapahit sebagai penguasa nusantara setelah Singasari, berada dalam kitab Negarakertagama gubahan Empu Prapanca. Disebutkan bahwa bangunan keraton Majapahit dikelilingi tembok bata tebal yang sangat tinggi berwarna merah.
Kemegahan ini juga terlihat di dalam kompleks keraton, yang menjadi tempat kediaman raja, peribadatan, kediaman para pejabat pemerintahan, dan rumah para pegawai kerajaan. Selain itu, ada juga pendopo tempat pertemuan raja dengan para tamu dan para bawahannya, serta bangunan yang dikhususkan bagi pujangga kerajaan.
Lebih lanjut, kitab Negarakertagama menggambarkan bahwa keraton Majapahit seperti istana di negeri kayangan. Bangunan kerajaan ini bertingkat-tingkat dengan tiang kuat, dan dipenuhi dengan berbagai ukiran indah. Di dalam kompleks keraton juga terdapat taman yang begitu luas dipenuhi oleh Bunga Tanjung, Cempaka, Wungu.
Tikus-Tikus tersebut selalu berlari dan bersarang di sebuah gundukan tanah yang penuh rerimbunan pohon dan semak. setelah digali ternyata berisi sebuah candi. Foto Pulung
Bahkan Ma Huan, juru tulis Laksamana Cheng Ho yang diutus mengabarkan pesan perdamaian ke Nusantara secara rinci menjelaskan, bahwa Majapahit memiliki keraton yang besar. Saat hendak masuk bertemu raja Brawijaya, Ma Huan harus melewati bebetapa penjagaan. Setelah itu melewati sebuah lapangan yang luas. Ma Huan masuk sebuah kraton yang lantainya terbuat dari kayu dengan ditutupi anyaman tikar. Ditempat itu seorang Raja duduk di sebuah kursi, sementara para tamu dan pegawainya duduk bersila di lantai. Paling berkesan bagi Ma Huan, yaitu tembok dan tangga keraton Majapahit dilapisi dengan emas yang menunjukkan bahwa kerajaan Majapahit sangat kaya.
Namun gambaran tentang keagungan kraton hanya berada dalam kitab Negarakertagama. Saat ini kraton yang disebutkan tidak pernah tampak wujudnya. Hanya beberapa peninggalan situs yang masih tersisa di kawasan trowulan dan sebagian Kabupaten Mojokerto. Situs paling dekat dengan Candi Tikus misalnya Candi Bajang. Bangunan tersebut sangat mirip gapura dan pintu masuk sebuah kawasan. Namun disekitar Candi Bajang tidak dijumpai jejak keraton dan bangunan tembok yang mengelilingi seperti yang ditulis dalam kitab Negarakartagama.
Hanya satu peninggalan yang luput dari kehancuraan berupa taman tempat pensucian bernama Candi Tikus. Kini candi yang berada di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, atau sekitar 13 km di sebelah tenggara Kota Mojokerto, bukan hanya menjadi tempat wisata, namun juga tempat melahirkan karya riset penting. Mereka datang untuk menikmati keunikan candi yang memiliki kolam penuh ikan.