images/images-1675246943.png
Data

Mengenal Tonarigumi Cikal Bakal Perhimpunan RT

Pulung Ciptoaji

Feb 02, 2023

867 views

24 Comments

Save

Tiga anggota PPKI, Sukarno, Hatta, dan Radjiman menemui Jenderal Besar Terauchi Hisaichi di Vietnam pada 1943. Foto dok net 

 

abad.id- Ada perbedaan yang diyakini aktifis pergerakan kemerdekaan antara dijajah Jepang dengan dijajah Belanda. Jaman Jepang para nasionalis diikatkan lewat Sukarno Hatta melalui barisan PUTERA. Serta kelompok Islam dipersatukan lewat Masyumi. Orang Jepang sangat mendukung pihak-pihak yang berpotensi menjadi teman seperjuangan. Istilah lain ideologi Happy Family Jepang berupa pendekatan “marilah bekerja sama”. Tentu saja kerja sama itu harus dibawah pimpinan orang Jepang. Berbeda jauh dengan masa kolonial Belanda yang memberi peran kelompok nasionalis sebagai ancaman dan diskriminasi dan adu domba.

 

Pada 1 Maret 1944 bertepatan hari pendaratan Jepang di Jawa, lembaga Hokokai diresmikan. Organisasi pelayanan ini sebenarnya bentuk campuran dari sifat perukumpulan dan federasi. Pucuk pimpinan masih dipegang orang Jepang Jenderal Kokubu, dan wakilnua Yamamoto. Sedangkan jabatan direktur kantor pusat dipercayakan kepada Sukarno, serta Hatta sebagai wakil ketua dewan penasehat.

 

 

 

Dalam pidato peresmian Hokokai, pimpinan pusat Jenderal Kokubu masih lantang dengan membanggakan kondisi Jepang ditengah pertempuran asia raya. Padahal dalam kenyataannya, Jepang sdjak awal 1944 sudah ada tanda tanda semakin terdesak oleh serangan Sekutu di beberapa tempat. “Dengan pendirian Hokokai, gerakan maha kuat dari 50 juta penduduk Jawa yang berada dalam kancah peretempran yang menentukan untuk perang Asia Timur Raya, telah diperkuat dan disempurnakan. Dengan penuh kepercayaan kita menantikan kemenangan akhir kita,” kata Jenderal Kokubu.

 

Untuk mendukung operasional Hokokai ini diperlukan biaya iuran dari anggota sebesar satu sen per bulan. Di semua ibu kota karisidenan didirikan kantor Hokokai, juga di tingkat kabuaten dibangun kantor cabang. Lembaga ini tembus hingga lembaga terendah di desa-desa. Nah, untuk Hokokai di tingkat paling redah anggotanya 50 sampai 100 warga yang disebut Tonarigumi. Lembaga paling kecil ini diketuai seorang kepala warga yang disebut Kumitjo.  

 

Konsep kerukunan warga sebenarnya sudah sejak lama dianut oleh Jepang, yaitu sejak zaman Edo. Namun, pada masa itu sistem tonarigumi tidak ditentukan secara resmi. Sistem pemerintahan terkecil ini baru diresmikan pada 11 September 1940, yaitu pada masa pemerintahan Perdana Menteri Fumimaro Konoye. Kemdian diterapkan selama Perang Dunia II di Manchuria, Semenanjung Korea, Kepulauan Sakhalin, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

 

Fujinkai organisasi perempuan yang meleburkan seluruh organisasi perempuan Indonesia. Jepang memerlukan organisasi ini sebagai tenaga bantuan untuk mengatasi masalah sosial ekonomi yang buruk pada masa itu. Fujinkai dipimpin oleh Nyonya Sunarjo Mangunpuspito, tokoh pergerakan nasional. Foto istimewa

 

Pada masa itu, keberadaan Tonarigumi memiliki berbagai fungsi dalam mensukseskan program Pemerintah dan membantu kelancaran pemerintahan, seperti mengalokasikan rangsum, menghubungkan ikatan antara masyarakat dengan pemerintah pusat, menyelenggarakan kesehatan masyarakat, membentuk pertahanan sipil, membentuk pasukan pemadam kebakaran, dan sebagainya.

 

Sebagaimana sistem RT dan RW saat ini, Tonarigumi terbagi dalam beberapa unit wilayah. Setiap wilayah memiliki peranan dan program sendiri, terutama program khusus tergantung kebutuhan di setiap wilayah atau unit. Selain itu, setiap unit Tonarigumi dituntut untuk turut andil dalam gerakan nasional yang digulirkan Pemerintah dalam upaya bela negara.

 

Dengan diadakannya Tonarigumi, Pemerintah Jepang merasa terbantu, terutama dalam hal upaya menjaga keamanan masyarakat dan negara. Dengan membagi tingkat wilayah keamanan masyarakat pun dapat terkontrol dengan baik.

 

Setiap sebulan sekali, para pemimpin Tonarigumi diharuskan rapat secara berkala untuk melaporkan hasil yang telah didapat. Selama sistem ini berjalan sejak tahun 1944, pemerintah Jepang berhasil mengumpulkan sebanyak 508.745 Tonarigumi, yang terdiri dari 8.967.320 kepala rumah tangga di seluruh Jawa.

 

Pemerintah militer Jepang berusaha memperkuat Tonarigumi. Misalnya, Kongres Tonarigumi Se-Jawa diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 8 November 1944 oleh Jawa Hokokai bekerja sama dengan Departemen Urusan Dalam, Departemen Propaganda (Sendenbu), dan Pemerintahan Kotamadya Khusus Jakarta, mendatangkan 120 wakil Tonarigumi dari seluruh Jawa.

 

Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, sistem Tonarigumi dihapuskan pada 1947. Walaupun Tonarigumi sudah dihapus, sistem ini masih berjalan di Indonesia. Pembentukan Tonarigumi pada masa Jepang diadaptasi menjadi Rukun Tetangga (RT). Bedanya Rukun Tetangga tidak lagi digunakan mobilisasi militer, tetapi lebih condong kepada kegiatan sosial kemasyarakatan. (pul)

 

Penulis : Pulung Ciptoaji 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022