Westerling tak pernah diadili atas kejahatan perang yang dia lakukan hingga akhir hayatnya. Foto ist
abad.id-Jika ada jejak pendapat siapa manusia paing banyak membunuh dan paling kejam, mungkin jawabannya hanya ada 2. Yaitu Hitler pemimpin Nazi Jerman dan Kapten Raymond Westerling. Kekejaman Hitler melakukan genosida terhadap Yahudi dengan total lebih dari 6 juta orang tewas. Sementara kekejaman Westerling melakukan pembunuhan besar besaran tanpa penyesalan terhadap warga Majene dan Polewali Mandar (Polman) di Sulawesi. Total korban tewas akibat ulah tentara Belanda itu sekitar 40 ribu jiwa. Maka sangat wajar jika warga Sulawesi akan selalu ingat Westerling seperti monster dan berniat menggugat pemerintah Belanda atas kejahatan perang yang terjadi 60 tahun silam.
Kapten Raymond Westerling veteran perang dunia II. Usai perang dunia II, Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia. Saat itulah Westerling ditugasi melatih pasukan elite Belanda di Indonesia, bernama Depot Speciale Troepen tahun 1946. Westerling memilih orang-orang yang kebanyakan kejam dan berangasan, serta memiliki skill militer yang menonjol. Westerling kemudian dikirim ke Sulawesi pada awal Desember 1946 dengan tugas memadamkan perlawanan gerilyawan Republik dengan kekuatan 130 pasukan baret hijau.
Sejak kedatangan Westerling di Sulawesi langsung menjadi momok yang menakutkan karena kejam. Sejak tanggal 7 Desember hingga 25 Desember 1946, pasukan Westerling secara membabi buta telah membunuh ribuan rakyat tanpa dosa. Aksi tersebut dengan maksud melakukan pembersihan daerah Sulawesi Selatan dari pejuang pejuang republik dan mendukung terbentuknya Negara Indonesia Timur.
Westerling melakukan teror di Sulawesi. Dia berkeliling satu kampung ke kampung lainnya dengan jeep. Di satu kampung yang diduga markas gerilyawan, Westerling akan mengumpulkan orang-orang di tanah lapang. Lalu mereka ditembak mati satu persatu hingga ada yang memberi tahu lokasi para gerilyawan. Westerling juga punya hobi menembak. Biasanya jika ada gerilyawan yang tertangkap, Westerling akan menyuruhnya lari. Setelah jaraknya 50 meter, Westerling akan mengacungkan senjatanya dan dor ! Gerilyawan itu akan tewas dengan lubang di kepala.
Para prajurit baret hijau Westerling tak kalah kejam dari komandannya. Mereka membunuh dan memperkosa rakyat. Ironisnya, sebagian besar prajurit baret hijau itu bukan orang bule, tapi mereka Londo Ireng. Serdadu baret hijau itu sangat loyal pada Westerling. Bahkan tidak hanya rakyat Sulawesi, sesama tentara Belanda yang asli bule pun takut pada Westerling. Mereka merasa apa yang dilakukan Westerling terlalu brutal.
Aksi brutal pasukan baret hijau ini bukan tanpa sebab. Sejak awal proklamasi kemerdekaan 1945, pemerintah Republik Indonesia telah mengangkat Dr Ratu Langi sebagai gubernur dengan kedudukan di Makasar. Untuk menampung aspirasi pemuda, Sam Ratu Langi membentuk PPNI (Pusat Pemuda Nasional Indonesia dipimpin Manai Sophian.
Pasukan Australia yang mendarat di Makasar secara tidak langsung ikut terlibat atas kekejaman Westerling ini. Sebab pasukan Australia membonceng NICA dan kemudian mendirikan pemerintahan sipil di Makasar. Sehingga antara pemuda dan tentara Belanda yang didukung sekutu sering terjadi ketegangan di lapangan. Belanda benar benar bermaksud melakukan politik pecah belah, dengan cara mempengarui beberapa tokoh daerah agar menolak pemerintahan republik.
Menyadari cara Belanda membahayakan kelangsungan pemerintahan Republik Indonesia, beberapa pemuda pelajar seperti A Rivai, Paersi, dan Wolter Mongisidi selaku pimpinan angkatan muda pelajar melakuan usul kepada PPNI supaya melakukan perlawanan fisik. Mereka kemudian melakukan perebutan tempat-tempat strategis di Kota Makasar yang sebelumnya diduduki NICA. Mulai stasiun radio Makasar, tangsi polisi serta Hotel Express.
Tentara australia yang sebelumnya tidak ikut campur dalam urusan Indonesia dan Belanda akhirnya terlibat dalam pertempuran melawan pasukan republik. Tentara Australia yang sudah terprovokasi NICA melakukan penyerbuan ke markas pemuda di Jongaya. Melihat keadaan yang tidak seimbang, pasukan pemuda memilih melakukan gerilya di luar kota. Pusat pemerintahan juga dipindah ke Watampone, serta kegiatan PPNI kemudian dipindahkan ke Polong Bangkeng. Suatu perlawanan dengan tujuan mencoba menduduki Kota Makasar dilakukan pada 26 Desember 1945, namun serangan itu mengalami kegagalan.
Merasa perjuangan masih panjang, akhrinya disepakati organisasi perjuangan bergabung menjadi satu dengan nama laskar Pemberontak Sulawesi (Lapris). Lapris dibentuk pada 17 Juli 1946 dengan anggota gabungan 16 orgaisasi perjuangan. Sebagai panglima diangkat Ranggong Daeng Romo, kepala stafnya makkaraeng Daeng Djarung dan Sekjen Rw Mongisidi. Kekuatan Kapris ini didukung peralatan temour hasil rampasan Jepang yang berkedudukan di Bontonompo dan Takallar. Sementara itu di daerah Bulukumba pada bulan November 1946 juga dibentuk satu ksatuan yang diberi nama Laskar Brigade PBAR (Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat). Brigade ini menggerakan perlawanan rakyat di sekitar Kota Makasar, Gowa, jeneponto, Malino, Camba.
Belanda menggunakan berbagai cara agar semua penduduk Indonesia Timur terutama Sulawesi Selatan, mendukung proyek Negara Indonesia Timur. Namun itu bukanlah sesuatu yang mudah. Sulawesi Selatan seperti menjadi duri dalam daging bagi proyek NIT tersebut. Para pejuang dari Bugis, Makassar dan Mandar memiliki sejarah panjang perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Nusantara yang tak pernah padam.
Melihat kota kota besar di Sulawesi Selatan sudah dikepung gerakan rakyat, maka tidak ada pilihan lain bagi Belanda untuk mendatangkan Westerling dan pasukan baret hijaunya. Apalagi dampak pertempuran Harimau Indonesia di bawah pimpinan Mongisidi di Barombong melawan pasukan Belanda pada tanggal 3 November 1946, telah mengancam kedudukan NICA di Sulawesi. Kedatangan pasukan Westerling tidak hanya memukul mundur pasukan republik, namun juga mengejar lawan untuk ditangkap atau mati.
Westerling Pahlawan di Belanda, Dikutuk di Indonesia
Penggambaran Westerling begitu bengis di jelaskan dalam lagu Iwan Fals yang judul Pesawat Tempur. Di situ Iwan Fals menyebut kapten tidak pernah tersenyum. Westerling dan pasukan Depot Speciale Troepen (DST) dianggap paling bertanggung jawab atas beberapa aksi kekejaman. Selain di Sulawesi, Westerling juga bertanggung jawab atas percobaan kudeta dan teror Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, yang mengakibatkan gugurnya beberapa pasukan Divisi Siliwangi. Meskipun melakukan genosida selama masa revolusi fisik di Indonesia hingga mendapatkan kecaman dari dunia, Westerling masih dilindungi Belanda. Bahkan dianggap sebagai pahlawan yang tidak pernah diadili.
Raymond Westerling memiliki nama lengkap Raymond Pierre Paul Westerling. Ia lahir di Istanbul, Turki, pada 31 Agustus 1919 sebagai anak kedua dari Paul Westerling dan Sophia Moutzou. Meski keturunan Belanda asli, ia lahir dan besar di Turki. Barulah pada usia 19 tahun, ia meninggalkan tanah kelahirannya untuk masuk dunia militer.
Pada awal Perang Dunia II, Westerling ikut dalam pasukan Australia di sekitar Timur Tengah, sebelum akhirnya berangkat ke Kanada untuk bergabung dengan pasukan Belanda. Di Kanada, ia mendapatkan pendidikan dasar militer. Dalam rangka penyerbuan ke Eropa, Westerling memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia. Selama di Skotlandia, Westerling mendapat beberapa pelatihan, mulai dari perkelahian tangan kosong, penembakan senyap, membunuh tanpa senjata api. Karena menguasai ilmu gulat dan membunuh senyap, ia sempat dipercaya untuk menjadi asisten pelatih dengan pangkat kopral.
Namun, pada 1943, Westerling mengundurkan diri dari pelatih karena memilih bergabung menjadi sukarelawan Belanda ke India. Di India, Westerling cukup kecewa karena tidak pernah dikirim ke garis depan medan pertempuran. Kemudian pada tahun 1945, ia diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen (DST) yang berjumlah 120 orang, dan dikirim ke Indonesia.
Aksi mandi darah Raymond Westerling pertama kali di Medan, pada September 1945 sebagai anggota KNIL (angkatan perang kolonial Hindia Belanda). Setelah membebaskan tawanan perang Belanda di Medan, ia ditugaskan ke Jakarta untuk melatih pasukan khusus DST yang terdiri dari orang Belanda dan Indonesia. Pada Desember 1946, Westerling diberikan misi untuk menghancurkan para pejuang kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan. Dalam menjalankan tugasnya, Westerling menggunakan caranya sendiri dan mengabaikan pedoman pelaksanaan bagi tentara.
Foto: Kapten Westerling saat perpisahan di Mattoangin, 3 Maret 1947 (Dok. Maarten Hidskes)
Westerling memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan di hadapan banyak orang. Kekejaman itu merupakan awal dari teror yang dilakukan oleh Westerling dan pasukannya selama tiga bulan. Pasukan Westerling melakukan teror dengan menyiksa orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan di depan keluarganya sebelum akhirnya dibunuh. Selain itu, Westerling dan pasukannya juga melakukan teror dengan membakar rumah warga dan melemparinya dengan granat. Teror yang dilakukan Westerling sebagai pemimpin pasukan DST menelan korban sedikitnya 40 ribu orang.
Pada awalnya, aksi Westerling dan pasukannya di Sulawesi Selatan mendapat apresiasi dari pemerintah Belanda. Namun, perlahan muncul aduan bahwa selama Westerling menjalankan misi itu, banyak ditemukan kasus pelanggaran HAM. Bahkan pers asing menuding bahwa kekejaman Westerling tidak ada bedanya dengan cara-cara polisi rahasia Jerman semasa Hitler. Untuk menghindari tuntutan ke pengadilan militer, pemerintah Belanda memilih untuk memberhentikan Westerling mulai 16 November 1948.
Raymond Westerling Terlibat Pemberontakan APRA
Kasus Sulawesi Selatan benar benar membuat Belanda malu terhadap dunia. Sebab sepak terjang Kapten Raymond Pierre Paul Westerling menjadi sorotan, sehingga tidak ada pilihan lain yaitu mengentikannya. Setelah berhenti menjadi tentara Westerling memilih menjadi warga sipil dan bermukim di daerah Cililin dan Pacet, Jawa Barat. Westerling kemudian menikah dengan seorang perempuan Indonesia keturunan Prancis, Yvone Fournier. Namun kondisi pemerintah Indonesia masih dalam masa transisi dari Negara Republik ke Negara RIS, membuat kekuatan di daerah menjadi lemah. Peluang menjadi pemimpin rakyat menjadi sangat besar melihat banyak kekosongan itu. Rupanya, ambisi Westerling untuk menjadi pemimpin di negara baru menambah daftar petualangan hidupnya. Ketika menetap di Jawa Barat itu, Westerling kembali berhubungan dengan mantan anak buah dan merencanakan sebuah perang baru. Padahal sebelumnya hidup Westerling sudah nyaman menjadi pengusaha angkutan truk khusus pengangkut hasil bumi.
Korban pemberontakan APRA di Bandung, 1950
Pasukan APRA segera dibentuk Westerling. Mereka terdiri mantan tentara yang kecewa dengan Republik Indonesia, serta pasukan lain mantan anak buahnya yang masih hidup. Ambisi Westerling ingin menjadi presiden tidak bisa dihentikan. Westerling membangun sebuah organisasi rahasia yang dinamakan Ratu Adil Persatuan Indonesia (RAPI) serta memiliki pasukan yang bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Kelompok Westerling ini kemudian melakukan teror dan upaya kudeta pada 23 Januari 1950 di Bandung. Dalam teror tersebut, Westerling membunuh setiap TNI yang mereka temukan. Akibatnya, sebanyak 94 TNI dari Divisi Siliwangi, termasuk Letnan Kolonel Lembong, tewas.
Lagi lagi kekejaman Westerling mendapat perhatian dari media internasional sekaligus kecaman dari para pejabat di berbagai negara. Mengetahui hal itu, Westerling memilih kabur dan bersembunyi dengan cara berpindah-pindah tempat di sekitar Jakarta. Konon aksi Westerling ini justru dibantu pasukan rahasia yang diketahui petinggi Belanda di Indonesia. Pada Februari 1950, Westerling dan keluarganya diselundupkan ke Singapura. Operasi ini bocor ke media Perancis, yang mengakibatkan Westerling ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura dan sempat diadili di Pengadilan Tinggi Singapura pada 15 Agustus 1950.
Namun, hakim tidak mengabulkan permohonan pemerintah RIS untuk mengekstradisi Westerling ke Indonesia. Bahkan Westerling bebas demi hukum pada 21 Agustus 1950 dan kemudian pergi ke Belgia dengan ditemani oleh Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, R van der Gaag.
Dua tahun kemudian, Westerling masuk ke Belanda dan terus dilindungi pemerintah agar terbebas dari pengadilan. Namun, tidak lama kemudian, Westerling kembali berulah dengan menghina Presiden Soekarno hingga mendapat protes dari Komisaris Tinggi Indonesia. Lagi-lagi, pengadilan Belanda menyelamatkan Westerling tanpa tuntutan apa pun.
Westerling Menantang Diadili Atas Pembantaian Sulawesi
Sikap Pemerintah Belanda baru baru ini mengakui melakukan kekerasan ekstrem dan sistematis selama perang kemerdekaan Indonesia dianggap akan mengisi lembaran baru sejarah. Pernyataan permintaan maaf disampaikan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis (17/2/2022) lalu. Dia menyampaikan hal itu setelah dalam kajian terbaru yang dilakukan selama empat tahun oleh peneliti Belanda dan Indonesia, ditemukan bahwa pasukan Belanda membakar desa-desa dan melakukan penahanan massal, penyiksaan, dan eksekusi selama konflik 1945-1949.
Dalam bukunya Salim Said "Dari Gestapu ke Reformasi" Serangkaian Kesaksian, mengatakan pernah melakukan wawancara dengan Westerling sekitar tahun 1970. Ada kesan banyak orang Belanda menutupi peristiwa kekejaman Westerling ini. Namun pada umumnya orang Belanda mengenang Westerling dengan rasa malu.
Salim Said menuturkan, agak sulit menemukan Westerling di Belanda. Orang Belanda mungkin mengetahui alamatnya, namun memilih menghindar jika berbagi alamat dengan berbagai macam alasan. “Westerling mestinya sudah lama mati, agar kami tidak terus diingatkan oleh tindakannya yang memalukan di Indonesia,” kata salah seorang warga Belanda kepada Salim Said di sebuah wawancara.
Dari berbagai orang itu, Salim Said mendapat sejumlah cerita yang tidak menggembirakan tentang kehidupan Westerling selepas petualangannya di Indonesia. "Dia pernah mencoba menjadi penyanyi opera, tapi tidak berhasil. Pernah mencoba menjadi penulis juga tidak berhasil. Hidup perkawinannya gagal dan pernah menjadi pecandu alkohol. Dia hidup dalam lingkungan para bekas tentara Belanda yang pernah bersamanya di Indonesia dulu." ungkap Salim Said.
Perbuatan Westerling atas pembantaian di Sulawesi Selatan menjadi sosok kontroversial. Sebab apa yang westeriling lakukan tergolong sebagai kejahatan perang dan seharusnya diadili. Pada masa Presiden Suharto tahun 1979, kasus pembantaian Westerling pernah dibicarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Seorang anggota Komisi III DPR fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) VB da Costa mengatakan, Westerling menantang untuk diadili atas perbuatannya di Indonesia.
Menurut da Costa, dia mengetahui hal itu setelah membaca laporan surat kabar Belanda. Dalam artikel itu ditulis itu, Westerling menanggapi pernyataan da Costa yang meminta Pemerintah Indonesia mengekstradisi dan mengadilinya. Alasan da Costa meminta pemerintah mengadili Westerling supaya tuduhan penjahat perang yang disematkan bisa terungkap. Selain itu, pengadilan terhadap Westerling diperlukan guna menguak fakta sejarah.
Akan tetapi, da Costa menyatakan Pemerintah Indonesia seolah membiarkan Westerling hidup bebas di Belanda. Kekecewaan da Costa bertambah, sebab Westerling selalu membantah tuduhan dia membantai 40 ribu penduduk Sulawesi Selatan. "Ia bahkan tidak mengaku bahwa yang dibunuhnya 40 ribu manusia, melainkan hanya 9 ribu orang saja," kata da Costa.
Hingga akhir hayatnya Westerling tetap tidak tersentuh oleh hukum. Dia meninggal dunia akibat serangan jantung pada 26 November 1987. (pul)
Jejak Toleransi di Jaman Mataram Kuno
Abad.id - Dijaman Mataram Kuno terdapat dua wangsa yang berkuasa: Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya. Syailendra yang bercorak Buddha, dan Sanjaya yang bercorak Siwa. Meskipun sering berantem, namun keduanya berotak encer yang membuat takjub dunia sampai hari ini.
Tahu kan Candi Borobudur? Nah itu dibangun oleh wangsa Syailendra (abad 8-9M). Wangsa Sanjaya pun tak mau kalah, mereka balas membuat Candi Prambanan (abad 9M) dan Plaosan..
Plaosan, hanyalah sebuah nama yang menyatakan nama tempat dimana candi ini ditemukan, nama candi yang sebenarnya masih misterius, bagi keturunan Syailendra, maka letak ritualnya ada pada Plaosan Lor (utara), sementara bagi mereka yang ingin melakukan "puja bhakti" maka ritualnya ada pada Plaosan Kidul (selatan).
Candi Quadruplet, Plaosan Lor dan Plaosan Kidul
Candi kembar ini atau lebih tepatnya Candi Quadruplet, karena ada dua sisi kembar pada sisi Buddha dan kembar pada sisi Siwa, namun masing-masing memiliki arca yang menggambarkan Rakai Pikatan dan Pramodyawardhani.
Relief candi Plaosan yang menggambarkan sosok Rakai Pikatan
Candi ini dibangun untuk merayakan keharmonisan rumah tangga, lahirnya generasi muda yang lebih kuat, maju, dan berjaya, serta menjadi simbol kesetian pada pasangan yang telah diresmikan oleh saresmi (perkawinan).
Stupa di sekitar bangunan candi, penanda penghormatan terhadap penganut Buddha
Disekeliling candi terdapat candi terdapat bangunan sebagai pengawal, atau perwara yang berjumlah lebih dari 116 dan 58 candi dan stupa. Dan semua ini adalah hadiah perkawinan dari berbagai kerajaaan, baik dari sisi Samaratungga Buddha, dan Rakai Kayu Wangi yang Siwa. Karena perkawinan Rakai Pikatan dan Dyah Pramodyawardhani merupakan perkawinan lintas agama dan kepercayaan, dan konon ditengarai sebagai tanda akan lahirnya Siwa Buddha di Jawa, atau tanda awal lahirnya Subuthi Tantra, yang artinya Keselarasan Tanpa Batas, atau Kemuliaan Tanpa Rintangan. Dalam bahasa sekarang Toleransi; hidup damai dalam keselarasan atau keharmonisan.
Bangunan candi-candi kecil di sekeliling candi Plaosan yang disebut sebagai candi pengawal, atau perwara, hadiah dari berbagai kerajaan
Sayang, satu-satunya arca Bodhistava yang nyaris utuh hanyalah Kubera, sementara arca lainnya sudah sangat rusak dan banyak hilang bagian kepalanya.
Kubera
Kubera adalah simbol kemakmuran, bahwa semakin berlimpah maka kita seharusnya semakin bisa membagi keberlimpahan itu, entah itu harta, asta atau bantuan, ilmu, dan pandangan. Hidup bergaya seorang diri tidak ada artinya sama sekali, hidup sakti untuk dibanggakan juga tak ada artinya, hidup mulia tanpa melindungi akan sia-sia, hidup berbagi dan berusaha untuk selalu selaras adalah pencerahan yang besar.
Demikianlah pandangan hidup tentang keselarasan di jaman Mataram Kuno.
Pintu masuk ruang utama candi
Pandangan harmonis dengan latar belakang konflik besar antara Syailendra - Sanjaya yang konon karena faktor politis dan perbedaan keyakinan, yang memuncak pada era Raja Rakai Pikatan.
Kisah diawali oleh Rakai Pikatan dari geng Sanjaya memikat Pramodyawardhani, gadis dari geng Syailendra. Maksudnya ingin mempersatukan dua wangsa yang bertikai. Mereka menikah untuk tujuan yang besar, yakni mempersatukan wangsa Sailendra dan wangsa Sanjaya, antara Siwa dan Buddha menjadi Tan Hana Dharma Mangrwa, tiada kebenaran yang mendua, tiada cinta yang berselingkuh, tiada kesetiaaan yang berubah, dan apabila itu berubah, terubah, dan diubah maka itu hanyalah Kama yang erupakan nafsu tamak, rakus, dan loba, yang tidak hanya menyengsarakan diri sendiri, tetapi juga semesta di sekitarnya.
Sehingga peristiwa perkawinan keduanya dituliskan kisahnya dalam lembaran pelat emas di Candi Plaosan :
Om Namo Vuddhaya, namo dharmmaya nammah samghaya tadyaha cuddhe vicuddhe codhani vicodhani gaganavichodani cittavicodhani pavaravichodani karmavaranavichodani vichude vichude kesine sarvaksine puspe supuspe rajoharane sarvapapa vichodani hare hare sarvarvarani daha daha sarvakarmavaranani paca sarvasstahnagatani padme padmaksi padmavica le pha pha pha pha pha pha svaha...
“Damai, inilah rumah pencerahan, rumah kebaikan, rumah penyatuan yang tak dapat diceraikan, dan engkau sejatinya murni, sempurna murni suci, pemberi kesucian, mensucikan udara yang terhirup dan terhembuskan, kesucian pada pikiran, suci dari halangan segala bentuk halangan, murni, sederhana, seperti bunga yang sekejap itu merekah sempurna, melepaskan keburukan yang kotor, dan dengan itu tiada yang dapat menghalangi mu dari keinginanmu, pengetahuan mu sempurna, menyempurnakan semua kesempurnaan, memperindah yang sudah teramat indah, pha pha pha, itulah jati dirimu…”
Lempeng pelat emas
Di lempeng pelat mas itu juga terkandung harapan kedua pengantin tentang perdamaian, persatuan dan lain-lain. Tetapi paman Pramodyawardani yang bernama Balaputradewa tidak terima dengan penyatuan keduanya, karena jika demikian nantinya yang akan menjadi raja adalah Rakai Pikatan, karena dia juga merasa berhak dan berambisi menjadi raja. Konflik pun tak terelakkan dan si paman kalah perang, lalu minggat ke Sumatera, ke rumah orang tuanya yang bangsawan Kerajaan Sriwijaya.
Sejak saat itu Balaputradewa menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya dan Sriwijaya sejak saat itu selalu bersitegang dengan Mataram. Ketegangan hubungan bertahan sampai lebih dari satu abad kemudian.
Lalu pada tahun 928M, Sriwijaya bermaksud melumat habis Mataram. Raja Mataram yang ketika itu adalah Dyah Wawa berhasil dikalahkan dan gugur di istananya. Sedangkan seorang menteri yang bernama Mpu Sindok berhasil kabur ke Jawa Timur, tetapi terus dikejar oleh pasukan Sriwijaya. Pertempuran sengit tak terelakkan, dan Sindok menang, Sriwijaya ngibrit, pulang kembali ke kampungnya.
Ini panteon yang disimpan di museum Anjuk Ladang, harusnya 90, terlengkap di dunia. Perkiraan dibuat abad 10
Kemenangan Sindok membawanya pada tahta Mataram dan istananya pindah ke Jawa Timur. Belajar dari konflik Syailendra-Sanjaya dimasa lalu, akhirnya Sindok melepas status Sanjaya-nya dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isyana. Visi utama wangsa ini adalah mempersatukan penganut keyakinan Siwa dan Buddha. Terbukti dari dibuatnya 90 panteon Buddha yang diletakkan di kompleks Candi Lor yang bercorak Siwa. Sejak saat itu konsep persatuan Siwa-Buddha tercetus dan terus berakar dalam sanubari masyarakat Nusantara. (mda)
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Pemberontakan di kapal perang Zeven Provincien pada tanggal 5 Pebruari 1933 disebut Sukarno menyerupahi peluncuran roket tiga tahap “ semangat, kemauan, tindakan”. Meskipun Sukarno dan para pemimpin nasionalis lainnya tidak terlibat dalam pembertongakan para pelaut itu, dampak peristiwa Zeven Provincien hampir sama dengan pemberonakan komunis tahun 1927-1927. Diantara orang-orang Belanda semakin benci terhadap nasionalisme Indonesia. Sedangkan di mata para nasionalis cara menumpas pemberontakan dengan berdarah-darah membuktikan semakin jahatnya pemerintah kolonial.
Sukarno sendiri merasakan dampaknya sikap sinis itu. Sejak dibebaskan dari penjara Sukamiskin, gerak gerik Sukarno tidak pernah lepas dari pantauan PID (Badan Inteljen Politik). Si komisaris polisi Bandung, Alberghs selalu mengikuti gerak gerik Sukarno dimanapun. Alberghs juga memerintahkan anak buahnya polisi pribumi untuk mengikuti kemanapun Sukarno pergi. Bahkan ke pematang sawah sekalipun, polisi pribumi ini tetap mengejar Sukarno tapi tidak menangkapnya. Gebrakan Alberghs benar benar membuat gerak gerik kaum nasionalis semakin sulit.
Lalu, apa yang terjadi dengan peristiwa Zeven Provincien itu. Zeven Provincien adalah nama sebuah kapal perang sangat dikenal dalam sejarah Indonesia. Karena di kapal perang inilah pernah terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para awak kapal, baik yang berkebangsaan Eropa/Belanda maupun Bumiputra.
Dalam catatan biografi Sukarno karya Lambert Giebels, keputusan memberontak bentuk protes dari rasa tidak adil ketika mendengar pengumuman tanggal 1 Januari 1933, gaji mereka diturunkan sebesar 17 persen. Penurunan gaji pegawai merupakan upaya pemerintah Hindia Belanda untuk mengurangi defisit anggaran belanja akibat depresi ekonomi yang melanda dunia saat itu. Rencana penurunan gaji tersebut mendapat tentangan dari para pegawai pemerintah, termasuk para awak kapal Zeven Provincien.
Meletusnya pemberontakan awak kapal tersebut ada berbagai pendapat, salah satunya pendapat yang mengatakan bahwa ideologi komunis turut menggerakan pemberontakan tersebut. Terlepas dari hal tersebut, pemberontakan awak kapal tersebut menggambarkan heroisme perlawanan terhadap penjajah Belanda di Indonesia. Para pelaut bumiputra berhasil mengambil alih kapal dan mengarahkan ke Surabaya dari pantai Sumatra.
Aksi pemberontakan itu awalnya bersifat spontan dari ABK. Para pelaut sebenannya sudah pernah mendengar tentang ancaman aksi pemogokan yang digerakan oleh aktifis komunis. Tapi bagi mereka sangat tidak lazim dilakukan oleh para pelaut, apalagi di kalangan pelaut-pelaut Indonesia yang berada di Kapal Tujuh. Dilansir dari koran Partai Komunis Indonesia (PKI), Medan Ra’jat, pada 28 Januari 1933 mereka menggelar rapat. Rapat itu membahas rencana penyambutan lebaran, tetapi sebetulnya mempersiapkan pemogokan.
Saat itu kapten dan para perwira tinggi Zeven Provincien sedang bersenang-senang di gedung pertemuan angkatan laut di Kota Raja. Sekitar pukul 22.00 malam pada hari sabtu tanggal 4 Pebruari 1933, para kelasi berdarah Indonesia, di antaranya Paradja, Romambi, Gosal, dan Kawilarang, serta beberapa awak kapal Belanda memulai aksinya. Mereka langsung bergerak merebut dan menguasai kapal. Tidak hanya itu, mereka juga menyandera para perwira yang masih berada di geladak kapal bagian belakang. Paling ditakutkan Gubernur Jendral De Jonge, para pemberontak itu menuju pelayaran luar negeri. Misalnya tujuan Singapura atau penang. Beruntung kapal tersebut berlayar menuju timur menyusuri pantai barat pulau sumatra. Para pemberontak mengirim kabar bahwa mereka menuju pelabuhan pangkalan asal di Surabaya. Di pelabuhan asal itu, rencana para pemberintak akan menyerahkan kembali kapal dan mengakhiri aksinya.
Dua pelaut pribumi berpangkat klasi yang ikut terlibat pemberontakan kapal Zeven Provincien. Foto Ist
Colijn salah satu perira angkatan laut menasihati agar kapal tersebut di bom saja. Tetapi Gubernur Jendral De Jonge memutuskan untuk membiarkan Zeven Provincien berlayar terus sampai selat sunda dan akan dipaksa menyerah di sana. Jarak tempuh yang dilewati dari Kota Raja menuju Surabaya seribu mil lebih, sehingga dipastikan akan memakan waktu yang lama perjalanan. Selama menuju ke timur tersebut, Kapal Zeven Provincien dikejar dengan kapal panser milik angkatan laut Belanda yang ukurannya lebih kecil. Para pemberontak membuktikan bahwa mereka berhasil mengendalikan keadaan kapal perang yang megah tersebut.
Kejadian ini tentu menjadi berita besar di media massa dunia. Media asing selalu mencemooh keputusan politik Hindia Belanda terhadap kaum pribumi. “ Tidak sulit untuk menghargai segi humor dari peristiwa ini, karena pencurian sebuah kapal perang adalah sesuatu yang belum pernah terjadi di zaman modern. Namun bagi Belanda, kejadian ini sungguh serius, ia jadi bahan tertawaan di mata dunia sehingga martabanya turun” tulis harian Iris Independent.
Surat kabar Belanda memberitakan terus perkembanan pemberonakan kapal Zeven Provincien. Foto dok net
Pemerintah Belanda sangat tidak suka dengan pemberontakan itu. Di antara orang –orang Belanda yang tinggal di Indonesia berkembanglah perasaan semakin anti pribumi. Akhirnya lakon komedi lebih seram daripada yang diduga. Pemerintah Belanda menghentikan pemberontakan awak kapal tersebut dengan cara mengebom dari udara kapal Zeven Provincien saat sedang berlayar di Selat Sunda pada tanggal 10 Pebruari 1033. Pengeboman tersebut membuat kapal rusak, dan 23 awak kapal meninggal dunia terkena bom (20 orang awak kapal Bumiputra dan 3 awak kapal Belanda). Para awak kapal yang hidup kemudian menyerah kepada pemerintah kolonial Belanda. Total 545 orang awak kapal Bumiputra dan 81 awak kapal Belanda ditahan.
Bagi Gubernur Jendral De Jonge, pengeboman itu berlawanan dengan intruksinya. Ada kesepakatan bahwa pesawat terbang angkatan laut yang dikerahkan akan menjatuhkan bom peringatan di depan kapal. Namun yang terjadi pesawat tersebut seperti sengaja menjatuhkan bom tepat di atas kapal. Pelaku pengeboman seorang pilotnya bernama Th HJ Coppes yang tidak hadir saat breafing malam sebelum operasi. Gubernur Jendral De Jonge langsung marah besar melihat kapalnya hancur. Hal itu disampaikan langsung ke komandan operasi CJ van Asbeck yang masih sepupunya sendiri. (pul)
Reruntuhan St Paul telah menjadi landmark paling ikonik di Makau. Gereja didirikan oleh Society of Jesus (juga dikenal sebagai Jesuit) pada tahun 1583. Reruntuhannya sisa-sisa St Paul's College dan Gereja St Paul terdaftar sebagai situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2005.
abad.id-Jika belum mengunjungi reruntuhan St Paul, Anda belum bisa dikatakan pernah datang ke Makau. The Ruins of St Paul's pada awalnya merupakan afiliasi "Church of St Paul" dari universitas barat pertama, St Paul's College di China. Perguruan tinggi ini didirikan Society of Jesus pada tahun 1594 dan berakhir pada tahun 1762. Selain teologi, bahasa Latin, Cina, dan Jepang, program akademiknya juga mencakup tujuh seni liberal tata bahasa, retorika, dialektika, astronomi, aritmatika, geometri, dan musik. Lulusan Church of St Paul sebagian besar menjadi misionaris berbakat untuk pergi ke Jepang, Cina, Vietnam, Thailand, Kamboja. Pendidikan dan karya misionaris berdampingan telah menjadi salah satu filosofi kerja utama Jesuit sejak didirikan pada tahun 1540.
Namun perguruan tinggi dan gereja ini mengalami dua bencana kebakaran pada tahun 1595 dan 1601. Lalu dibangun kembali pada tahun 1602 dengan rancangan misionaris Jesuit Carlos Spinola. Sedangkan apa yang bisa dilihat hari ini hanya berupa fasad batu yang tersisa, 68 tangga batu di depan dan fondasi di belakang. Sisa reruntuhan itu akibat bencana kebakaran lainnya pada tahun 1835.
Sebenarnya bangunan Gereja St Paul sangat luar biasa. Biaya konstruksi saat awal dibangun mencapai 30.000 tael perak. Oleh karena itu, Makau sempat disebut juga "Vatikan Oriental". Desain gereja mematahkan tradisi Barat dalam banyak aspek, serta menambahkan unsur oriental dan mencerminkan nulai nilai budaya timur. Pertama-tama, gereja mengubah tradisi gereja-gereja Eropa yang menghadap ke barat (karena Tanah Suci berada di sebelah timur Eropa) menjadi menghadap ke selatan, dengan altar utama menghadap ke utara untuk melayani pemikiran Tionghoa.
Masih megah dan memukau. Bangunan yang berusia 300 tahun tersebut selalu padat pengunung. Foto Pulung
Fasad Reruntuhan St Paul dibagi menjadi lima tingkatan dari atas ke bawah. Jika diperhatikan, akan menemukan salib yang melambangkan penebusan di bagian paling atas. Bentuknya tidak sepenuhnya vertikal tetapi agak miring ke Timur, melambangkan saluran dari bumi ke surga. Tingkat pertama dan kedua mewakili surga. Di tingkat kedua terdapat patung Yesus di tengahnya. Krisan di bagian bawah kedua sisinya suci bagi orang Jepang.
Selama pembangunan gereja, pemerintah Jepang melarang kontingen Katolik yang semakin besar dan mengusir misionaris. Sehingga banyak misionaris Jepang datang ke Makau untuk berlindung dan berpartisipasi dalam pembangunan gereja. Inilah sebabnya mengapa jejak pengerjaan perajin Jepang dapat ditemukan di lengkungan.
Ada empat kuil di tingkat keempat fasad dari barat ke timur, atau dari kiri ke kanan jika Anda menghadap ke fasad, yang didedikasikan untuk empat Orang Suci dari Yesuit. Yaitu Santo Fransiskus Borgia. Santo Fransiskus Borgia lahir di Gandía dekat Valencia, Spanyol pada tahun 1510. Dengan latar belakang keluarganya yang terpandang, ia menjadi Raja Muda Catalonia dan Adipati Gandía. Namun setelah kematian istrinya pada tahun 1546 ia meninggalkan semua ketenaran dan kekayaannya untuk bergabung dengan Serikat Yesus. Ia menjadi Pemimpin Umum ketiga dari Serikat Yesus pada tanggal 2 Juli 1565. Di bawah kepemimpinannya, pengaruhnya meluas ke seluruh Eropa dan luar negeri. Dia meninggal pada tahun 1572.
Orang suci kedua Ignatius dari Loyola. Lahir dari keluarga bangsawan Basque di kastil Loyola di Spanyol pada tahun 1491, Santo Ignatius dari Loyola adalah penunggang kuda raja saat remaja. Pada tahun 1521 kakinya patah saat mempertahankan benteng Spanyol di Pamplona dan itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Dia meninggalkan kekuasaan dan kekayaan dan memulai perjalanan Latihan Rohaninya, menulis buku terkenal dengan nama yang sama. Kemudian dia mendirikan Serikat Yesus bersama enam orang lainnya di Paris dan menjadi Pemimpin Umum pertama Serikat Yesus. Dia meninggal pada tahun 1556.
Orang suci ketiga Santo Fransiskus Xaverius. Ia dilahirkan di Kastil Xavier di Navarre, Spanyol pada tahun 1506. Kemudian ia belajar di Paris di mana ia bertemu dengan Santo Ignatius dari Loyola dan ikut mendirikan Serikat Yesus. Dia adalah Yesuit pertama yang melakukan khotbah misionaris di Timur Jauh. Dia meninggalkan jejaknya di Goa, India; Ceylon (sekarang Sri Lanka); Malaka (sekarang Malaysia) dan Jepang. Sayangnya dia meninggal di Pulau Shangchuan dekat Makau pada tahun 1552 saat menunggu untuk memasuki daratan Cina. Dia dikanonisasi pada tahun 1622 dan merupakan Santo Pelindung para misionaris asing. Tulang lengannya disimpan di Seminari dan Gereja St Joseph di Makau.
Orang suci ke empat, Santo Aloysius Gonzaga. Ia lahir di kastil keluarganya di Castiglione della Stiviere di Lombardy, Italia pada tahun 1568. Ketika dia berusia 18 tahun, dia meninggalkan kehidupan aristokrasi Italia dan bergabung dengan Serikat Yesus. Pada tahun 1591, wabah melanda Roma. Dia terinfeksi penyakit itu ketika dia merawat orang sakit dan meninggal pada usia 23 tahun. Dia dibeatifikasi pada tahun 1605 dan dikanonisasi pada tahun 1726. Dia adalah Santo Pelindung para siswa muda dan pengikut remaja.
Prasasti Dalam Karakter Cina
Tingkat ketiga atau tengah adalah tingkat yang paling banyak dan penting. Di tengahnya terdapat patung Bunda Suci, Bunda Maria yang merupakan perantara bumi dan surga. Ada enam malaikat di kedua sisi Bunda Suci. Meski isinya barat, ada motif dekoratif khas oriental seperti awan keberuntungan (melambangkan keberuntungan dalam budaya Tionghoa) yang di atasnya berdiri empat bidadari di tengah dan bawah.
Ada juga tiga kelompok prasasti batu Cina yang sering diabaikan. Di sisi barat Bunda Suci, aksara Tionghoa adalah 鬼是诱人为恶 yang berarti “hantu memikat orang untuk melakukan hal-hal jahat.” Ada iblis yang tampak galak dengan ekor dan sayap di punggungnya yang diukir di samping karakternya. Ia memiliki tubuh wanita dengan payudara yang menonjol dan telah ditembak dengan panah. Bersamaan dengan tokoh-tokoh yang menyertainya, menggambarkan bahwa iblis yang mewakili segala macam godaan, membujuk orang untuk melakukan kejahatan tetapi akhirnya dikalahkan.
Di sisi timur, aksara Tionghoa adalah 念死者无为罪. Di samping karakter, Anda dapat melihat kerangka tergeletak di atas sabit dan dengan anak panah menusuk ke dalam tubuh. Ini untuk mengingatkan manusia bahwa kematian bisa menimpa kita kapan saja, sehingga kita harus senantiasa menjauhi dosa.
Kelompok aksara Tionghoa ketiga, juga di sisi timur, adalah 圣母踏 龙头 artinya Bunda Suci menginjak-injak kepala naga. Ukiran selain karakter adalah Bunda Suci yang menginjak-injak naga berkepala tujuh yang ganas dengan sayap. Naga itu memiliki sisik yang mirip dengan naga Cina di tubuhnya. Tujuh kepala mewakili tujuh dosa mematikan dalam agama Katolik - kesombongan, murka, iri hati, nafsu, kerakusan, kemalasan dan keserakahan. Prasasti dalam karakter Cina di gereja Katolik belum pernah terjadi sebelumnya, memberikan pengaruh Cina yang kuat. Ada juga saluran air berbentuk singa di setiap ujung tier ini.
Sejarah Suci Abadi
Tingkat keempat dan kelima serta tangga batu di bawahnya melambangkan bumi. Menjadi pintu masuk, tingkat kelima memiliki tiga gerbang. Pintu masuk di tengah memiliki ukiran “MATER DEI” (artinya Bunda Allah). Dua pintu masuk di setiap sisi memiliki "IHS" (tanda Jesuit, yang berarti penyelamat Yesus Kristus) diukir di atas dihiasi dengan relief, memungkinkan pengikut yang ingin diselamatkan untuk masuk. Hari ini, jiwa dari reruntuhan itu masih ada. Itu mencerminkan lokalisasi Jesuit dan merupakan bukti penting berkembangnya wilayah Katolik di Timur.
Setelah menghargai façade yang indah, pengunjung dapat pergi ke belakang untuk melihat makam pendiri St Paul's College, Pastor Alexander Valignano, dan Museum Seni Katolik. Di bagian kiri depan reruntuhan terdapat klip bendera batu Tiongkok di mana bendera yang diberikan kepada Jesuit oleh kerajaan Tiongkok sebagai hadiah atau kehormatan pernah dipajang. Di sebelah kiri belakang, terdapat Kuil tradisional Tionghoa Na Tcha. Keduanya merupakan gambaran yang menarik dari arsitektur Cina dan Barat, saling menambah cahaya dan keindahan. (pul)
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Candi Gedog, dua tahun yang lalu menjadi tempat yang mengundang penasaran warga Kota Blitar. Di bawah pohon beringin besar itu merupakan puncak sebuah bangunan candi. Konon bangunan candi itu nyaris sebesar Candi Penataran, seperti yang dideskripsikan Sir Thomas Stamford Raffles dalam bukunya History of Java. Di bawah pohon beringin itu, juga terdapat cerita tragis Joko Pangon yang menjadi cikal bakal berdirinya sebuah desa Gedog.
Di bawah pohon beringin besar itu merupakan puncak sebuah bangunan candi. Konon bangunan candi yang sangat besar dan indah. Foto Pulung
Sebagian warga tidak menyebut Candi Gadog, namun juga sebutan yang familiar dengan nama Candi Joko Pangon. Nama Joko Pangon seorang yang datang dari wilayah barat dan dianggap berasal dari keluarga bangsawan Mataram, atau setidaknya prajurit dari Mataram. Joko Pangon diperintahkan Bupati Aryo Blitar untuk babat alas atau membuka hutan di wilayah timur. Sekaligus pemberi nama kawasan yang dibabat itu dengan nama (Gedog) yang artinya kandang jaran. Pengembaraannya ke kawasan Gedog itu bagian dari keinginannya mendulang ilmu pengetahuan. Melai ilmu kanuragan, juga ilmu peternakan yaitu dengan beternak kerbau dan kuda.
"Nama Pangon diambil dari kebiasaan angon (menggembala) kerbau, seperti menjadi tradisi pada masa itu, " kata Mohamad tokoh pemuda di lingkungan Candi Gedog.
Di desa seberang terdapat Lurah Bendogerit bernama Swansang. Lurah Swansang dikenal sangat kaya dan memiliki banyak ternak, mulai kuda kerbau dan sapi. Karena mendengar kemampuan Joko Pangon pintar beternak kerbau, lurah Swansang bermaksud bekerja sama dengan perjanjian.
Tugas Joko Pangon memelihara kerbau milik juragan Swansang. Imbalannya, anak kerbau jantan menjadi milik Joko Pangon dan yang betina milik juragan itu. Keberuntungan berpihak pada Joko Pangon. Kerbau-kerbau juragan itu lebih banyak melahirkan anak jantan. Hal ini membuat Swansang geram. Maka diubahlah kesepakatan dengan Joko Pangon, yaitu anak kerbau betina yang boleh dimilikinya dan sebaliknya anak jantan menjadi hak lurah Swansang.
Tapi sejak kesepakatan diubah, kerbau-kerbau sang juragan Swansang lebih banyak melahirkan anak-anak kerbau jantan. Sang juragan Swansang semakin geram. Dia perintahkan sejumlah orang untuk membunuh Joko Pangon. Caranya, tangan dan kaki Joko Pangon diikat kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua di kompleks Candi Gedog.
Rusaknya candi diduga akibat bencana alam, yakni gunung Kelud meletus. Faktor lain berupa human error. Yaktu ada hubungan aksi massa dan penjarahan candi oleh sekelompok orang pada tahun 1965. Foto Pulung
Saat itu hanya anjing peliharaan Joko Pangon yang mengetahui keberadaan jasadnya. Anjing itu kemudian masuk ke dalam sumur mencari jasad Joko Pangon. Tapi setelah ditunggu lama, si anjing juga tidak juga muncul ke permukaan. “Kini di bawah pohon beringin itu terdapat sebuah sumur tempat jasad Mbah Joko Pangon berada dan tidak pernah ditemukan," ungkap Mohamad.
Begitu kuatnya legenda Joko Pangon, membuat sejumlah warga Gedog hingga kini masih rutin memberikan sesaji di sekitar situs. Lokasi ini memang dikenal warga sebagai tempat 'wingit' atau angker. Di tempat itu terdapat pohon beringin tua yang dianggap sebagai bersemayamnya arwah Joko Pangon.
Arwah Joko Pangon, bersemayam di pohon beringin tua itu dan dijaga oleh makhluk halus berbentuk anjing, ular, dan macan. Makhluk-makhluk halus penjaga Punden Joko Pangon ini disebut sering menampakan diri di hadapan warga.
Jika ada penampakan makhluk itu, bagi warga merupakan pertanda untuk segera melakukan upacara selamatan atau bersih desa. Warga selalu rutin menggelar upacara di Punden Joko Pangon. Danyang (penjaga gaib) yang tinggal di Punden Joko Pangon juga menyukai pertunjukan wayang kulit.
Selain itu, ada beberapa pantangan kepada warga Gedog agar tetap aman dan damai. Di antara larangan semua wanita tidak boleh mengurai rambutnya usai keramas. Warga Gedog juga dilarang memakai sarung bermotif kotak-kotak hitam putih yang lazim dipakai orang Bali.
Joko Pangon senang segala sesuatu itu bersih dan berhati-hati menjaga makamnya. Tapi pernah suatu seketika, tanpa sengaja salah satu warga memukulkan sabit hingga menyebabkan ujung yoni cuwil. Akhirnya keesokan harinya, orang tersebut meninggal ditembak pasukan Jepang.
Candi Gedog Menghilang
Dalam catatan Gubernur Jendral Raffles, disebut bahwa struktur Candi Gedog terdiri dari batu bata. Gubernur Jenderal asal Inggris itu menyatakan ketakjubannya. Sebagian besar ornamen candi dibuat dari batu. Beberapa sisi candi masih dalam keadaan utuh. Tetapi bagian dasar pintu masuk atau tangganya telah terpisah.
"Di sini juga ditemukan benda-benda kuno. Di antara kota yang telah ditinggalkan, dengan dinding-dinding dan alas dari batu, yang menarik untuk dicatat," tulisnya dalam History of Java.
Benda kuno yang ditemukan saat ekskavasi. Mulai dari pecahan gerabah, puing candi dan batu bata berukuran besar. Foto Pulung
Apa yang dinarasikan Raffles, kini tidak menemukan apapun bentuknya di Candi Gedok. Ornamen pintu masuk, tangga atau wujud candi secara utuh seperti yang disebut telah tiada. Di lokasi lebih banyak dijumpai pecahan batu bata. Potongan bata kuno yang sudah berlumut dan geripis. Puing-puing bata itu menyatu dengan gundukan tanah setinggi 1,5 meter. Ada juga susunan bata yang menyerupai pondasi bangunan. Posisinya separuh terpendam dalam tanah. Sejauh ini, hanya ada dua teori terkait alasan rusaknya candi yang diyakini secara rasional.
Selain batu bata kuno, di lokasi juga ditemukan Yoni. Namun, "Lingga" yang menjadi pasangannya tidak diketahui keberadaanya. Dalam terminologi Hindu, lingga yoni merupakan simbol kesuburan. Tidak banyak yang tahu juga sejarah pembangunan Candi Gedog, apakah dibangun saat era Kerajaan Kediri atau Majapahit. Meski begitu, kuat dugaan bahwa candi tersebut adalah tempat sembahyang atau peribadatan.
Proses ekskavasi tahap kedua sudah dilakukan selama 7 hari atas Situs Candi Gedog dan berakhir pada Rabu (26/5/2021). Ekskavasi dipimpin oleh arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Para arkeolog berhasil menemukan salah satu sudut dari struktur bangunan utama candi.
Dengan ditemukannya salah satu fondasi maka dimensi candi pun sudah diperkirakan ukuran dan bentuknya. Dengan adanya estimasi ukuran dimensi candi, pihak BPCB dapat memastikan bahwa apa yang tersisa dari Situs Candi Gedog sebenarnya tinggal struktur fondasinya saja yang terbuat dari batu bata.
Meski demikian, bukan berarti Situs Candi Gedog tidak layak untuk diselamatkan sebagai cagar budaya. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar akan segera mengajukan anggaran untuk ekskavasi lanjutan, yaitu ekskavasi tahap III atas Candi Gedog. (pul)