Memoar Kota Batavia dan Soerabaia
Abad.id - Ada peristiwa mengerikan yang dimonumenkan di Batavia pada 1722. Monumen itu untuk memberikan efek jera kepada warga agar tidak melakukan tindakan yang melawan pemerintah VOC. Peristiwa itu adalah hukuman mati terhadap Pieter Erberveld, yang dianggap bersekongkol dengan penguasa Banten yang hendak membunuh penguasa Batavia yang selanjutnya menguasai kota Batavia.
Prasasti Pieter Eberveld di Batavia
Pieter Erberveld adalah sosok yang dianggap pahlawan dari masa lalu Jakarta. Orang keturunan asing ini menjadi simbol perlawanan terhadap pemerintah VOC di Batavia. Ia bersama Raden Kartadriya (Banten) menyusun rencana membantai petinggi di Batavia. Namun rencana makar Pieter Erberveld ini terbongkar VOC. Pieter dikepung saat sedang rapat bersama kawan-kawannya. Lalu dihukum mati.
Ia dihukum mati bersama dengan Kartadriya dan 17 orang penduduk asli lainnya di halaman selatan Benteng Batavia, bukan di halaman Balai Kota. Pelaksanaan hukuman mati itu digambarkan sangat sadis, dilakukan dengan menarik kedua tangan dan kaki, masing-masing diikat pada seekor kuda. Lalu kuda dipacu untuk berlari. Akibatnya, anggota tubuhnya (tangan dan kaki) terlepas dari tubuhnya. Hal ini dilakukan VOC untuk memberikan efek jera kepada penduduk agar tidak lagi mencoba-coba melakukan perlawanan pada mereka.
Monumen ini berbentuk batu prasasti bertuliskan dalam dua aksara. Aksara Latin dan Jawa. Tinggi batu prasasti sekitar 2 meter yang di tempatkan menempel pada pagar tembok kediaman Pieter Erberveld di selatan tembok Benteng Batavia. Selanjutnya monumen ini dibongkar pada masa pendudukan Jepang, namun batu prasasti nya masih sempat disimpan di museum sejarah Jakarta, Fatahillah, dan replika nya dibuat lalu diabadikan di museum prasasti Jakarta.
APA Menariknya Bagi Surabaya?
Jika mengamati dimana monumen yang masih asli itu ditempatkan, maka terlihat batu prasasti itu berdiri menempel pada media pagar tembok yang khas di kota Batavia. Bagian tembok dan monumen ini sebagaimana terlihat pada foto yang berangka tahun 1882.
Prasasti yang bermedia tembok itu ditempelkan di tembok kediaman Eberveld di Batavia
Yang menarik bukan peristiwanya, tapi media dinding/tembok dimana monumen itu menempel. Mengapa? Model bangunan dinding tembok di Batavia itu mirip dengan tembok kota Surabaya. Jika dinding tembok di Batavia termasuk tembok kota Batavia sudah tidak ada karena termakan pembangunan dan perkembangan kota Jakarta, maka sebagian dari dinding/tembok Kota Surabaya itu masih ada.
Diduga sisa tembok itu adalah bagian dari tembok kota Surabaya. Meski yang berdiri hanya tersisa beberapa meter saja. Struktur tembok kota ini masih lengkap dengan sebuah pintu dan gerbang yang menjadi akses untuk keluar masuk dari dan ke wilayah kota bertembok.
Di era VOC pada abad 18, Surabaya merupakan kota bertembok, kota yang wilayahnya dipagari oleh tembok. Di beberapa titik tembok terdapat pintu-pintu untuk akses keluar termasuk serta terdapat pos-pos jaga.
Wilayah kota bertembok Surabaya ini kecil, luasnya hanya sekitar 4 hektar. Batas bagian timur kota adalah sungai Kalimas, batas selatan kota adalah Jalan Cendrawasih hingga Jalan Merak, batas barat kota adalah Jalan Krembangan Timur hingga menembus sebagian wilayah penjara Kalisosok dan terakhir batas utara kota adalah tembok yang pernah berdiri di sepanjang Jalan Garuda hingga ke Kalimas.
Karena perkembangan jaman yang terjadi pada awal abad 19, tembok kota yang membatasi wilayah kampung Eropa dirobohkan. Kecuali bagian tembok di jalan Oost Krembangan (Krembangan Timur) yang keberadaannya langsung menjadi pembatas properti kota. Hingga sekarang sisa tembok kota itu masih berdiri di tempatnya (insitu).
Keberadaan sisa tembok kota Surabaya ini memiliki kontruksi yang sama seperti yang pernah ada di kota Batavia, khususnya pada bagian yang menjadi bersandar nya monumen Pieter Erberveld. Tingginya tembok kota Surabaya pada bagian ini sekitar 2,5 meter. Pada bagian atas tembok berbentuk segitiga memuncak, miring keluar dan ke dalam.
Pendukung dari keberadaan sisa tembok kota Surabaya ini adalah adanya pintu yang kusennya terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20 cm. Selain itu juga ada sebuah pintu gerbang yang diduga sebagai gerbang rumah sakit VOC di mana di sebelah area bangunan rumah sakit pernah ada nama jalan Oude Hospitaal Straat (Jalan Rumah Sakit Lama) yang sekarang bernama Jalan Mliwis (bagian barat).
Secara kontruksi, pondasi tembok kota ini tersusun dengan batu bata keras yang berjajar tiga dan terpasang miring. Total lebar pondasi sekitar 1 meter dan ini bisa diamati di bawah kontruksi pintu. Sayang keberadaan struktur ini sudah terlupakan. Sementara di Jakarta struktur tembok yang pernah berdiri dibuatkan replika untuk menunjang replika monumen Pieter Erbelveld yang dibangun di Taman Prasasti di Tanah Abang, Jakarta.
Prasasti Memoir Tembok Kota Surabaya
Tembok era VOC di Jl Krembangan Timur Surabaya
Sisa tembok kota Surabaya yang masih berdiri di Jalan Krembangan Timur ini sudah terlupakan. Tidak banyak yang mengetahui akan keberadaan dan apalagi sejarah tembok Kota Surabaya. Sosoknya, sekarang, biasa-biasa saja. Tidak ada daya tariknya. Tidak ada keindahannya. Sangat sederhana. Bahkan akan berpotensi dibongkar jika ada yang memanfaatkan kawasan ini menjadi ladang bisnis.
Padahal sosoknya, meski tinggal beberapa meter saja, bisa menjadi media edukasi baik sejarah maupun sipil untuk masyarakat luas. Sosoknya yang berada di kawasan Kota Tua Surabaya juga bisa menjadi obyek pariwisata kota tua Surabaya, untuk menunjang keberadaan kota tua Surabaya. Ketika kebanyakan orang tidak mengerti arti dan sosok fragmen tembok kota, maka bagaimana agar mereka bisa mengetahui dan bahkan bisa mengerti.
Jawabannya tentu memberi perhatian terhadap peninggalan yang diduga dari era VOC ini. Kita bisa meniru bagaimana sebuah monumen Pieter Erberveld dibangun kala itu pada tahun 1770-an di bagian tembok kota Batavia. Misalnya dengan menempatkan narasi yang dituliskan pada batu untuk menjadi sebuah prasasti memoir tentang pernah adanya tembok kota Surabaya. Nah, prasasti memoir tembok kota Surabaya ini dipasang atau dibangun menempel pada tembok kuno di jalan Krembangan Timur. Dengan demikian, keberadaannya akan diketahui publik dan sekaligus keberadaannya akan bisa terjaga. Bagaimana ? (Nanang)