images/images-1668781117.jpg
Sejarah
Budaya

Tontonan Rakyat, Pilih Sandiwara Toneel atau Bioskop

Author Abad

Nov 19, 2022

428 views

24 Comments

Save

Foto dok tiem Femina

abad.id-“Bermain di sini Boon Toneel Opera Boeat sedikit Hari Lagi”. Demikian bunyi iklan pada spanduk yyang terpasang di sebuah gedung yang difoto pada tahun 1938. Dalam foto tersebut gedung berdinding  seng dan beratap daun ilalang. Ternyata tempat itu bangunan pertunjukan sebuah sandiwara keliling pada jaman Belanda.

 

Bintang panggung dalam sandiwara itu bernama Sofiati yang lebih dikenal dengan sebutan Miss Boon. Tampak pula sutradara Mohammad said yang masih bersaudara dengan Miss Boon. Dalam kesempataan lain, sang bintang Miss Boon berpose sebelum pertunjukan dengan latar belakang tempat berjualan karcis. Usai hancurnya industri pertunjukan keliling toneel saat tentara Jepang masuk, sutradara Muhamad Said banting setir ke film. Beberapa karyanya telah diputar di gedung bioskop seperti Film Untuk sang Merah Putih, serta Film Sampah dan Dr Samsi. Beberapa nama artis yang pernah terlibat dalam film tahun 1950an itu misalnya Nurhasanah, Titin Sumarni, dan Nurnaningsing.

 

Foto dok tiem Femina

 

Tidak hanya sandiwara toneel yang keliling, dulu juga terdapat tontonan bioskop keliling. Ciri-ciri bioskop keliling selalu digelar di tengah lapangan desa selama satu minggu, dan akan pindah tempat jika penonton mulai sepi. Cara promosi bioskop keliling sungguh unik. Yaitu petugas bioskop keliling kampung menggunakan dokar dan membawa tetabuhan drum dan trompet. Petugas berkeliling kampung pada pagi hari untuk menyampaikan jadwal film yang akan diputar nanti malam.  Waktu itu belum ada pengeras suara, jika ada biasanya hanya orang kaya yang mampu beli. Toko yang menjual berada di Batavia dan Meester Cornelis (Sekarang Jatinegara).

 

Para penggemar film akan familiar dengan bunyi trojing trojing keliling itu. Mereka akan mendekat delman untuk bisa membaca dan melihat poster film. Tidak ada suara orang ada di delman, kecuali trojing trojing suara trompet dan drum. Puas berkeliling, petugas bioskop akan kembali ke tempat untuk menyiapkan tontonan. Umumnya bioskop keliling ini berbarengan dengan kegiatan pasar malam di alun alun atau di lapangan desa.

 

Kini waktu memasuki senja pukul 18.00, petugas bioskop mulai menyambut para penggemar film. Di emperan gedung bioskop dekat pintu loket sudah siap penyambutan berupa musik orkes mini. Terdiri sebuah drum, gitar ukelele dan biola. Film akan diputar pukul 20.30, setelah penonton masuk semua dan membeli tiket. Diputar berupa film bisu tanpa suara dan dialog. Jenis yang disukai film barat action, dengan artis favorit Charlie Chaplin, Eddy Polo, Hoot Gipson, Tom Mix dan Ken Meynard. Tidak ada film karya orang lokal warga Hindia Belanda saat itu.

 

Karcis yang dikeluarkan petugas bioskop istilahnya catutan, dengan harga kursi balkon 10 sen, di kelas 1 seharga 7 sen, kursi kelas 2 seharga 5 sen, dan kursi kelas 3 seharga 3 sen. Selama di dalam gedung bioskop jangan pernah berbuat cabul, sebab bangku telah dipisah lorong antara pria dan wanita. Penonton wanita duduk di kiri lorong dan penonton pria duduk di kanan lorong. Namun khusus suami istri masih ada toleransi untuk duduk bersebelahan.

 

Film belum dimulai, sebab kursi masih banyak kosong dan penonton di luar belum juga masuk. Sayub sayub terdengar suara para penjual keliling menjajakan makanannya. “ Kacang-kacang, permen-permen, minum-minum, kwaci-kwaci,”. Makanan yang dijual dibungkus dengan contong kertas dengan harga 1 sen setiap contong. Namun film belum juga dimulai, dan cuaca di dalam mulai gerah. Sayub sayub mulai terdengar suara anak kecil rewel.

 

“ Kring” bel berbunyi sangat panjang, sebagai tanda lima menit lagi film segera diputar. Dua menit kemudian terdengar suara kring kedua, dan saatnya penerangan lampu mulai dikurangi. Tiba-tiba suara penonton mulai bersemangat. Ada yang teplok tangan, ada suara suit suit kegirangan. Di luar suara orkes yang menyambut mulai berhenti dan kini lampu mulai benar benar padam.

 

Sesat muncul lampu proyektor menyinari layar putih. Tampak gambar Wihelmina Ratu Belanda membuka, diiringi lagu nasional Belanda yang dimainkan orkestra mini. Selanjutnya disusul slide reklame film. Seteah selesai, munculah pertunjukan film sesungguhnya. Film itu bisu tanpa suara. Panjang durasi sekitar 2 jam, namun harus berhenti tiap 15 menit. Istilahnya pause selama 3 menit, kemudian dilanjutkan kembali. Selama pause ini  suasana sunyi, tanpa lampu dan tanpa suara. Semua seisi bioskop seperti pasrah dengan teknologi proyektor yang terbatas. Sebab saat itu tidak mengenal proyektor ganda seperti sekarang, sehingga waktu pause menjadi lebih singkat.

 

Film yang ditonton memang bisu, namun bukan berarti di dalam bioskop menjadi hening. Kadang terdengar gelak tawa dan suara riuh jika adegan film memang seru. Namun tidak kalah penting peran mini opera. Sebab selama pertunjukan berlangsung, suara opera selalu mengiringi film. Saat suasana sedih, pemain biola menggesek alunan sendu, saat adegan action pemain orkestra mengiringi dengan musik keras dan cepat.

 

Kini film telah selesai dan lampu mulai dinyalakan bersama. Satu persatu penonton meninggalkan tempat duduknya. Mereka berjalan menuju pintu dengan melewati lorong. Tampak pakaian penonton beraneka jenis berusaha menunjukan baju terbaiknya. Ada yang memakai celana dan kemeja serta bersepatu kulit, ada pula yang memakai jas tutup dan celana panjang hanya memakai sandal. Serta ada penonton lain memakai baju tidur piyama dan bawahan sarung tanpa alas kaki. Sedangkan penonton perempuan umumnya memggunakan kebaya. (pul)

 

Artikel lainnya

Reruntuhan St Paul's College Makau Sangat Memukau

Pulung Ciptoaji

Dec 27, 2022

Surabaya Sambut Kapal Pesiar MS Viking Mars

Author Abad

Dec 20, 2022

Jugun Ianfu Dipaksa Melayani Seks 10 Orang Sehari

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Dari Kolaborasi ke Nominasi

Author Abad

Oct 26, 2022