Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Sunan Bungkul atau yang memiliki nama asli Ki Ageng Supo atau Mpu Supo seorang bangsawan dari Kerajaan Majapahit yang setelah memeluk Islam. Lalu ia menggunakan nama Ki Ageng Mahmuddin. Ia adalah salah satu penyebar agama Islam di akhir kejayaan Kerajaan Majapahit pada abad ke-15 di antara masa Sunan Ampel pada 1400-1481 M.
Nama Ki Ageng Supo dua kali disebut dalam peristiwa besar dalam kisah para sunan. Kisah pertama saat Ki Ageng Supo menjalih menjadi mertua Sunan Ampel, dan cerita lain behubungan dengan Raden Paku atau yang lebih dikenal dengan Sunan Giri yang juga menjadi menantunya.
Dijelaskan dalam bukunya Kisah Walisongi tulisan Baidlowi Syamsuri, ada suatu cerita masyarakat tentang Ki Ageng Supa yang ingin menikahkan puterinya Dewi Wardah. Hingga usia menjelang dewasa, belum juga mendapatkan sosok lelaki yang diinginkan. Lalu Ki Ageng Supo membuat sayembara. “Barang siapa laki-laki yang dapat memetik delima yang tumbuh di kebunnya akan dijodohkan dengan putri Ki Ageng Supa yang bernama Dewi Wardah”.
Sudah banyak orang laki-laki yang mencoba mengikuti sayembara, namun belum ada yang berhasil memetik buah delima yang dimaksud. Bahkan sebagian dari mereka ketika memanjat berusaha untuk mengambil buah delima malah jatuh dan berakhir dengan kematian.
Pada suatu hari Raden Paku yang kurang beberapa hari lagi melangsungkan pernikahan dengan Putri Sunan Ampel Dewi Murthasiah pergi ke Ampeldelta. Secara kebetulan dalam perjalanan itu melewati pekarangan rumah milik Ki Ageng Supo. Saat berjalan melewati bawah pohon delima yang dimaksud, tiba-tiba sebuah buah pohon delima itu jatuh tepat mengenahi kepala Raden Paku. Dalam keadaan demikian, tiba tiba saja Ki Ageng Supo muncul menemuhi Raden Paku.
“ Mau kemanakah engkau, dan apa yang sedang engkau ambil,” tanya Ki Ageng Supo.
“ Maaf Ki Ageng, saya tidak bermaksud mengambilnya. Ketika saya lewat buah delima ini jatuh sendiri dan mengenahi kepala saya,” jawab Raden Paku.
“ Itu artinya kau harus kawin dengan putriku yang bernama Dewi Wardah,” kata Ki Ageng Supo.
“Tapi..., sesungguhnya sebentar lagi saya akan dinikahkan dengan putri kanjeng Sunan Ampel,” jelas Raden Paku.
“ Saya sudah dengan kabar itu, namun katakan saja kejadian ini kepada Sunan Ampel,”
Dengan perasaan tidak menentu, Raden Paku segera menemuhi pesantren Sunan Ampel. Dihadapan Sunan Ampel, Raden Paku menceritakan apa yang baru dialaminya.
“ Jika benar yang dikatakan Ki Ageng Supo, berbahagialah engkau, karena sebentar lagi engkau akan diambil menantu oleh Ki Ageng Supo. Engkau akan dijodohkan dengan putri beliau yang bernama Dewi Wardah” kata Sunan Ampel
“Kanjeng Sunan, saya tidak mengerti apa maksudnya, bukankah sebentar lagi saya akan menikah dengan putri kanjeng Sunan” tanya Raden Paku
“Agaknya ini sudah menjadi suratan takdir bahwa engkau akan mempunyai dua orang istri, putriku Dewi Murtosiah dan putri Ki Ageng Supo, Dewi Wardah”.
Kemudian Sunan Ampel menceritakan perihal sayembara yang telah dibuat Ki Ageng Supo. Banyak peserta sayembara itu dan selalu bernasib naas. Raden Paku mengangguk-angguk mendengar cerita Sunan Ampel.
Dalam pernyataan lain Baidlowi Syamsuri punya kesimpulan lain, bahwa sebenarnya Ki Ageng Bungkul memang sengaja melempar buah delima itu ke sungai. Buah delima itu dihanyutkan ke Sungai Kalimas yang mengalir ke utara. Alur air sungai ini bercabang di Ngemplak menjadi dua. Percabangan sebelah kiri menuju Ujung dan sebelah kanan menuju kali Pegirikan. Buah delima itu terapung dan hanyut ke kanan.
Suatu pagi seorang santri Sunan Ampel yang hendak berwudhu di sungai Pegirikan Desa Ngampeldenta, menemukan delima itu. tidak terlalu lama kemudian, Ki Ageng Supo datang sambil berpura pura mencari buah delimanya yang hilang. Sebab buah delima itu milik anak kesayangannya Dewi Wardah yang jatuh ke sungai.
Mendengar keterangan Ki Ageng Supo ini, Raden Paku menunjukan buah delima yang baru saja ditemukan. Ternyata benar, buah deliam itu milik Ki Ageng Supo. Serta karena sudah terlanjur janji bahwa yang menemukan buah delima itu akan dinikahkan dengan Dewi Wardah, maka Raden Paku dituntut menjadi pemenangnya.
Ki Ageng Supo akhirnya memperoleh mantu seorang santri dari Ampeldenta yakni Raden Paku. Sedangkan Raden Paku akhirnya menikahi dua orang putri sekaligus, yaitu Dewi Murtosiah anak Sunan Ampel dan Dewi Wardah putri Ki Ageng Supo di hari yang sama. Sementara Nyai Ageng Pinatih merasa bangga dan senang atas pernikahan putra angkatnya. Karena dalam sehari sekaligus punya 2 mantu.
Sunan Ampel Menantu Ki Ageng Supo
Jauh sebelum cerita Raden Paku menemukan buah delima hingga akhirnya harus menikah dengan Dewi Wardah anak Ki Ageng Supo, kisah berkah buah delima ini juga menimpa Sunan Ampel. Sebenarnya hubungan Sunan Ampel dan Ki Ageng Supo sangat dekat. Yaitu Mbah Bungkul salah satu santri njobo atau murid Sunan Ampel. Raden Rahmad tinggal di pesantren kawasan Ampeldelta, sementara Sunan Bungkul tinggal di tempat lain. Namun bagi siapapun yang hendak memasukui kawasan AmpelDelta dipastikan akan melewati pekarangan rumah Sunan Bungkul.
Pesantren Ampeldelta semakin maju dan banyak santri yang berdatangan belajar ditempat itu. para santri berasal dari banyak kalangan, mulai pembesar kerajaan, anak pejabat bupati hingga rakyat biasa. Hingga suatu saat, Raden Rahmad mengambil air wudhu di sungi dekat pesantren. Dilihatnya mengapung buah delima yang cantik. Tanpa berfikir panjang diambillah buah delima itu. rupanya godaan buah delima itu membuat Raden Rahmad lupa bertanya siapa pemiliknya. Usai sholat, buah delima itu dimakannya.
Namn saat tinggal separoh, barulah Raden Rahmad menyesal. Sebab terlanjur memakan buah delima dan tidak mencari siapa pemiliknya. Karena itu Raden Rahmad berjalan menelusuri sungai untuk mencari siapa pemilik pohon delima itu. satu persatu pekarangan rumah warga diperhatikan, dan tidak ada yang memiliki pohon delima. Hingga suatu saat di tepian sungai, Raden Rahmad bertemu dengan Ki Ageng Supo salah satu santrinya.
Ki Ageng Supo menceritakan sedang mencari sebutir buah delima yang jatuh ke sungai. Maka Raden Rahmad langsung meminta maaf, sebab telah menemukan buah delima itu dan langsung memakannya. Kini buah delima iu tingga separoh. Mendengar keteranan Raden Rahmad, rupanya Ki Ageng Supo berubah mimiknya dan tidak mau memaafkan. Dikatannya, bahwa buah delima itu milik putrinya yang sekarang sedang menangis mencari buah kesayangannya.
Raden rahmad merasa sedih, dan berjanji akan mengganti buah yang terlanjur dimakannya. Meskipun demikian, Ki Ageng Supo tetap menolak ganti rugi yang ditawarkan Sunan Ampel.
“Lalu bagaimana maksud Ki Ageng Supo menyelesaikan masalah ini, kenapa ki Ageng bersikap demikian tidak ihklas dari sekedar sebutir buah delima,” tanya Raden Rahmad
“Saya bisa memaafkan kanjeng Raden Rahmad, asalkan bersedia menjadi suami putri saya yang kehilangan buah delima itu. Dia namanya Siti Karimah seorang gadis yang tuli, bisu dan lumpuh,” jelas Ki Ageng Supo.
Mendenbar syarat itu Raden Rahmad langsung terkejut. Kenapa sampai menjadi serius permasalahannya. Padahal hanya sebutir buah delima, harus menikah dengan seorang gadis. Pikir punya pikir, akhirnya Raden Rahmad menyerah dan bersedia menikah dengan anak Ki Ageng Supo.
Rupanya Ki Ageng Supo sangat gembira dan lega kesediaan Raden Rahmad itu. Maka diajaklah Raden Rahmad ke rumah sunan bungkul dan dikenalkan ke anaknya Siti Karimah calon istrinya. Maka betapa terkejudnya Raden Rahmad ketika melihat pertama kali Siti Karimah itu, ternyata tidak seperti yang disebutkan Ki Ageng Supo. Bahwa yang dimaksud anaknya tuli bisu dan lumpuh ialah tidak pernah mendengarkan dan melihat serta melangkahkan kakinya kepada maksiat. (pul)