abad.id-Petualangan Westerling di Indonesia tidak hanya selesai dengan aksi coboy di PRRI/Permesta Sulawesi. Westerling masih melakukan aksi pemberontakan APRA pada 23 Januari 1950 di Bandung. lalu apa maksudnya Westerling memakai nama Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Pria bernama lengkap Raymond Pierre Paul Westerling berayah Paul Westerling dan ibu Sophia Moutzou. Karena lahir di Turki maka gelar “Si Kapten Turki”. Semenjak usia 5 tahun ia telah ditinggalkan orang tuanya. Kehidupan yang keras di eropa berpengaruh pada kepribadiannya yang bebas dan berjiwa mandiri.
Westerling pernah terlibat dalam perang dunia ke II di eropa dan memilih bergabung dengan pasukan khusus Belanda Depot Speciale Troepen (DST) untuk agresi militer di Indonesia. Kapten Westerling terlibat pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi pada Desember 1946 hingga Februari 1947. Westerling ditugasi untuk menumpas pemberontak. Pelaku pemberontak meeka yang dianggap kelompok nasionalis atau republikein, rakyat revolusioner yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.
APRA memberi ultimatum kepada pemerintah RIS dan Negara Pasundan supaya diakui sebagai Tentara Pasundan. Serta menolak usaha-usaha pemerintah Sukarno Hatta melakukan upaya pembubaran negara boneka. Rupanya ultimatum ini tidak dihiraukan pemerintah RIS di Jakarta. Foto 30 Tahun Indonesia Merdeka
Diceritaan Westerling memulai operasinya dengan membangun kamp di Mattoangin. Pagi hari dari kamp, pasukan DST bergerak ke kampung Batua. Warga dari kampung sekitar yakni Borong, Patunuang, Parang, dan Baray juga dibariskan di lapangan rumput. Westerling mencari para pendukung kemerdekaan yang melawan Belanda. Ia menanyakan siapa saja yang ikut Wolter Monginsidi memberontak. Di hadapan penduduk, mereka yang dicurigai dan dituduh, ditembak mati di tempat. Bahkan rumah-rumah dibakar dan diledakkan dengan granat.
Kemudian pada 1 Februari, DST dan KNIL menggelar operasinya di Galung Lombok. Sebanyak 364 orang tewas. Operasi Westerling berlangsung selama Desember 1946 hingga 21 Februari 1947 itu telah menewaskan 40 ribu orang di Sulawesi.
Pembantaian Westerling menjadi salah satu tragedi terkelam bangsa Indonesia. Bahkan konon lebih kejam dari kelakuan Hitler terhadap kaum Yahudi di eropa. Kekejaman itu meninggalkan penderitaan dan trauma yang mendalam hingga saat ini. Namun setelah agresi militer, pihak Belanda justru menyelamatkan Westerling dari ancaman pidana kejahatan perang. Belanda hanya menghentikan status sebagai tentara kepada kapten Westerling.
Belum puas dengan aksi di Sulawesi, kisah petualangan Westerling kembali terjadi di Bandung Jawa Barat. Saat itu sang kapten sebenarnya sudah berniat kembali menjadi warga sipil dan tinggal di Jawa Barat. Westerling menikah dengan kekasihnya dan bekerja sebagai petani sayur. Untuk mencukupi kekuangan hidupnya, Westerling juga menyewakan kendaraan dan alat berat. Hingga suatu saat pergolakan politik menantang Westerling untuk kembali angkat senjata.
Saat itu beberapa personil pasukan KNIL yang tidak mengakui keberadaan Republik Indonesia Serikat datang bertamu. Mereka mengeluh dengan ketidak adilan akan dilakukan peleburan pasukan KNIL ke dalam TNI.
Rupanya Westerling terpengaruh, dan sadar bahwa perjuangan meneguhkan kembali kolonialisme belanda dengan cara agresi militer di Indonesia menjadi sia-sia. Dia berusaha untuk mempertahankan bentuk negara federal dan menolak Republik Indonesia Serikat (RIS). Westerling menilai, RIS di bawah Soekarno dan Hatta terlalu fokus pada wilayah Jawa atau Jawa sentris. Alasan menolak hasil Komisi Meja Bundar (KMB) karena dianggap Kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL (Koninklijk Leger) dari Indonesia.
Ketakutan Westering dan kawan kawan akan ada diskriminasi dan ancaman hukuman atas kejahatan perang yang perah dilakukan. Merasa kehidupannya sengsara oleh keputusan KMB, Westerling langsung naik pintam dan melakukan perlawanan. Sang kapten sepakat membentuk pasukan APRA yang anggotanya 800 pasukan sisa-sisa KNIL yang memberontak serta mantan anak buahnya di DST.
Dalam otobiografinya seperti dikutip Agus N. Cahyo dalam buku Tragedi Westerling Sang Pembantai Rakyat Indonesia, Westerling mengungkapkan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) adalah milisi dan tentara swasta pro-Belanda yang didirikan pada masa revolusi Indonesia. Nama ‘Ratu Adil’ sendiri diadopsi Westerling dari kitab Ramalan Jayabaya. Dari kitab Jangka Jayabaya itu dituliskan tentang datangnya "Sang Ratu Adil".
Pada tanggal 23 Januari 1950 gerombolan APRA melancarkan serangan ke kota Bandung. setiap anggota TNI yang mereka temui baik bersenjata maupun kepas tugas langsung dibunuh. Foto Foto 30 Tahun Indonesia Merdeka
Ratu Adil mitologi Jawa yang dalam serat-serat kuno menyatakan, bahwa akan datang pemimpin Nusantara yang akan menjadi penyelamat, keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pemimpin itu disebut juga "Herucokro". Jawa kuno mengenal sosok Ratu Adil sosok keturunan dari Krisna. Sosok yang diyakini sebagai bukti janji dari Sabdo Palon yang merupakan Pamomong tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam.
Serta dalam Uga Wangsit Siliwangi tertulis bahwa Ratu Adil atau budak angon (kiasan dari orang atau golongan rakyat biasa). Disebutkan pula bahwa ratu adil atau budak angon ditemani oleh pemuda berjanggut (orang yang dekat sebagai penasehat). Budak angon digambarkan sebagai pemuda yang menggembalakan daun dan rating pohon kering yang bisa diartikan sebagai pemuda yang mengembara membawa alat tulis guna menjalankan amanatnya mencari solusi pada masa sulit demi menciptakan kedamaian dunia dalam kebaikan pada masa depan.
Rupanya Westerling sangat paham tentang kepercayaan orang jawa ini. Ramalan itu diyakini sangat mirip dengan diri Raymond Westerling. Sehingga dengan penuh percaya diri, sang kapten selalu tampil di mimbar panggung dan menyebut diri “sang ratu adil” telah lahir. (pul)