Penulis : Pulung Ciptoaji
Abad.idCerita banyak anggota pasukan NICA Belanda yang menyerang tentara republik bukan hanya berasal dari golongan kulit putih saja. Ternyata banyak kaum pribumi yang masih loyal dengan kehadiran kolonialisasi dan setia bergabung dengan tentara Belanda. Mereka umumnya pasukan terlatih yang pernah mengenyam pendidikan KNIL, atau pasukan OPAS. Namun ada juga relawan pribumi yang benar benar benar ingin kembali zona kemapanan yang sempat hilang sejak kehadiran Jepang. Orang –orang menyebutnya londo ireng.
Sebenanya sudah lama para londo ireng ini menjadi bagian dari sejarah kolonialisasi Belanda. Saat perang Diponegoro misalnya, Belanda sangat tergantung dengan pasukan Londo ireng asal Sulawesi dan orang Ambon. Mereka mendapat tugas dari Hindia Belanda untuk melakukan perlawanan dengan bayaran sangat menggiurkan. Saat itu memang masih belum ada nilai nilai nasionalisme di bumi nusantara. Sehingga Belanda memanfaatkan tenaga kasar orang pribumi dari kerajaan lain sebagai tulang punggung serangan.
Perkembangan waktu, londo ireng ini direkrut secara resmi sebagai pegawai dan mendapat pendidikan khusus militer. Mereka menyebutnya dengan pasukan KNIL. Organ pasukan KNIL ini berasal dari warga pribumi berpendikan rendah dan hanya beberapa orang saja yang berpangkat perwira. Dalam struktur tentara Hindia Belanda yang berpangkat perwira pribumi itu pasti pernah mengenyam pendidikan di KMA atau Coro Bandung. Paling tinggi orang pribumi yang berpangkat hanya Mayor Orip Soemoharjo, serta Letan Nasution.
Di era tahun 1940, rupanya Belanda tidak memperhitungkan kehadiran Jepang yang akan melakukan ekspansi ke wilayah Asia. Bagi Belanda, negara Jepang adalah sahabat secara ekonomi dan punya hubungan dagang sangat lama. Belanda juga tidak mempersiapkan kekuatan militernya secara kuat saat munculnya serangan Jepang. Jumlah perwira sangat terbatas dengan minim pengalaman tempur. Bahkan personel pasukan KNIL hampir 80 persen warga pribumi yang berpangkat rendah.
pasukan terlatih yang pernah mengenyam pendidikan KNIL, atau pasukan OPAS. Namun ada juga relawan pribumi yang benar benar benar ingin kembali zona kemapanan yang sempat hilang sejak kehadiran Jepang. Orang –orang menyebutnya londo ireng. Foto dok net
Kelemahan pertahanan Hindia Belanda di Pulau Jawa sangat meninggalkan kesan yang mendalam bagi peduduk pribumi. Hampir semua penulis membahas bagaimana kekejaman londo ireng ini terhadap warga pribumi, yang menurut mereka bentuk kewibawaan dan selalu melecehkan. Sehingga kehadiran Jepang saat menyerbu Jawa sama sekali tidak didukung oleh rakyat. Warga pribumi justru merasa senang ketika Belanda terkena musibah kalah perang di mana-mana. Namun sebagian aktifis pergerakan kemerdekaan juga menyalahkan Belanda, sebab banyak pasukan KNIL yang sebenarnya londo ireng itu berguguran menghadapi pasukan Jepang.
Tidak ada catatan atau penghargaan dari pemerintah Belanda atas kepahlawanan para pejuang KNIL ini. Hanya iming iming kenaikan pangkat bagi orang tententu yang dianggap berjasa. Misalnya Nasional secara tiba-tiba dinaikan pangkatnya menjadi Letnan dan diberi mandat memimpin pasukan. Sebagai lain banyak tentara KNIL pribumi memilh desersi atau keluar dari medan pertempuran, atau bertempur setengah hati sambil melihat situasi.
Nasution salah satunya. Saat itu mendapatkan tugas perang di Rembang yaitu mempertahankan wilayah dari gempuran Jepang. Namun dalam perjalannya, Nasution dan pasukannya memilih kabur dan kocar kacir dari serangan tentara Jepang dengan persenjataan jauh lebih modern. Nasution harus lari tunggang langgang dan berlindung dari pohon ke pohon. Sementara komandan batalyon warga kulit putih juga memilh menyelamatkan diri. Akhirnya mereka menyerah ke tangan Jepang.” Saya ini bukan orang Belanda, mengapa membiarkan diri saya ditangkap Jepang,” kata Nasution kepada temannya yang berdarah Indo.
Ternyata tentara Jepang juga memilih siapa saja yang harus ditahan. Bagi mereka yang berwajah pribumi langsung disuruh pergi. Jepang hanya mengamankan orang kulit putih dan Indo. “ Setelah memotong celana, saya melilitkan sebuah sarung di pinggang dan bisa pergi begitu saja,” cerita Nasution dalam buku tulisan lambert Gieberls.
Setelah tidak menjadi pasukan KNIL, Nasution memilh menjadi Guru. Sementara bagi mereka yang memiliki jiwa nasionalisme, kekalahan Belanda dan kemenanan Jepang ini berarti berakhir masa kehidupan sebagai budak kolonial. Namun bagi Belanda, secara formal organ pasukan KNIL ini masih diakui dan suatu saat masih bisa dikendalikan saat memulihkan kolonialisasi di Indonesia.
Londo Ireng dan Kemenangan Agresi Militer Belanda
Tidak semua warga negara Indonesia ikut gembira saat kabar proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Sebagia warga malah mengharapkan kembalinya Belanda, dengan harapan bisa menikmati kejayaan dan kemapanan. Bagi para londo ireng ini, keyakinan mereka terpilah menjadi dua kelompok. Kelompok besar tidak lagi menganggap ratu Belanda sebagai pemimpin tertinggi, dan memilih melebur ke dalam TKR. Kelompok ini dibawah kepemimpinan Mayor Oerip Soemoharjo dan Nasution. Serta kelompok pasukan KNIL lain yang diam diam sudah mendengar kabar akan kembalinya Van Mook. Saat ini rombongan Van Mook hendak berangkat dari pelabuhan Australia, lengkap dengan mantan komandan serta pimpinan pamong praja. Kelompok ini tidak yakin Sukarno bisa membentuk sebuah negara.
Mereka para londo ieng itu secara terbuka bergabung dalam beberapa organisasi bentukan Belanda. Salah satunya Nederlands Indie Civil Administration NICA. Selain menginginkan kehidupan mapan secara mudah, serangkaian alasan politis juga menjadi penyebab mata hati mereka terhadap saudara sebangsa dan tanah air tertutup rapat. Alih-alih membantu di medan juang menjaga kedaulatan, mereka bahkan rela menjadi pengkhianat saudara sebangsa, sehingga menorehkan kisah buram di tanah air.
Belanda yang sudah ratusan tahun menanamkan pengaruh kolonialnya di tanah air, membuat sebagian rakyat tunduk dan patuh. Bagi mereka, nasionalisme dan angin kemerdekaan, hanyalah buaian mimpi belaka yang mustahil terjadi. Banyak kalangan terpelajar Indonesia, lebih memilih kembali menjadi pegawai kolonial Belanda. Kemapanan, finansial dan jaminan hidup, lebih mudah dibanding bersimbah darah di medan pertempuran dengan ancaman kematian.
Para aristokrat dan bangsawan (raja-raja) juga ikut termakan rayuan duniwai yang ditawarkan para penjajah. Pada zaman itu, bukanlah hal aneh jika para raja, bangsawan maupun pejabatnya dekat dengan pemerintahan kolonial. Motivasi mereka pun beragam. Ada yang dekat karena ingin diangkat menjadi raja atau pemangku wilayah karesidenan, menjadi pegawai sipilnya saja. Dan bagi rakyat biasa, ia rela menjadi centeng hingga mata-mata Belanda karena tergiur oleh upah.
Peranan NICA sangatlah vital bagi kelangsungan eksistensi penjajah kolonial. Tugas utamanya adalah mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum sesuai dengan undang-undang ala kolonial Hindia Belanda. Organisasi yang dibentuk pada 1944 di Australia ini, menjadi penghubung Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di pengasingan dengan Komando Tertinggi Sekutu di Wilayah Pasifik Barat Daya (SWPA/South West Pacific Area).
Bisa dibilang, organisasi ini merupakan lembaga yang menampung wilayah Hindia Belanda setelah berhasil direbut oleh Sekutu dari tangan Jepang. Dalam strateginya NICA sempat berganti-ganti nama karena ditentang pemerintah Indonesia demi tegaknya kolonialisme di Indonesia. Anggota NICA bersama Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) dipersenjatai untuk memerangi Indonesia. Penduduk bumiputera menjadi musuh karena memerangi saudara sendiri.
Setelah Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya, ada saja teknik dan siasat Belanda agar masih memiliki kesempatan berkuasa kembali. Dengan membonceng Inggris, mereka pun kembali mempersenjatai para anggota NICA dan KNIL di Indonesia. Alhasil, pertempuran besar seperti peristiwa Surabaya, Palagan Ambarawa dan Medan Area, kembali terjadi di tanah air. Mirisnya, banyak dari anggota NICA adalah orang-orang pribumi yang sampai hati membunuh saudararnya sendiri. Tentara lokal inilah yang tergabung dalam kompi V Andjing NICA yang terkenal sadis dan haus darah. (pul)
abad.id-Kemampuan Bung Karno dan Pak Harto sejajar. Keduanya menguasai 8 unsur alam. Makanya ketika memimpin, mereka bisa disegani atau bahkan ditakuti. Ilmu keduanya kini diperebutkan banyak orang.
Abad.id Nama Bung Karno dan Pak Harto bukan hanya populer seantero Nusantara, tetapi juga ke penjuru dunia. Meski orang Eropa dan Amerika belum pernah ke Indonesia, mereka pasti tahu nama Sukarno dan Suharto.
Kehebatan linuwih kedua sosok ini banyak diakui kalangan spiritual dan budayawan. Kemampuan keduanya bahkan tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Sebab sama-sama pemimpin Indonesia yang disegani dunia.
Menurut Gus Putro, budayawan asal Jawa Timur, Bung Karno dan Pak Harto adalah pemimpin yang suka menjalani laku prihatin. Mereka suka blusukan ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang untuk melakukan ritual.
“Tidak banyak orang memiliki ilmu Bung Karno dan Pak Harto. Kedua memiliki banyak ilmu. Tapi ada satu ilmu yang dimiliki keduanya yang tidak dimiliki banyak orang. Ilmu itu bernama Hasta Brata,” kata pendiri sekaligus pimpinan Padepokan Laskar Sambernyowo.
Konon, siapapun orang yang memiliki ilmu Hasta Brata, mereka dapat menguasai segalanya. Orang yang memiliki ilmu ini, lanjut Gus Putro, dapat menguasai 8 unsur alam, yakni bumi, langit, angin, samudera, rembulan, matahari, api, dan bintang. Orang yang sanggup menguasai 8 unsur alam, mereka dengan mudah menguasai ilmu-ilmu lain.
Kemampuan Bung Karno dan Pak Harto sebenarnya kemampuan tiban. Mereka mendapatkan kemampuan tanpa belajar. Seperti ketika Sukarno kecil sakit. Setelah sehat, datanglah kakek Sukarno, Hardjodikromo yang tinggal di Kota Tulungagung. Sang kakek melihat ada sesuatu yang lain pada diri Sukarno kecil. Kakek Sukarno adalah seorang linuwih. Ia bisa menjilati bara api pada sebuah besi yang menyala. Di situ dia melihat ada kekuatan besar dalam diri Sukarno. Menurut Hardjodikromo, kelak Sukarno akan menguasai 8 unsur alam.
Demikian pula dengan Suharto. Ketika seorang guru spiritual bernama Rama Marta bertemu Suharto, dia langsung membaca tanda-tanda itu dan berkata, “Lha iki jago wirig kuningku (lha ini jago aduanku datang).”
Dalam budaya Jawa, wirig kuning adalah ayam jago dengan kaki serta paruh berwarna kuning, dan dikenal tangguh dalam bertarung. Itulah tanda-tanda bahwa Suharto bakal menjadi pemimpin hebat.
Baik Bung Karno dan Pak Harto, keduanya sama-sama memiliki ilmu tinggi. Keduanya juga mampu menguasai 8 unsur alam. Sehingga, mereka pun kadang terlihat saling segan. Itu bisa diketahui saat Bung Karno menyebut nama Pak Harto tiga kali.
“Tidak Juga engkau Suharto, Tidak Juga engkau Suharto, Tidak Juga engkau Suharto….” kata Bung Karno sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke arah barisan para jenderalnya.
Ada apa dengan kekuatan Suharto? Ini menegaskan bahwa keduanya sama-sama tahu akan kedigdayaan masing-masing.
“Bung Karno dan Pak Harto menguasai 8 unsur alam. Makanya ketika memimpin, mereka bisa disegani atau bahkan ditakuti. Setiap ucapan mereka selalu diikuti banyak orang. Jika marah, kemarahan mereka bisa menggoncangkan dunia. Bukankah hal itu pernah dilakukan Bung Karno ketika dia marah terhadap AS (Amerika Serikat). Dan pihak AS pun dibuat mati kutu,” tambah Gus Putro yang kini berdomisili di Nganjuk.
Karenanya ilmu Hasta Brata ini banyak diburu dan diperebutkan, terutama oleh kalangan pengusaha hingga politisi. “Hasta Brata itu ilmu kuno. Tidak banyak orang menguasainya. Sampai sekarang banyak diburu orang,” tuturnya.
Dalam tradisi Jawa, dikatakan Gus Putro, ilmu adalah hasil dari laku prihatin, misalnya lewat puasa dan bertapa, yang mewujud dalam bentuk benda-benda, seperti cincin, ikat kepala, keris yang memiliki bahkan merasuk dalam tubuh yang empunya. Itulah kasekten. Sesuatu yang membuat orang menjadi sakti, berilmu.
“Nah, orang yang menguasai Hasta Brata, dalam ajaran Jawa Kuno disebutkan orang tersebut dapat menaklukkan hati manusia. Ajaran Hasta Brata ini dipercaya dimiliki oleh para pemimpin Jawa, untuk memerintah di tanah Jawa Kuno ini,” urainya.
Gus Putro mencontohkan, dulu ada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau nama aslinya Raden Mas Said yang oleh Belanda diberi julukan Pangeran Sambernyawa karena di dalam peperangan R.M. Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.
RM Said berperang sepanjang 16 tahun melawan kekuasaan Mataram dan Belanda. Selama tahun 1741-1742, ia memimpin laskar Tionghoa melawan Belanda. Kemudian bergabung dengan Pangeran Mangkubumi selama sembilan tahun melawan Mataram dan Belanda, 1743-1752. Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 sebagai hasil rekayasa Belanda berhasil membelah bumi Mataram menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta, merupakan perjanjian yang sangat ditentang oleh RM Said karena bersifat memecah belah rakyat Mataram.
Selanjutnya, ia berjuang sendirian memimpin pasukan melawan dua kerajaan Pakubuwono III dan Hamengkubuwono I (yaitu P. Mangkubumi, pamannya sekaligus mertuanya yang dianggapnya berkhianat dan dirajakan oleh VOC). Selama kurun waktu 16 tahun, pasukan Pangeran Sambernyawa melakukan pertempuran sebanyak 250 kali.
Dalam membina kesatuan bala tentaranya, Said memiliki motto tiji tibeh, yang merupakan kependekan dari mati siji, mati kabeh; mukti siji, mukti kabeh (gugur satu, gugur semua; sejahtera satu, sejahtera semua). Dari sinilah ia dijuluki “Pangeran Sambernyawa”, karena dianggap oleh musuh-musuhnya sebagai penyebar maut. Kehebatan Mangkunegara dalam strategi perang bukan hanya dipuji pengikutnya melainkan juga disegani lawannya.
Tak kurang dari Gubernur Direktur Jawa, Baron van Hohendorff, yang berkuasa ketika itu, memuji kehebatan Mangkunegoro. “Pangeran yang satu ini sudah sejak mudanya terbiasa dengan perang dan menghadapi kesulitan. Sehingga tidak mau bergabung dengan Belanda dan keterampilan perangnya diperoleh selama pengembaraan di daerah pedalaman. Dia juga memiliki ilmu yang disegani lawan-lawannya. Itulah ilmu Hasta Brata,” cerita Gus Putro.
Menjadi Raja Tanah Jawa
Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970. Dia menyandang banyak julukan Putra Sang Fajar, Singa Podium, Penyambung lidah Rakyat. Bung Karno selama ini dikenal seorang waskita, bahkan orang-orang Bali percaya kalau dia adalah reinkarnasi dari Dewa Wisnu, dewa hujan dalam agama Hindu.
Pernah suatu ketika Bung Karno berkunjung ke Bali, maka terjadilah suatu keanehan. Waktu itu Bali tengah dilanda kemarau yang sangat parah. Namun saat Bung Karno datang, tiba-tiba langsung turun hujan dengan derasnya. Begitu percayanya orang terhadap kesaktian Bung Karno, sampai sampai setelah kematiannya orang masih percaya Bapak Proklamator itu masih hidup. Bahkan budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun) dalam setiap ceramahnya selalu mengatakan bahwa Bung Karno belum mati. Dia hanya berpindah tempat saja.
Putra dari pasangan Raden Sukemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai pada waktu masih kecil benama Kusno ini memang sewaktu mudanya banyak menimba berbagai macam aji kanuragan, aji kesaktian atau aji kadigdayaan.
Makanya baik kawan maupun lawan segan bila berhadapan dengannya. Bahkan tidak sedikit kaum hawa yang bertekuk lutut padanya hanya sekali kerling.
Kata Gus Putro, Bung Karno memiliki banyak kesaktian. Di antaranya Aji Pojoking Jagat, salah satu kesaktian tingkat tinggi warisan dari Sunan Kalijaga. “Aji Pojoking Jagat ini memiliki kegunaan bisa berjalan di atas air, bisa mengarungi lautan api tanpa terbakar, lolos dari semua senjata tajam dan lain sebagainya,” imbuhnya.
“Aji Pojoking Jagat adalah ilmu wali, makanya Bung Karno setelah mendapatkan ajian ini menjadi manusia setengah wali. Konon Aji Pojoking Jagat ini pernah diburu oleh Pak Harto ketika dia berkuasa,” cerita Gus Putro.
Ada kesaksian penduduk asli Cikini, mereka pernah melihat Bung Karno berjalan di antara rinai hujan tanpa basah sedikitpun. Kemudian pernah pula melihat Bung Karno berpergian bersama ajudannya dengan mobil kap terbuka dan ditembaki oleh seseorang tak dikenal, pelurunya hanya mampu menembus badan mobil.
Tak hanya itu, Bung Karno dikenal suka mengoleksi benda-benda pusaka. Setidaknya ada tiga tongkat komando yang bentuknya sama persis. Satu tongkat khusus untuk melakukan lawatan keluar negeri, satu tongkat untuk berhadapan dengan para Jenderalnya dan satu tongkat selalu dibawa waktu berpidato. Namun kalau keadaan buru-buru dan harus pergi, yang kerapkali ia bawa adalah tongkat komando khusus untuk pidato.
Pernah suatu saat Presiden Kuba, Fidel Castro memegang tongkat Bung Karno dan bercanda, “Apakah tongkat ini sakti seperti tongkat kepala suku Indian?” Bung Karno tertawa saja, saat itu Castro meminta peci hitam Bung Karno dan Bung Karno pakai pet hijau punya-nya Castro.
“Pet ini saya pakai waktu saya serang Havana dan saya jatuhkan Batista,” kata Castro mengenai pet hijaunya itu.
Apakah tongkat Bung Karno itu memiliki kesaktian seperti Keris Diponegoro 'Kyai Salak' atau keris Aryo Penangsang ‘Kyai Setan Kober’? Bung Karno tidak menjawab, tetapi yang jelas itu sakti.
Bung Karno juga memiliki kesaktian tiada batas. Itu diturunkan dari kakeknya. Hardjodikromo dikenal memiliki kesaktian dengan ucapannya yang bisa jadi kenyataan. Istilahnya idu geni. Rupanya ilmu ini menurun pada Bung Karno. Kemampuan idu geni Bung Karno itu didapat dari Hardjodikromo setelah berpuasa siang malam. Tujuan puasa kakek Bung Karno itu, agar cucunya bisa memiliki kekuatan batin yang kuat dan lurus. Pada hari ke 40 puasanya, Hardjodikromo kedatangan tamu seorang yang amat misterius. Lelaki paruh baya berpakaian bangsawan Keraton Mataram datang dan mengatakan dengan amat pelan.
Kata-kata itu jika diartikan dalam bahasa sekarang adalah “Bahwa cucumu jika pada masanya nanti akan menjadi seorang Raja. Raja bukan sembarang Raja. Bahkan cucu kesayanganmu itu nanti akan menjadi bukan saja Raja di Tanah Jawa, tapi di seluruh Nusantara”. Kelak Hardjodikromo mengira bahwa itu adalah perwujudan dari Ki Juru Martani, seorang bangsawan Mataram paling cerdas.
Sejak mimpi itu, kemampuan Bung Karno menjilat dan menyembuhkan berbagai macam penyakit lewat idu geninya langsung hilang. Namun berganti dengan kemampuan berbicara yang luar biasa hebat. Kehebatan idu geni Bung Karno itu dikuasai ketika dia mampu menguasai 8 unsur alam. “Bung Karno memiliki Hasta Brata. Siapa yang menguasai ilmu Hasta Brata, maka dia dengan mudah menguasai berbagai ilmu,” ucap Gus Putro.
Ditambahkannya, orang-orang sebenarnya tidak perlu memperebutkan ilmu-ilmu Bung Karno. Mereka cukup menguasai ilmu Hasta Brata, maka orang tersebut akan mudah mendapatkan ilmu yang diinginkan. “Mau ilmunya Bung Karno atau Pak Harto, asalkan bisa menguasai Hasta Brata, mereka pasti bisa menguasai segalanya,” akunya.
Diakui Gus Putro, banyak sekali orang-orang yang ingin mendapatkan kekuatan linuwih Bung Karno. Bahkan setelah meninggal pun, mereka berlomba-lomba memperebutkan kekuatan Bung Karno.
“Mereka ingin mendapatkan ilmu secara instan seperti mengharap tetesan aura dari sang pemimpin. Tapi itu tidak gampang. Orang yang dekat dengan Bung Karno saja belum tentu bisa. Itu semua tergantung dari aura orang tersebut,” ungkapnya.
Diburu Banyak Orang
Pak Harto juga tidak kalah. Para spiritualis dan budayawan Jawa mengakui kemampuan linuwih Pak Harto. Dengan ilmu lembu petheng yang dimilikinya, dia bisa mengalahkan Sudarsono, DN Aidit, Sukarno, Hatta, Nasution dan seluruh orang besar di negeri ini yang mustahil dikalahkan. Secara politik, Suharto hanya dikalahkan oleh umurnya sendiri.
Dalam sejarah Jawa, Pak Harto termasuk orang yang sukses mengurai sejarah kudeta yang berdarah-darah dalam merebut tahta kekuasaan. Banyak tokoh yang kemudian muncul tiba-tiba dalam panggung sejarah, tanpa masa lalu, dan tanpa beban silsilah. Ia kemudian mengklaim sebagai anak para dewa, anak para raja, dan dengan begitu mereka menggenggam mitos.
Suharto adalah manusia kontroversial. Nilai kontroversinya jauh melebihi Sukarno. Bila Bung Karno dikenal dunia karena ulahnya yang mencengangkan dan sering bikin kejutan, maka Suharto lebih pada nilai misteriusnya.
Misteri Suharto adalah kekuasaan yang begitu besar, dan itu dibangun dengan cara yang mungkin orang akan tercengang yaitu sikap: diam. Pendiam bagi Suharto bukan hanya watak tapi merupakan latihan menahan diri yang ekstrem.
Yah, ilmu lembu petheng itulah kekuatan Pak Harto. Dia bisa memecahkan mitos buku suci raja-raja Tanah Jawa. Ini juga yang tampaknya dipegang dalam konstelasi politik nasional kita yang belum lepas dari kesejarahan mitos atas silsilah di masa lalu.
Mantan “Raja Nusantara” ini terbilang sebagai tokoh mumpuni yang sulit dicari tandingannya. Pergulatan langsung dengan budaya Jawa atau mistik Kejawen, menjadikan dirinya mempunyai kekuatan spiritual yang ngedab-edabi.
Membaca perjalanan spiritual Pak Harto memang kelewat panjang. Namun dari laku spiritual yang digeluti menjadikan dirinya sebagai satria linuwih, baik dari sisi jasmani maupun rohani.
Ketokohan Pak Harto setidaknya bisa disamakan dengan tokoh sejarah Ken Arok. Sebagaimana Ken Arok akhirnya bisa menjadi Raja Singasari, Pak Harto yang sejak semula sadar dan harus mempersiapkan dirinya baik jasmani maupun rohani akhirnya bisa menjadi raja. Meski harus diakui ketokohan Pak Harto pada akhirnya menjadi ”Raja Nusantara” tak pernah diprediksi banyak kalangan sebelumnya, sebagaimana yang terjadi pada Ken Arok.
Dalam hal tirakat, Pak Harto memang jagonya. Sejak muda ia memang konsisten menjalani laku spiritual seperti puasa Senin-Kamis. Bahkan dalam rangka mencari pulung derajad ia tak segan-segan menjalani tapa kungkum di berbagai tempat. Dalam pandangan orang Jawa, ritual kungkum tiada lain untuk nggayuh kamukten (mencari kemuliaan).
Sebagai bentuk pendalaman spiritual pada diri Pak Harto juga terlihat pada langkahnya yang menikahi Ibu Tien sebagai pasangan hidup. Ibarat batu mustika, Ibu Tien yang juga bukan wanita sembarangan merupakan emban atau pasangan pendamping yang bisa mendampingi Pak Harto. Secara spiritual, Ibu Tien merupakan sosok putri Nariswi yang bisa menjunjung derajad suami.
Setiap langkah yang dilakukan Pak Harto tak pernah lepas dari perhitungan-perhitungan spiritual Jawa. Terlebih pada saat genting, ia akan melakukan kolaborasi dengan penguasa-penguasa gaib di seluruh Indonesia.
Selain rajin laku mistik kejawen, Pak Harto juga gemar mengoleksi pusaka untuk menambah kekuatannya. Salah satu pusaka yang dipinjam Suharto untuk menambah kekuatannya adalah pusaka andalan Kraton Solo. Tidak hanya itu, Suharto dipercayai memiliki “pendamping”. Pendamping ini adalah salah satu raja perempuan alam bawah laut, kakak seperguruan Nyai Roro Kidul. Pusaka-pusaka itu hanya akan digunakan sendiri oleh Pak Harto dan tak bisa diwariskan kepada putra-putrinya.
Konon, Pak Harto punya tiga keris ampuh dan pusaka itu didapatkan sendiri saat menjalani ritual. Bisa jadi, setelah Pak Harto wafat ketiga keris itu akan muksa sendiri. Toh, jika tidak muksa, harus dilarung, sebab jika tidak akan menimbulkan aura jelek bagi keluarga yang ditinggalkannya.
Sebagai tokoh yang punya kekuatan spiritual amat tinggi, Pak Harto selama ini memang memegang teguh rahasia ilmu yang dimilikinya. Ilmu Hasta Brata itu sangat dahsyat. Dengan ilmu itu, dia mampu menguasai ilmu-ilmu lain sehingga dia mampu memegang kendali kekuasaan selama 32 tahun.
Pak Harto sebagai tokoh linuwih menjadikan dirinya sebagai tokoh besar yang patut dihormati oleh alam. Diakui atau tidak, sebelum Pak Harto jatuh sakit ada fenomena alam seperti jatuhnya meteor, banjir bandang, munculnya teja bathang di Jakarta dan lainnya.
Meski keterkaitan sakitnya Pak Harto dengan peristiwa alam sulit dibuktikan, tetapi dari sisi metafisika setidaknya mengarah ke hal itu. Banyaknya pejabat yang menjenguk Suharto saat sakit, sangat bisa dimengerti. Hampir semua pejabat adalah bekas anak buahnya. Hubungan senior-junior atau bapak-anak mesti dijaga karena tanpa senior/bapak, junior/anak tak mungkin menjadi seperti sekarang. Inilah mungkin kesempatan terakhir untuk bertemu dan memberi hormat. Tapi dalam hatinya mungkin juga berharap akan mendapatkan ilmu wahyu yang dimiliki Suharto. Tak ada yang salah, sebab dalam tradisi Jawa tindakan praktis itu kerap dilakukan para pendahulu. Artinya, tanpa laku prihatin, tanpa puasa dan pertapa, jika wahyu itu mau jatuh ke seseorang, ya jatuhlah.
Maka jangan heran, dulu ketika Suharto sakit, pada radius 500 meter banyak orang pintar berkumpul. Mereka datang dari pelosok Jawa bahkan penjuru tanah air. Mereka berharap bisa menangkap atau kejatuhan ilmu atau wahyunya Suharto yang hendak terbang dari raga. Mereka punya peluang yang sama dengan para pajabat yang keluar masuk rumah sakit.
Saat ini meski keduanya sudah tiada, namun pamor Bung karno dan Pak Harto masih luar biasa. Banyak yang berusaha mencari dan merebutkan ilmu keduanya.
Bung Karno dan Pak Harto memiliki ageman berlapis-lapis. Aura kekuatan sampai sekarang terus melekat. Semasa hidup, mereka disegani banyak orang. Orang yang berilmu Hasta Brata biasanya memiliki kharisma luar biasa yang dapat mengemong, memikat, dan membuat takluk banyak orang.@nov
Rasputin termasuk manusia yang paling sukar dimengerti dalam sejarah modern. Sebagai manusia suci, Rasputin memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit. Rasputin diangkat sebagai penasehat spiritual sang raja alias dukun politik. Dia kemudian menggunakan kekuasan untuk hal-hal jahat. Puluhan istri maupun gundik pejabat negara dikencani. Beberapa perempuan malah rela menyerahkan kehormatannya karena sang Rasputin dikenal memiliki penis sepanjang 30 cm. Gejolak pun timbul. Rasputin dimusuhi banyak orang. Dia dibunuh. Penisnya dipotong dan dijadikan tontonan.
Abad.id Namanya Grigori Efimovich Rasputin. Dia dikenal dengan julukan si rahib sinting. Dia seorang yang memiliki karunia menyembuhkan berbagai macam penyakit. Dia mendapat pengelihatan-pengelihatan mengenai seorang perempuan yang masih perawan. Bila ia mendekati anak tersebut, maka pendarahannya akan berhenti.
Rasputin terlibat dalam penyembahan seks iblis. Karena itu ia dapat mengendalikan Tsarina (permaisuri). Ia dimusuhi kalangan atas. Banyak orang percaya bahwa Rasputin seorang yang dikuasai oleh iblis. Inilah yang mengendalikan Rusia dari balik layar. Bahkan Tsar (Raja Rusia) takut akan kekuatan anehnya.
Semenjak masih muda, Rasputin telah mengikuti aliran “aneh”. Aliran ini percaya untuk dekat dengan Tuhan. Bahkan mereka harus berdosa dulu bila ingin masuk ke dalam aliran tersebut. Ketika mereka sudah besimbah dosa, mereka meminta ampunan dosa. Dengan begitu mereka bisa dekat dengan Tuhan. Lalu rasputin mulai pengembaraannya sebagai pendeta.
Yang paling aneh dari aliran ini adalah, aliran ini menghalalkan berhubungan seks dengan siapapun saat melakukan upacara keagamaan.
Rasputin mulai memasuki dunia pemerintahan ketika dia berhasil mengobati anak Tsar Rusia Nikolas yang memiliki Hemophilia, penyakit kelainan darah keturunan yg didapat dari garis keturunan ratu Victoria Inggris.
Semua dokter, tabib, dukun angkat tangan dalam mengobati penyakit Nikolas. Hingga sampai nama Rasputin di kalangan bangsawan. Namanya diajukan sebagai alternatif.
Tsarina Rusia yang sudah putus asa bersedia nerima Rasputin. Dan entah bagaimana caranya (banyak teori tentang ini) Rasputin cuma menemui anak tersebut. Secara ajaib pendarahannya berhenti.
Sejak itu nama Rasputin mulai diperhitungan di kalangan kerajaan Rusia. Selain Bahkan banyak keputusan kerajaan selalu meminta nasihat darinya. Tak heran jika Tsar Nikolas dan Tsarina sangat percaya dengan dukun ini.
Meski Rasputin sudah termasuk bagian dari tatanan kerajaan, tapi ia tetap menjalankan ibadah anehnya, yakni sering mengadakan pesta orgy seks di basement rumahnya sebelum minta pengampunan dosa. Selain itu, pendeta ini juga jarang mandi. Dia hanya mandi sebulan sekali!!
Pesta Seks Perawan
Grigori Yefimovich Rasputin atau Grigori Yefimovich Novy atau (риго́рий Ефи́мович Распу́тин/Григорий Ефимович Новый) terkenal sebagai anak berandalan yang suka mabuk dan main cewek.
Dia dilahirkan lahir pada 22 Januari 1869 di sebuah desa terpencil di Pokrovskoye, tepatnya sepanjang sungai Tura Sungai di Tobolsk Guberniya (sekarang Tyumen Oblast) Siberia.
Tidak banyak yang tahu mengenai masa kanak-kanak Rasputin. Rasputin memiliki dua saudara kandung bernama Maria dan yang paling lebih tua bernama Dmitri.
Sewaktu kecil Maria menderita epilepsy (ayan). Suatu hari Rasputin sedang bermain di sungai bersama kedua saudaranya. Tiba-tiba penyakit Maria kambuh. Ia tercebur ke sungai. Melihat itu, Dmitri masuk ke dalam sungai dan berusaha menolong Maria. Sayang, karena keduanya tak bisa berenang, mereka pun hanyut terseret arus sungai.
Melihat kejadian itu, Rasputin hanya diam. Dia tak berusaha menolong atau menyelamatkan kedua saudaranya. Keduanya dibiarkan mati. Maria mati tenggelam karena penyakit epilepsinya kumat, sedang Dmitri tenggelam karena tak bisa berenang. Sehingga radang paru-parunya tak kuat menampung air.
Kematian kedua saudaranya itu, tak pelak, mempengaruhi perkembangan Rasputin. Tak heran jika kemudian Rasputin memberi nama anak-anaknya dengan nama Maria dan Dmitri, diambil dari nama saudara-saudaranya.
Sepeninggal saudara-saudaranya, kontan kehidupannya berubah. Rasputin kecil kerap menyendiri dan mengurung dalam kamar. Dia tak mau bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dia lebih memilih berdiam diri di tempat-tempat yang angker dan keramat.
Bukan itu saja, dalam melakukan pencarian jati diri, Rasputin jarang menyentuh air alias tak pernah mandi. Badannya jadi kusut, bau, dan lusuh. Pun pakaiannya mirip pengemis dibanding orang lelaku.
Setiap orang kampung berpapasan dengan Rasputin, mereka buru-buru menutupi hidungnya. Karena badannya mengeluarkan aroma tak sedap, laki-laki itu mulai dijauhi keluarga maupun teman-temannya.
Suatu hari Efimy Rasputin, ayah Rasputin mendapati kudanya hilang dicuri maling. Setelah diperiksa, ternyata si pencurinya tak lain adalah anaknya sendiri, tak lain Rasputin. Dia pun diusir ayahnya. Ketika itu usianya baru menginjak 18 tahun.
Setelah diusir dari rumah, Rasputin mulai melakukan pengembaraan. Dia masuk ke sebuah biara Verkhoturye. Tujuannya adalah penebusan dosa atas pencurian yang pernah dilakukannya.
Selama dalam pengembaraan, Rasputin mengalami banyak pengalaman spritual. Berbagai sekte atau aliran sesat dilakoninya demi mendapatkan ilmu yang diinginkan. Bahkan akhirnya, dia bergabung dengan sebuah aliran sesat. Aliran ini berkiblat pada seks. Setiap mengadakan upacara keagamaan, aliran ini sebelumnya harus melakukan ritual seks. Dalam ajarannya, aliran ini selalu berpedoman bahwa setiap manusia yang ingin dekat dengan Tuhan, maka ia harus melakukan perbuatan terlarang.
Inilah pertama kali Rasputin mengenal seks. Darah mudanya terpacu. Apalagi, di antara pengikut-pengikut tersebut, Rasputin dikenal memiliki alat kelamin paling besar dan panjang. Menurut catatan sejarah, penis Rasputin berukuran 30 cm. Di kalangan pengikut aliran sesat tersebut Rasputin dijuluki dewa seks. Selain memiliki alat yang besar dan panjang, dia ternyata jago bermain seks.
Tidak sedikit para pengikut-pengikutnya (khususnya wanita) yang puas bila berhubungan dengan Rasputin. Rasputin bukan saja hebat bermain di ranjang, tapi juga hebat melayani 5 hingga 7 wanita sekaligus.
Setiap kali memulai aliran sesatnya, sang dewa seks selalu mengajak teman-temannya untuk melihatnya berhubungan intim dengan lawan jenisnya. Pengikutnya bertelanjang bulat. Di sudut ruangan yang remang-remang itulah, beberapa pria dan wanita mulai melakukan ritual keagamaan dengan saling bercengkraman dan tumpang tindih.
Orang pertama yang memulai tentu saja Rasputin. Di depannya telah terlentang seorang wanita muda. Kulitnya putih dan mulus. Wanita itu pura-pura tertidur nyenyak di sebuah ranjang.
Wajahnya tenang, mulutnya terlukis sesungging senyum. Sesekali ia membuka matanya dan melihat sosok kekar Rasputin dan berharap agar lelaki itu segera mendekatinya.
Secara phisik, gadis ini sangatlah bahagia dan sejahtera. Ia dikelilingi lelaki dan wanita yang tengah bertelanjang bulat. Dalam usia yang relatif muda, gadis itu mulai dijejali dijejali pemandangan erotis di sekelilingnya. Entah bagaimana awalnya ia bisa tergabung dalam aliran sesat tersebut. Yang jelas gadis itu telah siap melakukan ritual keagamaan yang dianut Rasputin.
Sementara Rasputin muda mulai digelayuti keresahan. Keindahan tubuh si gadis membuat jakun Rasputin naik turun. Gairah Rasputin naik. Antara ragu dan takut, Rasputin berusaha untuk menahan gairahnya. Dalam hatinya berkata, mampukah ia melakukan perbuatan terlarang tersebut.
Lagi-lagi perang batin kian berkecamuk di hatinya. Rasputin resah dan tak bisa mengatupkan mata. Malam terus merangkak. Dingin menempel di jendela, dan terus merayap memenuhi ruang tua tersebut.
Melihat perubahan yang dialami Rasputin, beberapa orang yang hadir dan si gadis tadi terpekur. Mereka melihat perubahan yang sangat dramatis dialami laki-laki kusut tersebut. Alat kemaluan Rasputin makin lama makin membesar.
Si gadis makin bernafsu. Detup jantung di seluruh ruangan membahana. Nafas Rasputin dan si gadis memburu hebat. Otaknya berpikir keras. Saat itulah Rasputin dan si gadis mulai naik ke peraduan. Keduanya tak tertutupi kain apa-apa. Bahkan, perbuatan mereka dapat dilihat oleh yang lain.
Rasputin terus merayap. Sampai akhirnya keluarlah lengkuhan panjang dari si gadis. Pemandangan ini sontak membuat orang-orang di sekitarnya, baik pria dan wanita mulai mengikuti langkah Rasputin.
Mereka akhirnya mulai melakukan pesta seks. Saling merangsang, saling tindih, dan saling tukar pasangan.
Tak berhenti sampai di situ. Rasputin terus saja melakukan ritualnya. Dia menindih lagi si gadis. Ia memasukkan lingganya ke yoni gadis ini. Saat itulah keluar darah perawan dari si gadis. Melihat hal itu, Rasputin makin penasaran dan meneruskan ‘pekerjaannya’.
Kejadian itu berlangsung lama. Dan itulah pesta seks perawan yang dilakukan Rasputin dan pengikutnya. Ritual tersebut dilakukan untuk menjajal ilmu kesaktiannya. Hampir setiap malam bulan purnama, Rasputin melakukan ritual seks. Bukan satu gadis yang ditindih, melainkan banyak.
Kegilaan Rasputin ini sempat mendapat pujian dari para pengikut aliran sesat lainnya. Tak heran jika setelah melakukan ritual terlarang tersebut, Rasputin mendapat julukan sebagai dewa seks.
Dibunuh Kaum Homo, Penisnya Dipotong dan Diawetkan
Rasputin sempat menikah menikah dengan Prascovie Dubrovin pada usia 19 tahun. Namun demikian dia tetap ‘bermain’ dengan banyak wanita. Rasputin juga semakin dihormati karena sering melakukan pengembaraan spiritual ke daerah lain dan pintar menafsirkan kitab suci. Pengikutnya semakin banyak sampai pendeta di desanya cemburu.
Seorang pertapa dari Makari menganjurkan padanya untuk mengembara ke Pegunungan Althos, Pusat Gereja Ortodoks setelah Rasputin melihat bayangan Perawan Maria. Dalam perjalanan Rasputin menginap dirumah-rumah penduduk dan membayar dengan menceritakan kisah-kisah perjalanannya. Namanya menjadi semakin terkenal karena kearifannya dalam mendiskusikan agama, memberikan nasihat, dan menolong orang sakit.
Dua setengah tahun, Rasputin pulang ke kampung halamannya sebagai orang suci. Ketika penduduk desa Pokrovskoe tahu bahwa Rasputin telah kembali dari pengembaraannya , mereka berbondong-bondong datang ke rumahnya untuk mendengarkan kisah pengalamannya.
Mereka dibuat terpesona dengan perubahan yang terjadi padanya. Rasputin tidak lagi memakan daging dan minum vodka. Ketika dia berbicara tentang agama, kesungguhan dan kedalamannya membuat semua terpikat.
Rasputin selalu merasionalisasi perilakunya dengan falsafah Khlyst, bahwa Tuhan telah menciptakan manusia dan nafsu seks. Dalam menghadapi murid wanitanya dia menerapkan kebijaksanaan berbeda. Untuk dibebaskan dari dosa kita harus berbuat dosa terlebih dahulu, katanya.
Rasputin mendirikan tempat pemujaan di bawah tanah tepat di bawah lumbung penyimpanan gandum bersama dengan teman-temannya.
Nama Rasputin kian menyebar di lingkungan petani dan biarawan Siberia. Bahkan Rasputin dianggap mampu menyembuhkan orang sakit. Penduduk Kiev di Kazan yang kebanyakan bangsawan dan tokoh gerejanya mulai mengenal Rasputin.
Kazan , yang terletak di tepi sungai Volga adalah kota yang didirikan oleh bangsa Tartar pada abad ke 15. Dikota ini berkumpul berbagai bangsa : Cina , Negro, Tartar, Turki, Arab dan bangsa Rusia dari segala daerah.
Salah satu yang menjadi perhatian Rasputin di Kazan adalah Biara Bogoroditski yang dibangun pada tahun 1579. Di dalam biara itu terdapat patung Perawan Hitam Kazan yang sangat indah. Patung itu mengingatkannya pada pertemuannya dengan Perawan Suci Maria di ladang.
Tokoh gereja yang ditemui Rasputin di Kazan antara lain Pendeta Chrisanthos dan Uskup Andrey. Pendeta Chrisanthos dengan cepat bersimpati, akan tetapi Uskup Andrey mulai meragukan Rasputin sebagai orang suci.
Pada awal abad ke 20 Rasputin dan istrinya mempunyai tiga anak: Dmitri (1895), Maria (1898) dan Varya (1900).
Di tahun 1900 saat Rasputin berusia 29 tahun, dia berdiri diambang kejayaan dan kekuasaan, juga ancaman kebencian dan bahaya.
Rasputin mulai menarik perhatian kalangan Istana Romanov ,dan Grand Duchess Militsa mengundangnya untuk datang menghadap. Militsa terkesan dan mengundang kembali Rasputin untuk datang ke St. Petersburg.
Militsa adalah seorang wanita yang berpengaruh dan licik. Suaminya Peter adalah saudara sepupu Tsar. Militsa adalah putri raja Nikita penguasa Monte-Negro (kini Yugoslavia). Dia mempunyai pengaruh yang besar di istana Rusia karena keakrabannya dengan Tsarita. Mereka akrab karena sama-sama menyukai spiritualisme, komunikasi dengan arwah, ramalan dan keagamaan.
Saat itulah Rasputin diangkat sebagai penasehat spiritual oleh istana. Dalam perjalanannya, sepak terjang Rasputin kian kuat. Dari sisi spiritual, banyak pejabat-pejabat istana, terutama istri-istri pejabat, meminta nasehat kepada Rasputin. Layaknya seorang sakti, Rasputin dengan bijak memberi wejangan kepada mereka.
Namun demikian, nasehat yang diberikan Rasputin tidak gratis. Sebab setiap kali memberi nasehat, dia selalu meminta imbalan. Dan imbalannya adalah berhubungan intim. Tentu saja hal itu dilakukan hanya untuk istri-istri pejabat.
Dan memang awalnya Rasputin suka dengan seks, maka semua wanita di seluruh istana pernah tidur dengan Rasputin. Dan kebanyak wanita-wanita tersebut sangat puas bila berhubungan badan dengan Rasputin. Mereka melihat Rasputin adalah sosok laki-laki yang perkasa. Belum lagi dia memiliki penis yang sangat panjang.
Hal ini pula yang membuat istri-istri pejabat tersebut tidak menolak untuk diajak tidur. Bukan saja wanita di lingkungan istana yang pernah ditindih, Tsarita sendiri, permaisuri raja malah pernah takluk akan keperkasaan Rasputin. Menurut Tsarita, Rasputin adalah pria yang luar biasa. Dalam satu malam dia bisa berhubungan badan dengan 3-4 perempuan.
Rasputin memang seorang yang jago bermain kata-kata. Setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya ibarat dewa. Dan apapun yang diinginkan Rasputin harus dipenuhi. Jika tidak, maka dewa-dewa akan marah.
Kejayaan Rasputin dari tahun ke tahun telah menenggelamkan dirinya. Di istana, dia menjadi orang yang paling dipercaya. Banyak orang yang takut kepadanya. Pejabat istana bahkan tidak berani menentang Rasputin. Bukan itu saja, mereka juga takut jika ucapan Rasputin akan menjadi kenyataan.
Tapi kemudian muncul kebencian terhadap Rasputin. Para pejabat mulai mencium gelagat tidak baik dalam diri Rasputin. Mereka mulai tahu bahwa Rasputin pernah meniduri istri-istri mereka. Selain itu pula, para pejabat dari aliran konservatif ini mulai khawatir akan pengaruh Rasputin terhadap istri tsar.
Yah, dengan menguasai permaisuri, otomatis permintaan Rasputin akan dipenuhi tsar. Maka, pada tanggal 29 Desember 1916, para pejabat istana mulai merencanakan sebuah siasat untuk membunuh Rasputin.
Suatu hari saat perjamuan makan malam di istana, seseorang memberi racun sianida. Dosisnya setara untuk menewaskan 10 orang. Tapi karena diketahui kemudian bahwa sianida tersebut sudah rusak oleh pemanasan makanan, Rasputin gagal mati.
Kesempatan itu kemudian dilakukan pada malam harinya, di saat Rasputin hendak pulang ke kampungnya. Dalam perjalanan pulang, beberapa pria tak dikenal menembak Rasputin dari belakang. Penembak itu bernama Felix Yusupov. Felix sendiri adalah utusan dari istana. Dia seorang gay atau homo. Bersama teman-teman homonya, Felix mulai melakukan aksi bengisnya. Tapi saat Rasputin ditembak, sang dukun masih dapat bertahan hidup. Ia ditembak lagi 3 kali, tapi tidak mati juga.
Saking berangnya melihat Rasputih tidak mati, mereka lantas memukulnya dengan tongkat berkali-kali dan beramai-ramai. Saat itulah Rasputin langsung tewas seketika. Dan sebelum tewas, para pembunuh gay ini memotong penis Rasputin. Penis itu dipotong untuk dijadikan bukti kepada pejabat istana bahwa musuhnya telah mati. Jika saat tegang penis Rasputin bisa memanjang sampai 30 cm, nah pada saat tewas (tidak tegang, red) penisnya menyusut menjadi 27 cm. Namun tetap saja panjang.
Setelah memotong penis Rasputin, para pembunuh bayaran tersebut kemudian menenggelamkan jasad Rasputin ke Sungai Neva yang dingin. Menurut beberapa sumber di istana, seorang pembantu menemukan penis Rasputin di tempat sampah, tak jauh dari istana. Jelas itu adalah konspirasi tinggi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat istana yang benci dengan Rasputin.
Namun demikian, tak ada penyidikan lebih lanjut mengenai pembunuhan tersebut. Di tahun 1920-an, penis Rasputin sepanjang 27 cm kemudian disimpan oleh sekelompok wanita Rusia di Paris. Para wanita ini menyembah penis ini sebagai lambang kesuburan, dan menyimpannya di dalam sebuah kotak kayu. Mendengar hal ini, anak Rasputin, Marie, meminta mereka mengembalikan penis ayahnya kepadanya. Marie lantas menyimpannya sampai ia meninggal pada tahun 1977.
Sepeninggal Marie, seseorang bernama Michael Augustine mengaku telah membeli penis ini dan beberapa barang kepunyaan Rasputin dari ahli waris. Dan kini penis tersebut diawatkan di sebuah museum di Bonhams.@nov
*) diolah dari berbagai sumber
Bung Tomo, tokoh penting di balik pertempuran 10 November 1945. Di mata istrinya, Sulistina, pejuang yang membakar semangat arek-arek Surabaya itu bukan hanya dianggap sebagai “pahlawan keluarga” tapi juga sosok yang romantis.
Abad.id Buku berjudul “Romantisme Bung Tomo, Kumpulan Surat dan Dokumen pribadi Pejuang Revolusi Kemerdekaan” merupakan hasil kumpulan surat-surat Sutomo–nama panjang Bung Tomo–yang dikumpulkan alm Sulistina (istri) selama puluhan tahun.
“Saya menyalin sendiri tulisan-tulisan itu dengan laptop saya,” kata Sulis, panggilan akrabnya, semasa hidup.
Ibu empat anak dan nenek dari 12 cucu itu menceritakan perjalanan kisah cintanya dengan Bung Tomo pada masa pergolakan revolusi. Dan, cerita-ceritanya hingga kini masih relevan untuk diceritakan pada generasi muda.
Sulis menceritakan, saat itu, dia–yang tercatat sebagai anggota PMI cabang Malang–sedang ditugasi kantornya ke Surabaya. Di kota itulah, gadis kelahiran kota dingin Malang itu bertemu Bung Tomo yang usianya lebih tua lima tahun.
Menurut Sulis, saat itu tidak banyak lelaki yang berani mendekatinya. Namun, pria kelahiran Kampung Blauran, Surabaya, yang disebut Mas Tomo itulah yang berani mendekatinya.
“Bahkan ia berani menyatakan cintanya kepada saya. Dari sana saya menyadari bahwa di balik sosok Mas Tomo yang keras, juga memiliki sisi romantis” kata Sulis.
Meski mereka resmi sudah memadu kasih sejak Januari 1946, namun karena kota Surabaya masih dikuasai tentara Sekutu, mereka pun bertemu secara sembunyi-sembunyi.
Bung Tomo yang dikenal sebagai pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) saat itu merupakan salah satu tokoh yang diincar oleh tentara sekutu. Pada 19 Juni 1947 pasangan itu memutuskan untuk menikah di kota Malang.
Pernikahan pun diputuskan di Jalan Lowokwaru IV/2 Malang. Banyak kawan-kawan beliau dari BPRI dan PMI (Teman-teman istrinya) yang hadir, tetapi bukan berarti mudah menjadi istri Bung Tomo karena masih diburu-buru Belanda, mereka harus pindah ke Jogjakarta.
Untuk urusan dapur beliau memang jago memasak rawon, lodeh, sayur asem, sambel goreng taoco. Bahkan beliau sendiri yang mengajari istrinya memasak. “Waktu kecil aku sering ikut ibu membantu orang yang punya hajat perkawinan. Mereka sering kali bilang, kalau perempuan yang bisa mengulek pasti pandai melayani suami di tempat tidur. Makanya kamu harus pandai memasak supaya aku betah di rumah” ucap Bung Tomo kepada istrinya.
Di bawah tekanan hidup di awal kemerdekaan yang serba susah, termasuk posisi Bung Tomo yang masih “diburu” Sekutu, pasangan muda itu memutuskan pindah ke kota Malang. Di kota dingin itu, Sulis mengaku bahagia kendati kehidupan ekonominya sangat berat. “Saya sampai harus gali lobang tutup lobang. Tapi, yang saya salut Bung Tomo tidak mau menyerah menghadapi kenyataan yang berat itu,” katanya.
Meski kejadiannya sudah lebih lebih setengah abad lalu, Sulis masih bisa mengingat secara tepat tanggal-tanggal yang dianggapnya sangat istimewa. Dia ingat betul kapan Bung Tomo menyatakan cintanya hingga peristiwa-peristiwa politik yang menimpa suami, termasuk saat Bung Tomo meninggal saat naik haji pada 1981.
Menulis Surat Cinta
Di mata Sulis, sosok Bung Tomo adalah seorang pribadi yang memiliki jiwa ksatria, pemberani, dan romantis. Di bawah berbagai tekanan yang dialaminya, Bung Tomo selalu mencurahkan isi hati kepada keluarga melalui puisi dan surat-surat cintanya di balik kamar tahanan.
Karena merasa surat-surat itu sangat berharga, wanita itu mengumpulan kumpulan surat yang didokumentasikan melalui buku yang disusunnya. “Jika dihitung-hitung jumlahnya ratusan. Bahkan kalau diukur panjangnya bisa mencapai 15 meter,” katanya.
Seperempat abad lebih setelah kematian Bung Tomo di tanah suci Makkah pada 1981, cinta Sulistina kepada sang suami seperti tak pernah pupus. Bahkan, sampai hari ini pun, wanita kelahiran Malang itu mengaku masih terkenang dengan si Bung yang disebutnya sebagai “perayu ulung” itu.
Banyak cara orang mengungkapkan rasa cinta kepada pasangannya. Namun, Sulistina memilih membuat buku. “Saya sedang mempersiapkan buku kumpulan sajak-sajak Bung Tomo,” kata Sulis, panggilan akrab Sulistina.
Menurut Sulis, buku adalah persembahan cinta terbaik bagi suami. Sebab, dengan menulis, jiwa dan pikiran Bung Tomo tidak hanya bisa dibaca oleh anak keturunannya, tapi juga publik secara luas.
Salah satunya adalah surat cinta Sulis kepada Bung Tomo yang dibacakan budayawan tersohor Taufik Ismail. Taufik membawakan puisi tersebut dengan syahdu hingga orang yang hadir, termasuk Sulis, terpana. Dia mulai menyadari arti penting surat-surat yang ditulis Bung Tomo yang disimpannya secara apik selama puluhan tahun.
Bung Tomo yang suaranya menggelegar membangkitkan perlawanan arek-arek Surabaya pada pertempuran 10 November 1945, kata Sulis, adalah sosok yang romantis. Dengan mengandalkan laptop milik cucunya, Tami Rahmilawati, Sulis mengetik ulang sajak-sajak romantis yang ditulis pada 1951-1971 itu dengan penuh emosi siang dan malam.
“Dalam sehari, saya bisa menyelesaikan lima surat,” kata wanita yang pandai berbahasa Belanda itu.
Selain surat cinta, buku itu juga memuat surat-surat Bung Tomo selama masa tahanan rezim Orde Baru pada 1977-1978. Saat itu, suaminya ditahan di Penjara Nirbaya, di kawasan Pondok Gede, Jakarta. Bung Tomo adalah sosok yang kritis kepada rezim Soekarno maupun Soeharto. Akibat sikapnya itu, Bung Tomo oleh Orde Lama maupun Orde Baru diasingkan secara politik, bahkan dibui.
Dari ratusan pucuk surat dan puisi romantis Bung Tomo, ada beberapa yang paling membuat Sulis terharu. Salah satunya adalah puisi cinta berjudul Melati Putih, Pujaan Abadi Hatiku.
Puisi tersebut dibuat Bung Tomo di Penjara Nirbaya pada 26 Juni 1978. Dalam puisi itu, pejuang kemerdekaan tersebut berusaha mengungkap kembali perasaan cinta kedua insan yang menikah pada saat pergolakan revolusi pada 1947. Sajak itu dedikasikan untuk putri pertama mereka, Tien Sulistami, yang lahir pada 29 Juni 1948.
“Mas Tom merupakan perayu yang ulung. Dia tidak pernah berhenti menyanjung saya setiap waktu. Pada puisi itu, Mas Tom menyebut saya sebagai Melati Putih, hati siapa yang tak tersanjung disebut seperti itu,” katanya.
Masih saat di Penjara Nirbaya, Bung Tomo yang ketika itu sudah berusia 58 tahun tetap bersemangat menulis puisi untuk istrinya. Dalam puisi itu, lagi-lagi Bung Tomo memuji kecantikan wajah istrinya saat bangsa Indonesia merayakan Hari Kartini.
Ini Hari Kartini, Dik!
Terbayang wajahmu nan cantik
Penaku kini henti sedetik
Terlintas semua jasamu
Sejak kita bertemu
Sulis tidak pernah merasa kecil hati mengungkap seluruh dokumen pribadinya kepada pembaca. Justru dia ingin itu menjadi sejarah yang tidak terlupakan. “Biar pembaca bisa mengambil hikmah dan mengerti betapa indahnya hidup ini,” ujarnya.
Menolak Dimakamkan
Sulis mengakui kehidupan cintanya bersama Bung Tomo dilalui lewat pasang surut perjalanan republik. Dulu, keduanya memadu cinta ketika Bung Tomo masih diburu tentara sekutu di Surabaya.
Keromantisan Bung Tomo tampak dalam setiap surat-suratnya. “Tiengke” panggilan sayang untuk Sulistina selalu menghiasi kop surat. Dalam beberapa surat panggilan sayang itu dikombinasi dengan kata-kata mesra lainya. Misalnya “Tieng adikku sayang”, “Tieng isteri pujaanku”, “Dik Tinaku sing ayu dewe”, “Tieng Bojoku sing denok debleng” atau “Tiengke Sayang”.
Dalam sebuah surat yang ditulis pada 13 Maret 1951 Bung Tomo memahami bahwa istrinya sudah terlalu lama ditinggal di rumah bersama anak-anaknya. Selain menanyakan kabar buah hatinya, Bung Tomo juga berpesan: “Bila kesepian, ambilah buku pelajaran bahasa Inggris kita, en…success,”. Indahnya ucapan itu hingga Sulistina mengaku selalu tak sabar menunggu surat-surat berikutnya.
Selera humor Bung Tomo juga membuat Tiengke terpesona. Dalam satu kesempatan di 20 Maret 1951 surat Bung Tomo diterima. Dalam suratnya pria yang lahir pada 1920 itu menceritakan bahwa foto Sulistina dipuji teman-temannya dan beberapa ibu-ibu.
“Malah ono sing kanda (malah ada yang bilang) een paar’dames (beberapa ibu-ibu) memper (mirip) Ingrid Bergman! Bintang film Swedia di USA,’’ begitu petikan surat Bung Tomo.
Kemesraan yang terjalin melalui surat-surat Bung Tomo tak membuat nafas perjuangannya hilang. Dalam surat balasan kepada Bung Tomo, Sulistina pernah bertanya, kapan perang kemerdekaan ini akan selesai? Karena jarang sekali mereka berdua bertemu dan anak-anaknya selalu menanyakan kapan Bung Tomo datang.
Melihat istrinya mengeluh dengan perjuangannya yang tak kunjung berakhir, Bung Tomo menulis: “Tieng kowe tak seneni ya? Sesuk-sesuk adja sok kanda kapan telase merdeka ini, ya? Wong sedih merga ora bareng-bareng dua minggu wae kok ndukani “Merdekane”. (Tieng aku boleh marah ya? Lain kali jangan pernah bilang kapan selesainya perang kemerdekaan ini. Cuma sedih karena tidak bersama-sama dua minggu saja, kok menyalahkan “Merdekanya”).
Dukungan seorang istri atas perjuangan suami benar-benar menjadi sebuah perekat hubungan yang sudah terjalin. Bagaimana tidak? Saat Bung Tomo ditahan selama setahun (1978-1979) oleh rezim Soeharto, Sulistina tak tinggal diam. Presiden pun disurati. Dalam surat itu Sulistina menyebut Pak Harto saja, tanpa embel-embel presiden.
“Orang yang sudah mempertaruhkan jiwa-raganya untuk mempertahankan kemerdekaan negaranya, tidak mungkin mengkhianati bangsanya sendiri,” protes Sulistina dalam surat itu.
Di era kemerdekaan Bung Tomo lalu berkarir sebagai politisi di Jakarta, sebelum kemudian berseberangan dengan Bung Karno. Saat Orde Baru lahir, Bung Tomo ikut mendukung. Tapi, sikap kritisnya membuat Soeharto berang sehingga Bung Tomo ditahan.
Wanita itu bersyukur, perkawinan mereka dikaruniai empat anak yang berbakti. Mereka adalah Tin Sulistami (59), H M. Bambang Sulistomo (57), Sri Sulistami (56), dan Ratna Sulistami (49).
Seperti dia, sebagian besar anak-anak Bung Tomo itu menetap di Perumahan Kota Pesona, Bogor, setelah rumah warisan ayah mereka di Menteng, Jakarta, dijual.
Lantaran begitu cintanya kepada istri, tutur Sulis, Bung Tomo pernah berkelakar aneh kepada dia. Intinya, Bung Tomo ingin Sulis menyusul mati tiga hari setelah kematiannya. Alasannya, supaya Sulis punya cukup waktu untuk membaca tulisan wartawan soal kematiannya. “Supaya saya menceritakan ulang tulisan wartawan kepadanya di akhirat,” kata Sulis seperti yang ditulis dalam buku Bung Tomo, Suamiku.
Kelakar pejuang itu ternyata “benar-benar” terjadi. Saat keduanya menunaikan ibadah haji pada 7 Oktober 1981, tiba-tiba Bung Tomo jatuh sakit dan meninggal di Makkah tepatnya di Padang Arafah. Sulis yang saat itu pontang-panting mengurus jenazah sang suami sehat-sehat saja. Tapi, tepat tiga hari, ibu Sulis–mertua Bung Tomo–yang meninggal dunia.
Hanya, Sulis tidak bercerita apakah ibunya sempat membaca berita-berita koran yang saat itu ramai memberitakan kematian suaminya.
Meski hingga kini Bung Tomo tak kunjung dinobatkan sebagai pahlawan nasional, Sulis tidak terlalu mempermasalahkannya. Sebab, dia tetap menganggap Bung Tomo sebagai pahlawan baginya. “Saya yakin masyarakat Indonesia tetap menganggapnya sebagai pahlawan. Begitu pula saya,” ceritanya.
“Sampai sekarang, nama Bung Tomo tidak pernah hilang. Saya saja yang tidak pernah berjuang ikut terbawa harum,” katanya sambil tertawa.
Bung Tomo mempertahankan kekecewaannya kepada pemerintah sampai wafat. Dalam wasiatnya, dia dengan tegas mengaku tidak mau dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. “Alasannya, di sana dimakamkan banyak koruptor,” ungkap Sulis.
Menurut Sulis, setahun setelah meninggal di tanah suci, jenazah suaminya dibawa kembali ke tanah air. Sesuai dengan amanahnya, Bung Tomo dimakamkan di pekuburan rakyat di Ngagel, Surabaya. Di jalan menuju makam itu, kini berdiri plang Jalan Bung Tomo.
Kesetiaan Sulistina kepada Bung Tomo tidak perlu diragukan lagi. Cinta mereka tak terhalang ruang dan waktu. Setelah Bung Tomo meninggal dunia pun, Sulistina tetap rajin menulis surat. Kejadian apa pun selalu diceritakan dalam surat yang tak pernah terkirim itu.
Surat-surat Cinta Bung Tomo
“Datanglah. Waktuku amat sempit. Ada yang ingin aku ceriterakan padamu” atau, “Aku rindu padamu tetapi tak punya waktu,. Bisa Jeng menemuiku?”
“Jeng Lies aku cinta padamu. nanti kalau perang sudah usai. Dan…Kita akan membuat Mahligai.”
“Tak terlalu tinggi cita-citaku. Impianku kita punya rumah diatas gunung. Jauuuh dari keramaian. Rumah yang sederhana seperti pondok. Hawanya bersih, sejuk & pemandangannya Indah. Kau tanam bunga-bunga dan kita menanam sayur sendiri. aku kumpulkan muda-mudi kudidik mereka menjadi patriot bangsa.”
“Waktu kecil aku sering ikut ibu membantu orang yang punya hajat perkawinan. Mereka sering kali bilang, kalau perempuan yang bisa mengulek pasti pandai melayani suami di tempat tidur. Makanya kamu harus pandai memasak supaya aku betah di rumah.”
“Waktu bebas, aku tidak mempunyai kesempatan membaca, nah sekarang kesempatan itu ada dan harus ku pergunakan. Tuhan memberi cobaan, tentu ada hikmahnya.”
“You are a hero, a patriot, a great lover sampai hari akhirmu.” @nov
*) diolah dari berbagai sumber
abad.id-Nama SK Trimurti begitu melegenda dalam dunia jurnalisme Indonesia. Dia adalah wartawan senior yang hidup tiga zaman. Pada zaman penjajahan Belanda, dia sudah terbiasa hidup di dalam bui karena idealisme dan karya jurnalistiknya. Bahkan, dia harus melahirkan anak keduanya di lorong penjara.
Abad.id Tubuhnya yang renta terkulai di tempat tidur. Wajahnya yang pucat memancarkan kepolosan. Sesekali perempuan mungil ini meringis, mengeluhkan perutnya yang sakit. Ia meronta dari ikatan yang membalut tangannya. Ikatan yang sebenarnya membelenggunya, tapi dilakukan demi kasih sayang orang-orang terdekatnya.
Namun demikian, ajal pun tetap tak bisa dilawan. Pada Selasa 20 Mei 2008 di RS Pusat Angkatan Darat, Jakarta, istri mantan penulis naskah proklamasi Sayuti Melik menghembuskan nafas terakhir. Dia pun dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Meski ajal sudah menjemput, nama Soerastri Karma Trimurti tetap harum di mata kerabat dan handai taulan. Yah, oran-orang biasa memanggilnya dengan nama singkatan SK Trimurti. Trimurti merupakan wartawan tiga zaman. Dia, boleh dibilang gambaran kekuatan dari masa lalu.
Namanya tercatat dalam sejarah dunia jurnalisme di Indonesia. Coretan dan tulisannya meninggalkan bekas di kalangan wartawan tiga jaman.
Melalui karya-karya dan tulisannya, ia bahkan pernah menjalani hidup di bui Belanda (1936-1943). Bahkan, anak partamanya lahir dalam penjara Belanda yang kumuh dan sempit kala itu.
Wanita kelahiran Solo, 11 Mei 1912 menikah dengan Muhammad Ibnu Sayuti atau lebih dikenal Sayuti Melik pada tahun 1938. Namun dia kemudian bercerai pada tahun 1969. Dari perkawinan mereka lahir dua orang putra yang diberi nama Moesafir Karma Boediman (MK Boediman) dan Heru Baskoro.
Di usia senjanya, ia masih tetap menuangkan kritikan-kritikan tentang apa yang terjadi di sekitar dalam tulisan dan goresan di atas kertas. Sikap ramah dan penuh kesopanan, menuntunnya dalam mengungkap fakta-fakta ketidakadilan.
Trimurti, dialah perempuan berkebaya yang membelakangi kamera di sebelah kanan Fatmawati Soekarno dalam foto pengibaran Sang Merah Putih seusai pembacaan naskah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.
Dijothak Bung Karno
SK Trimurti lahir dari pasangan Salim Banjaransari Mangunsuromo dan Saparinten binti Mangunbisomo. Nama Karma dan Trimurti yang sering dimunculkannya, digunakannya sebagai samaran secara bergantian untuk untuk menghindar dari delik pers masa pemerintahan kolonial Belanda. Rupanya siasat itu tidak sampai meloloskannya dari penjara pemerintah Belanda.
Wanita yang menjadi Menteri Perburuhan pertama pada era Soekarno ini, mengenal dunia politik sejak ia tamat dari Sekolah Ongko Loro, yang waktu itu lebih dikenal dengan sebutan Tweede Inlandsche School. Saat menjadi guru dan sering mendengar pidato Bung Karno, di radio-radio, ia pun tergerak untuk aktif sebagai kader di Partindo. Di partai tersebut, Surastri mengenal Sudiro, Sanusi Pane dan Intojo.
Pada masa-masa itu, saat mengajar di Bandung, Trimurti sempat menetap di rumah Inggit Ganarsih (istri Bung Karno), yang saat itu menjadi contoh tauladan bagi gadis-gadis sebaya Trimurti, sebab Inggit dikatakan sebagai Srikandi Indonesia.
Akibat keaktifannya di dunia perjuangan, Trimurti sempat merasakan dinginnya dinding penjara pada tahun 1936. Ia dihukum di Penjara Wanita, di Bulu, Semarang, akibat menyebarkan pamflet anti penjajah. Sekeluarnya dari penjara, ia dilarang lagi mengajar. Trimurti pun bekerja di sebuah percetakan kecil yang merupakan percetakan kaum pejuang. Di sinilah ia belajar tentang membuat koran atau mencetak majalah. Dan bakat menulisnya pun mulai terlihat. Pesat, Bedug, dan Genderang yang sudah tidak lagi terbit adalah contoh nama-nama media majalah tempat dia pernah berlabuh menuangkan kemampuan intelektual jurnalistik untuk membangun bangsa.
Pada tahun 1937, SK Trimurti berkenalan dengan Sayuti Melik. Kedua orang aktivis politik ini pun mengikat janji untuk menjadi suami istri pada 19 Juli 1938. Maka jadilah mereka pasangan suami istri yang saling bahu membahu dalam dunia perjuangan.
Dalam masa pernikahannya itu, Sayuti dan Trimurti mengalami romantisme perjuangan. Bahkan demi membela Sayuti, yang menulis artikel berisi anjuran agar rakyat Indonesia tidak membantu Belanda dan dimuat di majalah tempat Trimurti bekerja, Trimurti rela mengaku itu tulisannya sehingga ia dikenakan tahanan luar, karena saat itu ia tengah mengandung anak pertamanya.
Pada masa kemerdekaan, oleh Soekarno, SK Trimurti diangkat sebagai Menteri Perburuhan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, mulai dari 3 Juli 1947 sampai 23 Januari 1948. Awalnya ia merasa tidak mampu, namun berkat bujukan Drs Setiajid, hatinya pun luluh. Namun kabinet tersebut tidak berjalan lama.
Pensiun jadi menteri, SK Trimurti menjadi anggota Dewan Nasional RI Ia juga melanjutkan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan tamat tahun 1960. 1962 hingga 1964, ia diutus oleh Pemerintah RI ke Yugoslavia untuk mempelajari Worker’s Management dan ke negara-negara sosialis lainnya di Eropa untuk mengadakan studi perbandingan mengenai sistem ekonomi. Karena dedikasinya kepada dunia perburuhan, SK Trimurti diangkat sebagai anggota dewan pimpinan Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI).
Meski bergelut dalam dunia perburuhan, timbul rasa rindu di hatinya untuk kembali menekuni dunia jurnalistik. Maka ia pun menerbitkan majalah yang diberi nama Mawas Diri, yang memuat soal-soal kekagamaan, aliran kepercayaan, soal-soal etika, moral dan sebagainya.
Wanita yang wafat pada usia 96 tahun itu, tinggal sendiri di rumah mungilnya di Jalan Kramat Lontar H-7, Kramat, Jakarta Pusat. Rumah sederhana itu jauh dari kemegahan dan kementerengan.
Sebagai perempuan yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Jawa, dia menentukan sikap untuk tetap sangat tegas terhadap perihal hak-hak perempuan yang dibingkai dengan sopan santun kejawen. Ketegasan itu bukan hanya telah dia contohkan dengan kerelaan melahirkan seorang anak di sebuah lorong penjara, melainkan, terhadap seorang suami Sayuti Melik pun yang karena menikah lagi keduanya harus bercerai dia tetap menaruh rasa hormat sebagai mantan suami.
Kendati sudah berusia uzur, Trimurti masih sempat wira-wiri sebagai pembicara di seminar-seminar bertaraf nasional. Tahun 1956 ia sempat memimpin Gerakan Wanita Sedar (Gerwis), cikal bakal Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Ia juga pernah diutus Dewan Perancang Nasional (sekarang Bappenas) ke Yugoslavia untuk mempelajari manajemen pekerja. Kegiatannya hingga usianya mendekati 80 tahun masih penuh. Ia ikut menandatangani Petisi 50 tahun 1980.
Dan kini, di sebuah rumah sederhana tersebut, tampak bajaj bebas berseliweran dengan suara gaduhnya. Suara itu sewaktu-waktu dapat bercampur dengan suara orang-orang lewat. Pun anak-anak kecil yang menangis termasuk teriakan ibu-ibu yang memanggil tukang siomai dan bakso, bersahut-sahutan.
Di rumahnya yang sebagian kamarnya dia sewakan sebagai tempat indekos bagi para karyawati terdapat sebuah ruang tamu tempat menggantung lukisan Semar, tokoh pewayangan setengah dewa setengah manusia dan separuh laki-laki dan separuh perempuan yang dikeramatkan oleh sebagian orang Jawa.
Nah, baru di ruang tengah rumahnya terdapat sebuah gambar ukuran 100×60 centimeter yang melukiskan seorang Presiden Soekarno yang sedang menyematkan Bintang Mahaputra Tingkat V ke dada Trimurti.
Dia tercengang mengenang sebentar, “Saya sedang dijothak (didiamkan) Bung Karno waktu itu karena memprotes poligami!” tutur Trimurti yang akhirnya bisa tersenyum menerawang mengingat-ingat kembali tipe Bung Karno seorang lelaki yang karismatik tapi beristri banyak.
Memang, hubungan Trimurti dan Bung Karno waktu itu sempat terganggu ketika Bung Karno menikahi Hartini. Saat itu Trimurti dikenal sejawatnya sebagai perempuan yang antipoligami. Namun, sikap itu rupanya tak menghalangi Soekarno memberikan Bintang Mahaputra Tingkat V kepadanya.
Dia mengatakan sesungguhnya sangat loyal terhadap Bung Karno sang guru politik sekaligus orang yang memaksanya untuk pertama kali menulis di majalah Pikiran Rakyat.
Proklamator Kemerdekaan dan Presiden R.I. pertama itulah yang telah membuat dia kecemplung ke dunia jurnalisme sebab sebelumnya Trimurti sudah menjadi seorang guru di sebuah sekolah dasar khusus putri di Surakarta dan Banyumas, serta di perguruan rakyat di Bandung.
Satu-satunya persoalan fisik dia yang serius adalah keterbatasan penglihatan mata sebelah kanannya yang merosot karena termakan usia, selebihnya tak ada masalah fisik lain pada perempuan tua namun masih sehat walafiat ini. Bukan peristiwa aneh jika ketika dia sedang berjalan-jalan di sekitar rumah lalu tetangganya melontarkan senyum namun tak sekali pun pernah berbalas.
Persoalannya Trimurti tidak bisa melihat dengan sempurna bukan karena wartawan senior ini sombong. “Wong saya baca saja pake kaca pembesar!” ujarnya penuh rasa humor.
Pejuang Dunia Sunyi
Di masa tuanya, mata Trimurti selalu terpejam. Sesekali suara napasnya meningkahi sunyi ruangan tempat dia berbaring.
Ketika Sainah (46), yang merawat Trimurti, pahlawan negara itu sering bergulat dalam kesunyian batinnya. Dia kembali tenggelam di dalam dunianya yang sunyi, entah di mana. Kadang, seperti diceritakan Sainah, yang mendampinginya 25 tahun terakhir, Trimurti sering melantunkan tembang Sigra Milir, lagu Jawa yang syairnya berisi cerita tentang legenda Joko Tingkir.
Kali lain ia menyanyikan lagu-lagu dolanan bocah di Jawa, seperti Ilir-ilir, atau seperti ditirukan Sainah, “Saya lupa judulnya, itu lho… Aduh Yu Truno.. kathokku copot, enggal benekna. (Aduh Yu Truno, celanaku lepas, tolong dibetulkan)."
Sesekali Trimurti membuka matanya, tetapi lalu memejam lagi. Jari-jari tangannya masih bisa menggenggam tangan orang yang menyentuhnya.
Kerapuhan tubuh ibu dua anak, nenek dua cucu, dan buyut dari satu cicit ini, selain faktor usia, tampaknya juga dipengaruhi peristiwa tabrakan hebat pada tahun 1994. Menurut Heru, mobil sampai harus digergaji untuk mengeluarkan tubuh Trimurti.
“Orang menyangka Ibu meninggal saat itu,” kenang Heru, anak Trimurti.
Trimurti kemudian dirawat berbulan-bulan di rumah sakit, tetapi ia bertahan. Hanya, setelah itu, ia harus memakai tongkat kalau berjalan.
“Sebelum itu, Ibu masih pergi ke mana-mana. Pada usia 82 tahun ibu masih naik bus,” lanjut Heru.
“Pekerjaan di rumah juga dilakukan sendiri, cuci piring, cuci baju,” lanjut Sainah.
Hidupnya Trimurti memang sangat sederhana. Sebagai mantan menteri, Trimurti sebenarnya berhak atas rumah di kawasan Menteng, tetapi ia memilih Jalan Kramat Lontar. “Dekat kampung. Ibu lebih suka tinggal dekat rakyat, dan ia inginnya jadi rakyat biasa. Itu sebabnya, Ibu menolak ketika ditawari menjadi Menteri Sosial,” tutur Heru.
Memasuki usia lanjutnya, ingatan Trimurti timbul tenggelam. Ia ingat anaknya, tetapi tak ingat cucunya, apalagi cicitnya. Tetapi yang cukup mencengangkan, dia masih ingat dengan Bung Karno. “Dia masih ingat Bung Karno dan Ali Sadikin,” sambung Heru.
Dan sekarang, sang pejuang wanita itu cuma terbaring di atas ranjang, seperti tenggelam dalam dunianya sendiri. Perempuan yang dipanggil Eyang itu pada akhirnya menyerah pada takdir. Dia pun tidur tenang. Sayangnya hingga kini, tidak banyak orang yang mengetahui tentang keadaan dirinya, padahal ia punya peran besar dalam menghantarkan bangsa Indonesia menikmati kemerdekaan.@nov
*) diolah dari berbagai sumber