Penulis : Pulung Ciptoaji
Sekarang Sukarno harus menjaga sikap. Di hadapan Jepang dia harus tampil sebagai sekutu yang setia sambil berusaha membujuk untuk mewujudkan janjinya memberi kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara di hadapan para pemimpin nasional lainnya serta Masyumi, Sukarno harus membuktikan janji Koiso. Lebih dari itu, Sukarno harus bermain aman agar posisinya sebagai tokoh sentral tidak goyah. Sebab ada kelompok rakyat telah menghubungkan namanya sebagai tokoh yang kurang menyenangkan. Bahkan ada yang bilang Sukarno hanya "budak Jepang"
Strategi para pemimpin nasionalis yang belum tampak tujuannya itu rupanya sudah terbaca oleh rakyat yang mulai muak dengan perilaku Jepang. Kelakuan Jepang yang bengis dan diluar batas kewajaran dan adat, benar-benar membuat jengkel kaum priyayi dan rakyat. Kelakuan tentara Jepang itu membuat marah tentara PETA yang mestinya bertugas mendukung program Romusa. Maka pada tanggal 14 februari 1945 di Blitar terjadi perlawanan tentara PETA terhadap Jepang. Tokoh pemimpin aksi perlawanan ini seorang pemuda berpangkat soudanco bernama Supriyadi.
Supriyadi memiliki nama kecil Priyambodo. Sejak kecil dia terbiasa mendengar cerita kepahlawanan para wayang dan sikap hidup kesatria dari kakek tirinya. Kisah-kisah itu membekas pada jiwa dan kepribadian Supriyadi. Pemuda asal Trenggalek lahir 13 April 1923 ini, ikut kesatuan semi militer Jepang Barisan Pemuda atau Seinendan di Tangerang. Berikutnya, Supriyadi pun terpilih mengikuti PETA yang dibentuk Jepang pada 3 Oktober 1943.
Mengutip Kisah 124 Pahlawan dan Pejuang Nusantara oleh Gamal Komandoko, Supriyadi pernah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Belanda, ELS (Europese Lagere School) dan melanjutkannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Sebelum bergabung denan PETA, priyayi Jawa ini sempat melanjutkan pendidikan ke sekolah pamong praja, OSVIA (Opleiding School Voor Indlandse Ambtenaren) di Magelang.
Setelah memperoleh pendidikan militer di PETA, Supriyadi diangkat sebagai Dai Ichi Shodan atau Peleton 1 wilayah Blitar. Tugasnya selama di Blitar mengawasi pekerjaan romusha. Namun, pekerjaan itu ditolaknya dengan alasan terlalu kejam untuk memperbudak bangsanya sendiri.
Dalam buku Sukarno biografi 1901-1950, Lambert Giebels penulis berkebangsaan Belanda itu menyebutkan supriadi sangat percaya diri mampu melakukan perlawanan. Ia menimba kekuatan dari hubungan mistiknya dengan Pangeran Diponegoro. Atas keyakinan ini, banyak anggota PETA lain yakin dan ikut dengan aksi Supriyadi
Sebulan sebelum aksi pemberontakan, terdapat 16 anggota PETA aktif mulai melakukan rapat di sebuah tempat yang tertutup. Para tokoh pemuda itu Supriyadi, Halir, Ismangil dan beberapa tokoh kelompok rakyat. Mereka memutuskan aksi pemberontakan tanggal 14 Pebruari 1945 pukul 04.00 sebelum apel pagi. Dalam keyakinannya, para tokoh pemuda ini akan menyerbu markas dan asrama batalyon PETA di Blitar.
Namun rupanya para pemuda ini lupa strategi dan tujuan aksi pemberontakan itu. Bisa jadi aksi serangan pagi hari ini hanya bentuk ketidak puasan atas tentara Jepang, atau ada masalah dendam pribadi. Strategi penyerangan juga belum matang. Mereka tidak mengukur bagaimana menguasai senjata, bagaimana cara melakukan langkah gerilya jika aksi mereka gagal.
Seperti yang sudah disepakati, pagi itu menjelang subuh sudah muncul rentetan senjata menyerang markas batalyon PETA. Banyak pasukan Jepang yang sedang tidur langsung disergap dan dibunuh. Para pemberontak juga merampas senjata, mobil pengangkut barang dan kas tentara sebesar 10 ribu gulden. Menjelang fajar, masa pemberontak bergerak menuju penjara kota Blitar yang berada dekat alun-alun. Disana mereka membebaskan 250 tahanan kriminal dan segera bergabung dengan pasukan.
Dalam catatan sejarah aksi para pemuda PETA ini penuh dengan semangat dan kepahlawanan, dan benar benar menguasai kota Blitar. Menang dalam satu gebrakan. Pukul 10 pagi sudah banyak mayat tentara Jepang bergelimpangan di markas dan di jalan. Belum puas, massa bergerak semakin bengis dengan melakukan penjarahan toko-toko yang dihuni etnis China. Bahkan Lambert Giebels berani menyebut pasukan liar semakin bengis dengan melakukan aksi pemerkosaan wanita Indo Belanda. Situasi kota Blitar benar-benar tidak bisa dikendalikan. Namun sekali lagi massa ini tidak memperhitungkan strategi pertahanan jika ada aksi balasan dari tentara Jepang. Supriyadi yang menjadi tokoh utama gerakan masih terlalu muda dan emosional tidak bisa mengendalikan massa yang terlanjur euforia.
Rupanya Jepang langsung kalap penuh kemarahan begitu mendengar kabar kota Blitar dilumpuhkan dan banyak tentaranya dibunuh. Serangan para pemberontak PETA ini dibalas Jepang dengan skala lebih besar. Batalyon dari Malang dan Kediri didatangkan untuk mengepung Blitar. Akibatnya situasi tak seimbang. Para pemberontak yang kurang berpengalaman tempur kocar kacir menyelamatkan diri masuk ke hutan dan Gunung Kelud. Sementara para pemimpin berhasil ditangkap dan diajukan ke pengadilan militer Jepang di Jakarta. Di berbagai buku sejarah menyebutkan, Supriyadi tidak ikut diadili dan diduga sudah lebih dahulu dihabisi Jepang.
Aksi pemberontakan PETA ini juga dipantau para pemimpin nasional, dan mereka mengambil sikap berbeda-beda. Ada pihak yang menuding Supriadi terlalu gegabah dan terburu-buru. Bahkan ada kelompok nasionalis lain yang menyalahkan cara Supriyadi, sebab dianggap menggangu rencana dan strategi awal untuk menjadi negara merdeka sesuai janji Koiso. Namun ada kelompok lain menganggap justru dengan pemberontakan PETA ini membukikan kekuatan rakyat bisa mengalahkan tentara Jepang. Berkat aksi pemberontakaan ini posisi Jepang yang sebelumnya sudah banyak kalah perang di beberapa wilayah perang pasifik semakit terdesak. Aksi pemberotakan PETA juga membangkitkan rasa patriotik rakyat yang tinggal di batalyon wilayah lain, dan sudah menyiapkan diri akan melakukan langkah sama jika diperlukan.
Sementara itu bagi Sukarno, serangan PETA ini membuat posisinya yang sebelumnya sangat aman menjadi dilematis. Sebab aksi pemberontakan itu berada di Kota Blitar tempat tinggalnya. Sukarno kawatir muncul kesan seakan-akan aksi pemberontakan itu dibawah kendalinya. Sukarno harus mencari cara agar keluarga di Blitar aman dari incaran Jepang.
Untuk menghilangkan keraguan tentara Jepang terhadap Sukarno, segera menawakan diri untuk bertindak sebagai salah satu juri pribumi yang diperbantukan kepada pengadilan militer di Jakarta. Mereka yang tertangkap ini para pemimpin mulai Halir dan dr ismail. Namun upaya Sukarno ini ditolak Jepang karena akan berdampak negatif dengan namanya. Dalam sidang militer Jepang itu, para pimpinan pemberonak mendapatkan vonis hukuman mati dengan cara dipancung sesuai tradisi samurai.
Rupanya keterangan berbeda dalam otobiografi Sukarno yang ditulis wartawan Amerika Cindy Adams. Sukarno mengatakan bahwa secara tidak langsung ikut terlibat dalam aksi pemberontakan PETA. Sukarno membesar-besarkan keterlibatannya. Seakan-akan membuka rahasia yang tidak banyak diketahui orang. Katanya sebelum dilakukan rapat-rapat di markas, para pimpinan pemberontak mendatangi rumah orang tua Sukarno di kelurahan Gebang Bendogerit yang tidak jauh dari lokasi markas. Mereka mengungkapkan rencana aksinya. Raden Sukemi orang tua Sukarno menemui para pimpinan PETA itu memberi semangat. Namun juga mengingatkan bahwa kalau nanti mendapatkan kesulitan, ia tidak bisa membantu karena keterbatasannya.
Memang dampak pemberonakan PETA ini benar benar merubah tingkat kepercayaan diplomatik terhadap pemimpin nasionalis di Jakarta. Sumber dari Jepang kolonel Miyamoto Shizuo perwira staf dari tentara ke 16 bagian transportasi dan komunikasi mengatakan, pemberontakan batalyon PETA harus mengubah strategi Jepang. Setelah kejadian itu PETA tidak lagi dipercaya sepenuhnya oleh Jepang jika terjadi pertempuran besar melawan sekutu di pulau Jawa. Bahkan Jepang mulai curiga dengan PETA. Dikawatirkan akan muncul pemberontakan susulan yang bisa terjadi saat serangan sekutu di tanah Jawa. Atas kejadian itu, semua tenaga cadangan di kepulauan Indonesia termasuk divisi 48 di wilayah timur segera ditarik untuk mempertahankan pulau Jawa. Sehingga kekuatan Jepang di pulau Jawa meningkat menjadi 80 ribu tentara.
Bahkan jika muncul serangan sekutu ke pulau Jawa, kekuatan Jepang akan dikonsentrasikan di daratan tinggi Bandung. Di kota ini akan dirancang menjadi palagan pertempuran yang menentukan. Beruntung, semua langkah tersebut tidak semua dilakukan oleh Jepang, sebab 2 bom besar di kota Hirosima dan Nagasaki telah menundukan Jepang dari kemungkinan perang yang lebih dasyat. (pul)
Penulis : Nanang Purwono
abad.id-Ada yang menarik dari gedung Singa, yang beralamat di Jalan Jembatan Merah 19-23 Surabaya. Umumnya, untuk menandai proyek pembangunan sebuah gedung, di sana dipasang sebuah prasasti yang menyebut nama arsitek atau kontraktor pembangunan.
Diketahui bahwa nama arsitek Gedung Singa adalah HP Berlage. Tapi namanya tidak ada pada batu prasasti di gedung Singa, yang nama resminya adalah Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam,
Disana memang ada sebuah prasasti. Tapi yang terukir bukan nama arsitek (Berlage) dan kontraktor. Tapi Jan Von Hemert. Batu prasasti itu terpasang pada dinding depan bagian bawah, dekat pintu masuk utama. Bunyinya "De Eerste Steen is Gelegd op 21 Juli 1901 door Jan Von Hermet", yang artinya Peletakan batu pertama pada 21 Juli 1901 oleh Jan Von Hermet. Siapakah Jan Von Hermet?
Dari hasil pencarian dan penelusuran bersama antara Begandring Soerabaia dan Max Meijer (konsultan permuseuman dan heritsge di Belanda) diketahui bahwa Jan von Hemert adalah putra pasangan Pierre Theodore von Hemert (Amsterdam, 25 April 1865) dan Geertruide Johanna Zilver Rupe (Surabaya, 22 Januari 1871). Jan von Hemert sendiri lahir di Surabaya, 19 September 1893.
Lantas siapakah Piere Theodore Von Hemert? P. Th. Von Hemert adalah Kepala Perwakilan perusahaan asuransi De Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam atau yang lebih populer disebut Gedung Singa.
Menurut Max dari hasil penelusuran nya di sumber arsip Belanda, delpher.nl, bahwa P. Th. Von Hemert adalah direktur atau pejabat perwakilan tertinggi perusahaan asuransi De Algemene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente di Hindia Belanda. Ketika ia mulai membangun kantor perwakilan pusat di Hindia Belanda, tepatnya di Surabaya pada tahun 1901, peletakan Batu pertama sebagai peresmian mulai dibangunnya kantor baru dilakukan oleh anaknya yang bernama Jan Von Hemert.
Ketika peletakan batu pertama pada 21 Juli 1901, usia Jan Von Hemert masih 8 tahun. Ia lahir pada 19 September 1893. Selanjutnya ketika Jan Von Hemert berusia 18 tahun, bapaknya, Piere Theodore Von Hemert meninggal, tepatnya pada 10 April 1911 dan dimakamkan di pemakaman Belanda Peneleh.
Sebagai pejabat dari perusahaan yang terkenal di Hindia Belanda, kematian Piere Theodore Von Hemert meninggalkan luka mendalam bagi mitra, rekan, keluarga dan handai tolan. Banyak dari mereka yang menyampaikan rasa bela sungkawa. Selanjutnya, sebagai ucapan terima kasih, pihak keluarga mengiklankan di surat kabar baik yang terbit di Hindia Belanda maupun di Belanda.
Semasa hidupnya sebagai direktur perusahaan asuransi yang terkenal, ia tidak berpuas diri dengan pencapaian perusahaan. Hemert terus aktif mengiklankan perusahaannya melalui iklan iklan surat kabar agar semakin banyak nasabah dan klien. Dari arsip delpher.nl dapat diketahui bahwa perusahaan itu mengiklankan jasanya di koran dua atau tiga kali dalam sebulan. Hemert juga rutin mempublikasikan neraca perusahaan.
Dari hasil penelusuran komunitas Indonesia Graveyard, dr. Winanda Denis Kurniawan, diketahui dimanakah keberadaan makam Piere Theodore Von Hemert, direktur Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente Amsterdam di Surabaya. Bahwa ternyata makam direktur perusahaan asuransi yang berkantor di Gedung Singa itu ada di bagian selatan area makam Belanda Peneleh dengan nomor B. 3015.
Ketika Begandring Soerabaia dan Indonesia Graveyard mencari keberadaan makam P. Th. Von Hemert dan berhasil menemukannya, sayang sekali, makamnya sudah kehilangan prasasti, yang umumnya tertulis riwayat hidup orang yang mati. Makam pembesar perusahaan asuransi ini terlihat sederhana. Tidak ada bekas cungkup, yang umumnya satu paket dengan pagar. Makam hanya dibungkus Batu marmer putih. Itupun juga sudah hilang semua. Ada bekas pecahan Batu marmer di atas makam. Kecuali dua lembar marmer di bagian depan makam yang bertuliskan nomor registrasi B. 3015 dengan jelas. Dari nomor registrasi itulah keberadaan makam direktur perusahaan asuransi De Algemeene Maastchsppij dapat ditemukan.
Menurut petugas makam, Irul, bahwa kerusakan pada makam itu terjadi akibat penjarahan pada beberapa puluh tahun yang lalu, termasuk kerusakan yang terjadi di makam Piere Theodore Von Hemert.
"Saya ini penerus dari kakek dan bapak. Kakek saya, ketika masih hidup pernah menceritakan tentang makam ini. Salah satunya adalah tentang penjararahan yang pernah terjadi dulu", jelas Irul mengenang kakeknya ketika masih berdinas di makan Belanda Peneleh.
Dengan ketemunya makam direktur perusahaan asuransi Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, Piere Thdodore Von Hemert, terpecahkan juga nama Jan Von Hemert yang tertulis pada prasasti di Gedung Singa yang didesign oleh HP Berlage.
Kritik Arsitektur
Diduga ada kaitan erat antara arsitek Berlage dengan direktur De Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, Piere Theodore Von Hemert. Bagaimana kaitan itu?
Piere Theodore Von Hemert, yang menjabat sebagai direktur De Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente Amsterdam untuk Hindia Belanda, diduga salah satu dari direktur yang kemudian menjabat sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan asuransi di Hindia Belanda. Perusahaan ini sendiri sudah adai sejak 1880.
Menurut Journal for Southeast Asian Architectur (2003) yang ditulis oleh Paulin KM van Roosmalen bahwa ketika aktivitas komersial dimulai pada awal abad ke-20, permintaan akan bangunan perusahaan yang baru dan berkarakteristik meningkat pesat.
Salah satu desain pertama untuk bangunan perusahaan, yang mendapat pujian sebagai 'gaya arsitektur yang pas', adalah gedung kantor untuk perusahaan asuransi De Algemeene di Surabaya. Gedung, yang bisa dilihat sekarang, adalah hasil penyempurnaan oleh Berlage.
Petra Timmer, seorang peneliti asal Belanda yang tengah mempersiapkan peringatan 100 Berlage di Hindia Belanda, memberi penjelasan tentang cerita mengapa Berlage bisa ditunjuk untuk mendesign gedung untuk kantor perusahaan asuransi di Surabaya, Hindia Belanda.
Petra bercerita bahwa Hulswit (arsitek Belanda yang bekerja dan tinggal di Hindia Belanda), memang ditunjuk untuk membuat desain pertama. Kemudian design itu dikirim ke kantor pusat De Algemeene di Belanda. Saat itu Berlage sendiri memang sedang ditugaskan untuk mendesain kantor pusat De Algemeene di Amsterdam, Beurs van Berlage.
Kemudian pihak direksi meminta nasihat Berlage atas desain yang dibuat Hulswit. Ternyata Berlage menolaknya. Kemudian Huslwit membuat desain kedua lalu dikirim lagi ke Kantor Pusat di Belanda. Lagi lagi, Berlage kembali dimintai nasihat. Berlage tidak setuju. Lantas, Berlage membuat beberapa perubahan besar atas design Hulswit.
Salah satu upayanya adalah membeli dan meruntuhkan bangunan di sebelahnya agar kantor Algemeene bisa diperluas dan desain fasad dibuat simetris. Terjadi pertentangan antara Berlage dan Hulswit. Hulswit tidak setuju dengan perubahan Berlage dan tidak ingin membuat gambar baru.
Karena itu, Hulswit meninggalkan Surabaya dan pergi ke Batavia. Maka selanjutnya Berlage menjadi perancang gedung Algemeene di Surabaya.
"Sejauh mana desain 'Berlage', atau elemen mana yang tersisa dari desain Hulswit, saya belum belum tahu. Yang pasti penambahan patung Singa bersayap karya Da Costa dan keramik lukis karya Jan Toorop adalah gagasan Berlage", jelas Petra.
Di Belanda, karya design Berlage setelah Surabaya adalah gedung Bursa Efek, Beurs van Berlage di kota Amsterdam. Ini sepenuhnya karya Berlage.
Sementara menurut Paulin KM Van Roosmalen dalam jurnal ilmiahnya "Journal for Southeast Asian Architectur (2003) bahwa Hulswit membuat design dengan style Eropa. Design ini yang membuat Berlage tidak setuju. Ketidak setujuan itu diwujudkan dengan berkirim surat ke Dewan Direksi.
" Mungkin ada alasan bagus untuk ini (gaya Eropa), dan jika demikian saya akan senang mendengarnya. Tetapi saya tidak dapat melakukan selain memberikan penilaian (kritik) terhadap arsitektur Eropa semacam ini", kata Berlage sebagaimana ditulis oleh Roosmalen dalam tulisan ilmiahnya Journal for Southeast Asian Architectur (2003).
Di antara Dewan Direksi ini diduga ada Piere Theodore Von Hemert, karena dialah yang selanjutnya memegang jabatan untuk kantor baru di Hindia Belanda, khususnya di Surabaya. Apakah Piere Theodore Von Hemert, yang makamnya ada di Peneleh, pernah bertemu dengan Berlage? (nng/pul)
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Fenomena gangster di Surabaya beberapa hari terakhir sebanarnya bukan barang baru menjadi isu kota. Tiba tiba saja menjadi pemberitaan hangat setelah semakin marak dan mudahnya berita melalui media sosial. Aksi mereka dianggap berbahaya dan meresahkan. Mereka berkonvoi keliling kota, melakukan tawuran, aksi vandalis merusak fasilitas umum dan sebagainya.
Bagi Babe Kris salah satu personil Band yang akrab dengan aktifis 98 ini mengatakan, sebenarnya kenakalan remaja di Surabaya sudah ada sejak lama. Pada era 90an, ada gerombolan pemuda yang biasa nongrong di Studio eac jalan Simpang Dukuh. Juga ada gerombolan lain biasa nongkrong di THR. Mereka mengatasnamakan Goldos, Iranala, Exodus, Kreator, Alucard, Brochelet. Awalnya hanya aksi nongrong dan ngobrol tanpa tujuan. Mereka akan bergerak secara liar jika ada kegiatan massal. Misalnya saat gerak jalan napak tilas Mojokerto – Suroboyo. Pasti kelompok ini muncul dan ikut berpartisipasi. Awalnya aksi mereka saat start rapi dan membawa atribut bendera komunitas. Lalu baru di tengah jalan mulai muncul gesekan dan tawuran. " Ciri cirinya mripat abang, dari mulutnya sedikit bau-bau alkohol. Lalu yang dibawa selama gerak jalan mulai golok, roti kalung, gir, clurit," cerita babe
Untuk menghindari razia panitia, barang barang berbahaya itu disembunyikan di dalam tas rangsel atau dalam jaket dan sarung. Lalu jika ketemu musuh bebuyutan, mulailah aksi tawuran. Namun sangat jarang aksi itu benturan fisik. " Paling banter sawat-sawatan (lempar-lemparan batu) atau ketepel, sasarannya bisa merusak rumah warga," cerita babe.
Lalu gerombolan itu akan membubarkan diri setelah dilerai oleh panitia atau polisi. Saat aksi tawuran itu sangat jarang warga lokal terlibat. Sepertinya mereka sudah memaklumi aksi liar itu. padahal saat aksi tawuran selalu menghentikan lalu lintas yang sebenarnya masih sudah sepi pada era itu.
Bagi Babe, tawuran dan kenakalan hanya aksi khas remaja pada jamannya saja. Tawuran hanya melanjutkan tradisi dari model regenerasi permusuhan dari sebelumnya. Misalnya kelompok remaja AS punya musuh lama dengan kelompok pemuda BS. Mereka akan menggelar tawuran tanpa tujuan. Padahal dari masing-masing anggota kelompok itu sudah saling kenal, bahkan satu bangku di sekolah.
Kenakalan remaja khas era tahun 90a jarang menjadi aksi kriminalitas murni. Misalnya niat membunuh, perampokan, pencabulan atau transaksi narkoba jenis serbuk. Jika ada hanya ingin melampiskan kegalauan dengan miras arak oplosan yang murah atau lintingan cimeng. Aksi pesta kenakalan dipilih tempat yang sepi dan gelap. Sedangkan aksi vandalis dipengarui film barat action dengan pemeran van dame atau jacki chan. Untuk kegemaran bermusik dipengarui gaya metalica serta duran-duran.
"Bedo tawuran kenakalan arek jaman biyen ambek saiki, sebab arek mbiyen tawuran ya tawuran tanpa tujuan. Sedangkan jaman sekarang tawuran hanya untuk eksis lalu sengaja direkam video dan dishare ke media sosial. Tujuannya agar dibilang sangar dan anti kemapanan," jelas babe.
Teknologi dan informasi membuat pemberitaan aksi kenakalan remaja sangat terbatas. Pasca aksi tawuran misalnya, baru muncul di berita korban memorandum besok harinya. Para remaja sengaja menunggu berita tersebut untuk mengetahui update informasi siapa korban dan dampak aksi. Jika ada korban, sering foto tidak ditampakan dengan fulgar. Sedangkan pada era anarkis sekarang, aksi tawuran akan cepat tersebar hanya hitungan menit melalui group media sosial lengkap dengan narasi dari masing-masing pembuat conten. "Bahkan paling konyol, belum tawuran dan masih rencana aksi saja sudah tersiar kabar di medsos, sehingga polisi langsung bersiaga di lokasi yang sudah dijanjikan," jelas babe.
Kenakalan remaja ini juga mulai berubah seiring dengan budaya pop dan minat baca terhadap karya sastra muncul. Novel Lupus dan Balada Si Roy bisa merubah segerombolan remaja tanpa tujuan itu mempunyai kegiatan positif. Kelompok anak muda mulai rajin ke salon untuk membuat rambutnya menjadi jambul khas duran-duran dan suka nongrong di tempat umum. Kelompok lain membentuk komunitas pecinta alam dengan segala atributnya. Kegiatan positif mereka mulai berpetualang di gunung dan rimba. Sebagian lagi berani tampil di panggung dengan membuat group musik. Mereka juga aktif mengisi acara di radio dan cafe. Sebagian lagi sukses rekaman.
Sementara itu bagi Suryanto Guru Besar Psikologi Sosial dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dalam opini di jawa pos mengatakan, apapun kelompok ganster ini telah bertindak meresahkan masyarakat. Bisa dibayangkan siapa yang tak ngeri melihat segerombolan anak muda berkeliling kota dengan mengendarai sepeda motor, membawa senjata tajam, mengacung-acungkan golok, celurit raksasa, dan sebagainya –seolah bersiap untuk berperang melawan musuh.
Jadi mereka ini sudah menjelma menjadi sekelompok atau sekumpulan pemuda yang menaiki motor dan melakukan kegiatan yang kurang terpuji. Mereka memperlihatkan aksi-aksi yang patologis tanpa khawatir aksi mereka meresahkan masyarakat. Merekalah gangster motor. Gangster adalah penjahat atau bandit.
Berbeda dengan penggemar motor yang karena hobi melakukan touring berkeliling kota satu ke kota lain dengan damai, aksi gangster motor sering kali mengerikan. Makna kelompok pemotor itu akhirnya bergeser menjadi ke arah negatif. Sebab, kelompok tersebut bertindak antisosial seperti balapan liar, membuat keributan ketika pawai, dan merasa benar sendiri ketika berkendara di jalanan. Dengan peralihan makna itu, terdapat pembeda yang nyata antara pemotor yang berperilaku sosial dan yang berperilaku antisosial. Antara geng dan gangster.
Remaja yang tergabung dalam gangster umumnya adalah para remaja yang sedang dalam proses perkembangan, yaitu mengalami krisis identitas. Menurut Erikson, krisis identitas terjadi karena remaja mengalami konflik kepribadian antara yang dipersepsi dan yang dihadapi dari lingkungannya. Ketika seseorang mempertanyakan jati diri mereka dan apa fungsi mereka ada di dunia ini. Remaja dalam hal ini yang sedang dalam masa analisis dan eksplorasi terkait perkembangan harga diri.
Identitas ini menjadi penting karena masa remaja menjadi tahap dari krisis identitas yang menempatkan mereka berada dalam kebingungan menentukan perspektif dan orientasi diri. Sekelompok remaja yang bergabung dalam geng motor tersebut tengah mencari identitas diri. Dalam proses itu, mereka cenderung mengikuti kelompok yang dianggap sebagai kelompok yang ideal. Geng motor itulah yang menjadi kelompok ideal mereka.
Untuk mengantisipasi dan mengeliminasi agar ulah gangster motor tidak berkembang makin mencemaskan, harus ditangani jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek ini, pihak keamanan dan pemerintah setempat melakukan tindakan antisipatif dan represif terhadap kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan kerawanan dan keresahan masyarakat yang disebabkan kelompok geng tersebut. Ketika aksi yang dikembangkan para geng motor sudah melewati batas wilayah kriminal, tidak ada cara lain kecuali menangkap dan memproses mereka secara hukum
Sementara itu, untuk jangka panjangnya, fungsi keluarga sebagai basis pendidikan dan pembinaan anak remaja perlu ditingkatkan lagi. Keluarga merupakan kunci pokok untuk mengatasi masalah geng motor. Dan, setelah itu baru pihak pemerintah seperti lembaga-lembaga yang membidangi masalah keamanan dan lembaga pembinaan sosial.
Orang tua perlu mengarahkan anaknya untuk mengikuti kegiatan positif, seperti olahraga, seni atau musik, atau kegiatan lain yang mengembangkan kepribadian positif. Apabila susah mengubah perilaku, anak untuk sementara dipindahkan ke lingkungan atau circle lain. Dan, dipastikan tidak menjalin hubungan dengan kelompok yang menjadi referensinya saat ini. Tentu dengan tetap mendapatkan pengawasan dari keluarga. (pul)
Penulis : Pulung Ciptoaji
Allen Pope, seorang penerbang berkebangsaan Amerika Serikat yang disewa untuk membantu pemberontakan PRRI/Permesta, mulai 1 Januari 1960 diadili oleh Makamah Angkatan Udara dalam Keadaan Perang di Jakarta. Sidang yang berakhir tanggal 29 April 1960 ini, Pope dijatuhi hukuman mati oleh Makamah Udara dalam Keadaan Perang.
Sebelumnya putusan Pope ini, pada akhir 1959, Sukarno sudah bernegosiasi dengan Presiden Amerika John F Kennedy soal pembebasan Pope. Kennedy menawarkan imbalan sebagai pengganti. Tawaran presiden Amerika langsung disambut positif Sukarno yang memang sedang membangun kekuatan AURI untuk Operasi Trikora dan pembebasan Irian Barat. Maka Indonesia diizinkan membeli 10 unit pesawat C-130 Hercules, dan menjadi negara pertama yang mengoperasikan pesawat tangguh segala medan itu di luar Amerika Serikat.
Transaksi ini sama halnya Amerika Serikat harus membayar mahal demi pembebasan Pope. Bahkan Amerika Serikat juga "terpaksa" membiarkan Indonesia untuk merebut Irian Barat dari Belanda, yang tak lain merupakan sekutunya sendiri. Tidak lama kemudian tanggal 18 Maret 1960, Hercules 8 unit C 130B dan 2 unit KC 130 B tanker langsung dikirim. AURI baru menggunakan dua unit Hercules untuk Operasi Trikora pada Mei 1962.
Dua tahun setelah Vonis hukuman mati, bulan Februari 1962, Robert F. Kennedy adik kandung John F Kennedy Presiden Amerika menagih janji Sukarno yang akan pembebasan Pope. Kedatangan Robert F Kennedy disambut Sukarno sekaligus memperbaiki hubungan diplomasi yang sempat hangat atas tragedi Pesawat B26 yang menyerang Ambon dan ikut membantu pemberontakan PRRI/Permesta. Ikut dalam rombongan Robert F Kennedy ini istri, ibu, dan saudara perempuan Pope. Mereka meminta pengampunan Pope.
Diplomasi urusan Pope diselesaikan pada 2 Juli 1962. Sukarno menepati janjinya memberikan pengampunan dengan diam-diam Pope dibebaskan dari penjara. Pope diantar menuju pesawat menuju Amerika Serikat dengan sangat rahasia. "Saya tidak ingin ada propaganda soal penangkapanmu. Pergi sekarang. Menghilanglah diam-diam. Jangan perlihatkan diri di depan umum. Jangan membagikan berita dan mengeluarkan pernyataan untuk surat kabar. Pulang saja, sembunyikan dirimu, dan kita akan melupakan semuanya," kata Sukarno yang selalu diingat Pope.
CIA Terlibat Mendalangi Pemberontakan di Indonesia
Lalu, siapakah Allan Lawrence Pope yang begitu penting bagi Amerika Serikat, bahkan pilot tersebut menjadi jaminan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Gara-gara penangkapan Pope ini, Amerika Serikat yang sebelumnya punya kepentingan di Irian Barat, menjadi diam dan mendukung wilayah tersebut dilepas Belanda.
Pope seorang penerbang Angkatan Udara Amerika Serikat dan bertugas selama Perang Korea. Ia mulai dilibatkan dalam misi penerbangan rahasia CIA pada Maret 1954 saat bergabung dengan Civil Air Transport (CAT); salah satu organisasi binaan CIA.
Pada April 1958, CIA mengirim Pope dari Saigon, Vietnam ke Pangkalan Udara Clark di Filipina. Ia bertugas menerbangkan B-26 Invader yang dicat hitam ke Indonesia dan mendarat di Pangkalan Udara Mapanget, Sulawesi Utara, yang dikuasai pemberontak PRRI/Permesta.
Mulai dari situ, Pope membantu misi pengeboman Angkatan Udara Revolusioner (AUREV)--AU Permesta-- terhadap kapal laut dan aset-aset militer Indonesia di Sulawesi dan Maluku. Ini dilakukan untuk memutus jalur logistik dan melemahkan kekuatan militer Indonesia di Indonesia Timur.
Saat itu, Indonesia memang sedang gencar membangun kekuatan militernya di Indonesia Timur untuk merebut Irian Barat dari Belanda.
Pagi itu, pukul 06.00 WIT, 18 Mei 1958, sebuah pesawat pembom B-26 Invader lansiran Amerika Serikat bercat hitam tiba-tiba membombardir Pangkalan Udara Pattimura, Ambon. Di balik kokpit, Lawrence Allen Pope cekatan menjatuhkan bom ke arah pesawat-pesawat yang terparkir di landasan.
Sesekali rentetan peluru 12,7 mm juga terdengar diselingi ledakan pesawat C-47 Dakota dan P-51 Mustang yang terkena tembakan. Asap pekat dari avtur yang terbakar lantas memenuhi salah satu markas Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) itu.
Di Pangkalan Udara Liang, seorang pilot AURI, Komodor Udara Ignatius Dewanto, menerima kabar tersebut dan segera terbang dengan P-51 Mustang. Dengan senjata lengkap, pesawat tempur bermesin piston itu mengejar B-26 Invader yang mengincar kapal dagang Sawega yang mengangkut 1 batalion pasukan sekitar 1.000 orang.
Ignatius Dewanto berhasil mengikuti pesawat Allen Pope yang baru saja menjatuhkan bom seberat 230 kilogram ke kapal Sawega, namun meleset. Saat jarak tembak sudah sangat dekat, Dewanto segera menembakkan roket ke arah pesawat pembom itu.
Tembakan roket meleset, lalu disusul rentetan peluru 12,7 mm dan berhasil merusak sayap kanan B-26 Invader. Pembom itu terbakar dan menukir ke lautan, Allen Pope dan seorang desersi AURI, Jan Harry Rantung, yang menjadi operator radio Permesta bergegas melompat dengan parasut.
Allen Pope terdampar di Pulau Hatala di barat Ambon dengan kaki patah karena terhantam karang. Sementara Harry terjatuh di laut. Mereka ditangkap Angkatan Laut Indonesia yang sedang berpatroli.
Penangkapan Allen Pope mengungkap keterlibatan dinas inteligen Amerika Serikat atau CIA (Central Intelligence Agency) dalam pemberontakan Permesta di Makassar. Gerakan separatis ini beranggotakan perwira militer setempat dan hendak menggulingkan pemerintahan Sukarno yang dianggap dekat dengan komunisme.
Saat ditangkap, Pope membawa dokumen-dokumen catatan misi terbang dan identitasnya sebagai pilot yang diperintah negaranya untuk membantu pemberontakan di Indonesia. Dokumen ini secara substansial bisa mempermalukan pemerintahan Amerika Serikat.
Dalam buku Membongkar Kegagalan CIA disebutkan, berita penangkapan Allan Pope sampai ke Markas CIA di Amerika pada 18 Mei 1958. Allen Dulles, Direktur CIA saat itu, langsung memerintahkan agen-agennya yang masih berada di Fipilina, Taiwan, dan Singapura untuk menghentikan seluruh aktivitas rahasia dan mundur teratur. (pul)
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Tepat pukul 10 kurang 5 menit Hatta datang ke rumah Sukarno jalan Pegangsaan Timur 56. Di dalam buku memoarnya, Hatta mengatakan semua orang tahu bahwa saya seorang yang tepat waktu. Jadi tak seorangpun yang kawatir , bahwa saya akan terlambat. Sukarno sangat paham soal itu, jadi dia tidak alasan untuk kawatir.
Hari itu tanggal 17 Agustus 1945, tepat para pemimpin pergerakan memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan sigap, dua pemimpin bangsa Sukarno dan Hatta maju ke depan mimbar untuk membacakan sebuah naskah proklamasi yang sangat sederhana. Bahkan upacara tersebut juga paling sederhana di dunia. Dengan serak, Sukarno membacakan dua kalimat yang telah diketik Sayuti Melik. Secara spontan seorang perwira anggota polisi militer bernama Kaptem Latief yang ikut hadir mengerek bendera merah putih di tianng bambu yang juga sangat sederhana. Tiang bambu ini ditancapkan Riwu pagi hari, seorang pembantu yang ikut keluarga Sukarno sejak keluarga tersebut dibuang di Ende. Sambil bendera berkibar, para hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kali ini dengan refein Indonesia raya merdeka, merdeka dan bukan Indonesia raya mulia-mulia seperti jaman Belanda.
Berita koran tentang Indonesia telah merdeka. Foto dok 30 tahun Indonesia merdeka
Banyak para hadirin yang ikut hanyut terharu. Sebab perjalanan panjang menuju merdeka penuh dengan perseteruhan, pertumpahan darah dan kesedihan kehilangan. Termasuk Riwu yang mengaku terbayang-bayang Bu Ingrit saat bendera itu berkibar. “ Mestinya yang harus hadir saat itu Ibu Inggrit, sebab sejak awal dia yang ikut membantu perjuangan menuju kemerdekaan,” kata Riwu seperti yang ditulis dalam buku Lambert Giebels.
Tugas pemuda Riwu ini belum seleai. Sebab penyakit Malaria yang diderita Sukarno saat itu membuatnya harus banyak istirahat. Selanjutnya Riwu diminta untuk mengumkan ke warga Jakarta tentang kemerdekaan bangsa Indonesia. “ Wu, kita harus membantu menyiarkan berita ini di Jakarta, bahwa sekarang kita sudah merdeka,” Kata Sukarno di tempat tidur.
Ribu bergegas menuju kebun. Diambilnya sebuah bendera merah putih lalu diikat di sebuah tongkat. Kali ini kabar Indonesia telah merdeka harus digelorakan ke seluruh warga Jakarta. Namun bagaimana caranya. Beruntung ada beberapa pemuda yang masih menunggu kelanjutan proklamasi di rumah Pegangsaan Timur 56. Mereka Sartono dan Sutwoko. Bersama mereka, Riwu keliling kota naik mobil bak terbuka. Diatas mobil itu, mereka berteriak penuh semangat melewati menteng sampai ke pasar ikan dana ke jatinegara. “Merdeka, merdeka. Sekarang Indonesia telah merdeka. Sukarno dan Hatta baru saja memproklamasikan kemerdekaan,” kata Riwu.
Aksi tiga orang ini benar benar nekat dan tidak takut ditangkap kempetai. Padahal di sepanjang jalan yang dilewati banyak tentara Jepang memperhatikan. Mungkin diantara tentara Jepang itu juga belum mendengar kabar tentang kemerdekaan, atau mungkin juga tidak ada perintah apapun dari komandan. Sebab yang dipahami hanya diperintah mempertahankan status qua Indonesia.
Aksi tiga orang ini tentu membuat banyak orang penasaran. Sejumlah orang yang mendengar pengumuman kemerdekaan berbondong bondong menuju ke rumah Sukarno di Pegangsaan Timur Jakarta Nomor 56. Disana mereka saling bertanya. Beruntung beberapa pamlet teks proklamasi masih tersisa sehingga bisa menjelaskan penasaran warga. Beberapa ibu-ibu dan remaja putri menuju dapur dan membawa bahan makanan secara swadaya. Mereka membantu ibu Fatmawati menyiapkan selamatan nasi tumpeng. Tentu saja sambil menunggu tanda beduk magrib dari masjid, untuk dimakan saat berbuka puasa nanti. Tepat saat adhan magrip beberapa orang memilih mencari masjid terdekat, sementara sebagian menyantap nasi tumpeng bersama sebagai ucap syukur. Selanjutnya mereka sholat berjamaah di kebun depan rumah. “Sungguh begitu bersahaja dan sederhana proklamasi di negeri kami,” kenang Riwu.
Senja itu makin gelap. Suasana rumah Pegangsaan Timur 56 masih dipenuhi beberapa pemuda. Mereka berdiskusi tentang bagaimana cara menyebarkan kabar proklamasi ini agar bisa didengar di seluruh nusantara. Maka satu satunya cara yaitu melalui radio, mengabarkan melalui berita koran dan menyebarkan langsung melalui pamlet-pamflet. Malam itu Riwu mendapatkan tugas pergi ke percetakan Bukanfu, yang masih menjadi wewenang Laksamana Maeda. Tugasnya mengambil pamfelt naskah proklamasi kemerdekaan yang sudah dicetak. Sebab besok paginya akan disebar di seluruh penjuru jakarta.
Setelah terkumpul relawan pemuda, pagi itu tanggal 18 Agustus 1945 semua mulai bergerak. Riwu menadatangi stasiun dan terminal. Pamflet dibagikan ke setiap calon penumpang agar disebarkan ke daerah asal. Semua bersuka ria saat membaca pamlet itu. ada yang saling berpelukan, ada yang menangis dan penuh semangat percaya diri sebagai bangsa yang sudah tidak dijajah oleh siapapun. Cara lain yaitu menyebatkan berita ke luar pulau melalui radio. Cara ini butuh orang-orang nekat, sebab semua radio dikuasai orang-orang Jepang.
Kantor berita Domai dijaga ketat tentara Jepang. Kini berubah menjadi kantor berita Antara. Foto 30 tahun Indonesia merdeka
Salah satu pria nekat itu bernama Ronodipuro. Dia telah mencatat jalannya proklamasi 17 Agustus 1945 yang penuh drama. Untuk siaran di radio ini harus ijin kompetai. Tanpa ijin sangat mustahil. Sebab tidak ada seorangpun yang boleh masuk di situasi tentara Jepang yang sedang labil. Pernah siang itu, beberaa mahasiswa kedokteran Salemba nekat menyelinap masuk sambil membawa teks proklamasi. Namun salah seorang diantara mereka menimbulkan gaduh karena senjatanya terjatuh. Kempetai langsung menangkapnya. Tanpa banyak bicara keduanya langsung ditendang keluar gedung. Beruntung saja mereka tidak dipancung. Hanya saja naskah teks yang hendak dibaca direbut para kompetai itu.
Pasca kejadian, prajurit tentara Jepang semakin memperketat penjagaan di sudio radio. Paling ketat penjagaan di kantor berita Jepang Domai. Disitu tentara Jepang bersenjata lengkap hilir mudik dan keluar masuk studio. Sementara di luar gedung, sejumlah pemuda bergerombol seperti sedang merencanakan sesuatu untuk menguasai studio. Saat matahati mulai terbenam, beberapa pemuda membubarkan diri. Dipikirnya mereka pergi untuk menjalankan ibadah sholat atau berbuka puasa. Namun ternyata tidak. Bagi seorang wartawan bernama Syahrudin yang kantornya dibelakang radio Domai, waktu lengah itu digunakan untuk menyelinap dengan memanjat tembok. Bersimbah peluh karena antara takut dan kesulitan memajat tembok. Setelah itu bertemu dengan Ronodipuro dan membawa pesan dari Adam Malik bahwa teks proklamasi ini harus segera dibacakan. “Ah..., jauh jauh sampai memanjat tembok hanya untuk membawa pesan, tapi melaksanakannya tidak gampang,” kata Ronodipiro.
Akhirnya mereka membuat siasat lagi. Sebab orang - orang Jepang ini makin mengamankan kabin-kabin mickrofon radio. Mereka sudah mendengar kabar bahwa siaran berbahasa Inggris telah dihentikan sejak tanggal 15 Agustus 1945. Waktu siaran biasanya pukul 19.00 malam. Berarti jam yang biasanya diisi program bahasa Inggris pasti kosong, dan studio luar negeri minim penjagaan.
Dengan kemampuan beberapa teknisi, beberapa pemuda mengutak atik jaringan dan memindahkan ke frekwensi dalam negeri. Tepat waktu berita pukul 19.00 malam, pertama kalinya Ronodipuro bersama Suprapto membacakan teks proklamasi kemerdekaan serta mengumumkan kepada publik bahwa bangsa Indoenesia telah merdeka.
Selang beberapa jam kemudian, seorang tentara Jepang masuk studio dan berusaha menghentikan siaran tersebut. Saat itu Ronodipuro sedang berbincang tentang kemerdekaan dengan Bachtar Lubis. Keduanya langsung kaget atas kedatangan tentara jepang sambil membawa samaurai. Tanpa ada penjelasan apapun, keduanya dihajar habis habisan. “Kapten Kempetai itu begitu berang sampai menghunus pedangnya dan mengarahkan ujungnya ke leher saya,” kata Ronodipuro mengenang kejadian itu.
Beruntung tidak lama kemudian kepala studio seorang berkebangsaan Jepang datang melerainya. Letnan Kolonel Tomobachi dikenal tidak pernah bermusuhan dengan para pemuda, sehingga dengan penjelasannya Ronodipuro dan Bachtar Lubis bebas. Mereka hanya disuruh pergi.
Sejak peritiwa itu berita proklamasi semakin longgar untuk disampaikan di radio Domai. Tentara Jepang memang menguasai semua radio di seluruh kepulauan nusantara. Tujuannya untuk propaganda serta demi kepentingan koordinasi tentara. Radio Jepang saling terhubung dalam satu jaringan, sehinggal langsung terdengar di pelusuk pelosok. Tokoh kemerdekaan asal Aceh Teungku D Hafaz mendengar berita kemerdekaan malam itu juga saat berada di Medan. Teungku D Hafaz langsung menggelar sujud syukur dan menggelorakan proklamasi dari masjid ke masjid. Malam itu juga kota Medan penuh kegembiraan dan rasa syukur. Begitu pula seorang pendengar lain dari Manado. Malam itu juga di Manado digelar pesta rakyat. Berita ini bisa diteruskan hingga ke luar negeri. Wartawati SK Trimurti menjelaskan pada tanggal 18 Agustus 1945, sebuah kantor berita Amerika di San Fransisco telah memberitakan kemerdekaan sebuah negara baru di Asia Tenggara bernama Indonesia.
Jepang kemudian menyegel kantor berita Domai tanggal 20 Agustus 1945. Tapi para pemuda tak kehilangan akal. Ronodiputro memimpin membuat pemancar baru di markas aktivis Menteng 31. Tim ini dibantu teknisi radio Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Perjuangan lain juga dilakukan para pemuda lewat surat kabar, poster dan pamflet. BM Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang berjuang menggelorakan berita berita kemerdekaan melalui surat kabar. Sementara rekan-rekan mereka menempelkan poster di mana-mana. Mereka juga mencoreti kereta api dengan tulisan-tulisan yang menggambarkan kemerdekaan Indonesia. (pul)