Berawal dari Kiai Haji Raden (KHR) As’ad Syamsul Arifin yang menyadari melemahnya minat santri mendalami warisan kitab kuning.
Penuis : Novianto Aji
Abad.id Perguruan tinggi keagamaan Islam di pesantren banyak yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (Tafaqquh fiddin) berbasis kitab kuning. Namanya Ma’had Aly.
Ide Ma’had Aly sebenarnya sudah lama digulirkan para ulama di Indonesia. Pemikiran itu muncul tahun 1988 sampai 1989.
Adalah Kiai Haji Raden (KHR) As’ad Syamsul Arifin yang menyadari melemahnya minat santri mendalami warisan kitab kuning.
Di sini Kiai As’ad menggulirkan ide Ma’had Aly dan menjadikan pesantrennya yakni Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Situbondo sebagai pilot project. Situbondo saat itu menjadi rujukan secara nasional. Kiai As’ad lantas mengundang 300 ulama ke pondoknya.
Kiai As’ad mengatakan, idenya tersebut merupakan wasiat dari KH Hasyim Asyari sewaktu mondok. Tujuannya mencetak kader-kader fuqaha di akhir zaman. Kiai As’ad diberi wasiat untuk memperbanyak mencetak sebanyak-banyaknya fuqaha. Ahli fuqaha bukan ulama, melainkan ahli dalam hukum Islam atau fikih.
Bersama para kiai, Kiai As’ad kemudian membuat konsep Ma’had Aly. Butuh waktu kurang lebih tujuh bulan bagi mereka membuat kajian. Dan untuk mematangkan konsep Ma’had Aly, Kiai As’ad bahkan mengutus beberapa kiai untuk pergi ke Makkah dengan membawa konsep kurikulum kepada tiga ulama besar Mekkah untuk mengoreksinya. Respon pun datang dari ketiga ulama itu.
Setelah mendapat restu dari tiga ulama, barulah Kiai As’ad mendirikan sebuah Lembaga Pasca pesantren pertama di Indonesia pada tanggal 21 Februari 1990, yang kemudian dikenal Ma’had Aly.
Sejak Ma’had Aly Sukorejo Situbondo berdiri, saat ini sudah meluluskan sebanyak sembilan angkatan Mahasantri, yang diwisuda setiap tiga tahun sekali. Rata-rata sekitar 35 santri tiap angkatan. Diperkirakan sudah ada 300-an santri yang telah menjadi alumni.
Memang tidak banyak. Sebab lulusan Ma’had Aly adalah orang-orang langka dan terbaik. Para alumni ini sekitar 90 persen sudah menjalankan sebagaimana amanat Kiai As’ad, tentunya di daerah masing-masing.
Indonesia Punya 27 Ma’had Aly
Ma’had Aly menjadi lembaga pendidikan Islam yang menitikberatkan pada kajian persoalan-persoalan hukum formal syariah, baik melalui pendekatan fikih atau pun pendekatan ushul fikih.
Pesantren Tebuireng, Jombang, mulai mendirikan Ma’had Aly Hasyim Asyari pada 6 September 2006, bertepatan dengan 12 Sya’ban 1427 H.
Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari berusaha membangun paradigma baru dengan mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan agama maupun pengetahuan umum. Alquran dan hadits ditempatkan sebagai sumber pengembangan keilmuwan.
Pengasuh Pesantren Tebuireng, seperti KH. Muhammad Yusuf Hasyim dan Dr. Hc. KH. Ir. Salahuddin Wahid, menyebut adanya paradigma baru tersebut, maka ilmu-ilmu yang dikembangkan di Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari mampu membentuk pribadi mahasantri dengan kualifikasi kelulusan sebagai ulama yang tafaqquh fi al-diin. Mereka dibekali empat pilar utama, yakni kemantapan aqidah dan kedalaman spiritual, keluhuran akhlaq mahasiswa, keluasan ilmu pengetahuan dan kematangan profesional.
Di sini para santri digembleng agar menguasai tradisi ulama salaf as saleh di bidang ilmiah maupun amaliyah serta lahiriyah pada generasi penerus Islam.
Meski sudah lama dibentuk, namun pada tahun 2016 Ma’had Aly diresmikan Kementerian Agama. Awalnya ada 13 Ma’had Aly yang diresmikan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.
Pertama Ma’had Aly At-Tarmasi, Pondok Pesantren Tremas, Arjosari, Kabupaten Pacitan dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu), kedua Ma’had Aly Saidusshiddiqiyyah Pondok Pesantren As-Shiddiqiyah Kebon Jeruk (DKI Jakarta) dengan program takhasus (spesialisasi) “Sejarah dan Peradaban Islam” (Tarikh Islami wa Tsaqafatuhu), ketiga Ma’had Aly Syekh Ibrahim Al Jambi, Pondok Pesantren Al As’ad Kota Jambi (Jambi), dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu), keempat Ma’had Aly Sumatera Thawalib Parabek Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek, Agam (Sumatera Barat) dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu), kelima Ma’had Aly MUDI Mesjid Raya Pondok Pesantren Ma’hadul ‘Ulum Ad Diniyyah Al Islamiyah (MUDI) Mesjid Raya Bireun (Aceh) dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu).
Keenam Ma’had Aly As’adiyah, Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang (Sulsel) dengan program takhasus “Tafsir dan Ilmu Tafsir” (Tafsir wa Ulumuhu), ketujuh Ma’had Aly Rasyidiyah Khalidiyah Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai (Kalsel) dengan program takhasus “Aqidah dan Filsafat Islam” (Aqidah wa Falsafatuhu), kedelapan Ma’had Aly salafiyah Syafi’iyah Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo (Jatim) dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu), kesembilan Ma’had Aly Hasyim Al-Asy’ary, Pondok PesantrenTebuireng Jombang (Jatim) dengan program takhasus “Hadits dan Ilmu Hadits” (Hadits wa Ulumuhu), kesepuluh Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Jateng) dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu), kesebelas Ma’had Aly PP Iqna ath-Thalibin Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang (Jateng) dengan program takhasus “Tasawwuf dan Tarekat” (Tashawwuf wa Thariqatuhu), keduabelas Ma’had Aly Al Hikamussalafiyah, Pondok Pesantren Madrasah Hikamussalafiyah (MHS) Cirebon (Jabar) dengan program takhasus “Fiqh dan Ushul Fiqh” (Fiqh wa Ushuluhu), dan ketigabelas Ma’had Aly Miftahul Huda, Pondok Pesantren Manonjaya Ciamis (Jabar) dengan program takhasus “Aqidah dan FIlsafat Islam” (Aqidah wa Falsafatuhu).
Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan, pemberian surat izin ini merupakan bentuk pengakuan yang memastikan legalitas Ma’had Aly dalam sistem pendidikan nasional. Ke depan, Kementerian Agama akan terus memberikan afirmasi, tidak hanya pada aspek regulasi tapi juga fasilitasi dalam bentuk anggaran dan lainnya.
“Kami awalnya merencanakan untuk menganggarkan setiap Ma’had Aly sebesar Rp 1 miliar. Tapi karena ada pengurangan anggaran, Insya Allah separuhnya. Ini di tahun pertama (setelah keluarnya SK). Semoga untuk tahun berikutnya bisa lebih dari itu,” kata Kamaruddin.
Menurut Kamaruddin, Ma’had Aly merupakan satu capaian monumental sebagai lembaga pendidikan formal. Hal ini bertujuan untuk lebih mengutamakan peran pesantren dalam kehidupan keberagamaan umat Islam di Indonesia.
“Kalau di Mesir Hasan Hanafi misalnya menulis buku Minal Aqidah ilats-Tsaurah, dan mungkin nanti dari Mahad Aly akan lahir penulis-penulis buku Minat-Turats al-Ashily al-Indonesia ila ats-Tsaurah al-Fikril al-‘alamy,” ujarnya.
Setahun berikutnya, pada Agustus 2017, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) kembali memberikan meresmikan 14 Ma’had Aly. Dilansir kemenag.go.id, peresmian 14 Ma’had Aly ditandai dengan penyerahan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pendidikan Islam No 3844 tahun 2017 tentang Izin pendirian ma’had Aly pada Pondok Pesantren.
Direktur Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren), Ahmad Zayadi menyampaikan bahwa dengan terbitnya SK Dirjen Direktur Jenderal Pendidikan Islam No. 3.844 Tahun 2017 tentang Izin pendirian ma’had Aly pada Pondok Pesantren untuk 14 Ma’had Aly, maka saat ini ada 27 Ma’had Aly di Indonesia.
“Tahun 2016 Kemenang resmi menerbitkan SK untuk 13 Ma’had Aly, tahun ini menerbitkan SK untuk 14 Ma’had Aly, jadi total sudah ada 27 Ma’had Aly se-Indonesia. Saya kira ini jumlah yang cuku ideal,” ujar Ahmad Zayadi saat Penyerahan Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Izin pendirian ma’had Aly pada Pondok Pesantren tahun 2017 dan Penetapan Perpanjangan Status kesetaraan Satuan Pendidikan Muadalah di Jakarta.
Legalitas ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Ma’had Aly. Legalitas ini juga menjadikan Ma’had Aly setara dengan Perguruan Tinggi Islam dan Umum.
Ke-14 Ma’had Aly itu, di antaranya pertama Mahad Aly Darul Munawaroh Pondok Pesantren Dayah Darul Munawaroh Pidie Jaya Aceh dengan Takhasus al-Quran dan Ilmu al-Quran (al-Qura n wa ‘ulumuhu), kedua Ma’had Aly al-Hikmah Pondok Pesantren al-Hikmah 2 Brebes Jawa Tengah dengan Takhasus al-Quran dan Ilmu al-Quran (al-Qura n wa ‘ulumuhu), ketiga Ma’had Aly al-Mubarok Pondok Pesantren al-Mubarok Wonosobo Jawa Tengah dengan Takhasus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu), keempat Ma’had Aly Balekambang, Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Jepara Jawa Tengah dengan Takhasus Hadits dan Ilmu Hadits (Hadits wa ‘Ulumuhu), kelima Ma’had Aly Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Kota Surakarta Jawa Tengah, dengan Takhasus Bahasa dan Sastra Arab (lughoh ‘arabiyyah wa adabuha), keenam Ma’had Aly al-Fitrah Pondok Pesantren Assalafi al-Fitrah Kota Surabaya Jawa Timur dengan Takhasus Tasawuf dan tarekat (tashawuf wa thoriquhu), ketujuh Ma’had Aly al-Zamachsary Pondok Pesantren al-Rifa’ie 1 Kab. Malang Jawa Timur dengan Takhasus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu).
Kedelapan Ma’had Aly al-Hasaniyyah Pondok Pesantren Daruttauhid al-Hasaniyyah Tuban Jawa Timur dengan Takhasus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu), kesembilan Ma’had Aly Nurul Qarnain, Pondok Pesantren Nurul Qarnain Jember Jawa Timur dengan Takhasus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu), kesepuluh Ma’had Aly Nurul Qodim, Pondok Pesantren Nurul Qodim, Probolinggo Jawa Timur dengan Takhasus Tafsir dan Ilmu Tafsir (Tafsir wa Ulumuhu), kesebelas Ma’had Aly Darussalam, Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi Jawa Timur dengan Takhasus dan tarekat (tashawuf wa thoriquhu), keduabelas Ma’had Aly Krapyak Yogyakarta Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum Bantul DI Yogyakarta dengan Takhasus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu), ketigabelas Ma’had Aly Kebon Jambu Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Kab. Cirebon Jawa Barat dengan Takhasus Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu), dan keempatbelas Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo Jawa Timur dengan Takhasus Magister Fikih dan Ushul Fikih (Fiqh wa Ushuluhu).
Dengan keberadaan 27 Ma’had Aly ini, diharapkan nantinya menjadi lembaga pendidikan tinggi keagamaan Islam yang menghasilkan lulusan sebagai kader Kyai-Ulama yang Mutafaqqih Fiddin wa Mutafaqqih fi masholihil Khalqi, yakni menguasai secara mendalam khazanah keislaman yang spesifik dan mampu mentransformasikannya dalam kehidupan Indonesia yang kontemporer untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umat manusia.
Mendalami Warisan Kitab Kuning
Bagi lulusan Ma’had Aly, mereka akan memiliki gelar sekelas sarjana. Di sini para lulusan tersebut dicetak menjadi ahli agama Islam, termasuk berperan dalam menangani krisis ulama.
Setiap Ma’had Aly hanya diperbolehkan untuk menyelenggarakan satu program studi. Jika lebih dari itu, maka prodi yang dimaksudkan perlu dikembangkan menjadi pusat kajian keilmuan ke-Islaman serta kepesantrenan.
Ide pendirian Ma’had Aly di Indonesia memang difokuskan pada kajian fikih. Seperti pesan Kiai As’ad, beliau merasakan gejala kelangkaan ulama yang menguasai fikih secara utuh. Kurangnya para ulama memecahkan persoalan kontemporer secara komprehenship dan bertanggungjawab, menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.
Sementara peran santri dalam mendalami kitab kuning juga kian surut. Padahal kitab kuning merupakan warisan tidak ternilai dari para ulama Nusantara. Kitab kuning mencermikan kelembutan Islam, sebab terdapat akulturasi budaya di dalamnya. Kitab ini warna kertasnya kuning, gundul tak berharokat. Tertulis kecil-kecil dan huruf-hurufnya rapat. Kaum akademisi hari ini, semakin hari semakin tak kuat untuk membacanya yang terkadang bahasanya memang berat. Kadang ditemukan mubtada’ di sebuah tempat, dengan khobar di lain tempat. Khobar itu seakan meloncat.
Dan selama ini warisan kitab kuning lebih banyak diajarkan turun temurun di pesantren-pesantren sekaligus difungsikan sebagai rujukan dan paduan nilai-nilai universal dalam menyikapi perubahan zaman. Aspek dinamis yang diperlihatkan kitab kuning adalah transfer pembentukan tradisi keilmuan tauhid-fiqih-sufisme yang didukung penguasaan ilmu-ilmu instrumental, seperti nahwu dan sharaf (adab). Namun dengan melemahnya santri mendalami kitab kuning, maka Ma’had Aly-lah yang kemudian hadir untuk mencetak generasi baru.
“Ada dua latar belakang berdirinya MA, yaitu krisis ulama karena banyak ulama sepuh yang meninggal, dan gerakan tentang penafsiran yang sering memunculkan kontroversi,” ujar sekretaris sekaligus pengajar Ma’had Aly, Ustaz Muhyiddin Khotib dari Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah.
Menurutnya, ilmu fikih selama ini hanya dipahami sebatas standarisasi halal-haram dan tak boleh diotak-atik. Karena itu fikih kemudian menjelma menjadi perangkat undang-undang formal yang rigid, tidak rasional dan tak mampu beradaptasi dengan dinamika masyarakat. Nah, untuk mendekatkan kembali antara umat dengan fikih, maka fikih yang ada harus dipelajari melalui pendekatan ushul fikihnya.
Tidak bisa dipungkiri Ma’had Aly sudah menjadi kebutuhan banyak orang, terutama di Indonesia. Para lulusan Ma’had Aly akan menjadi pemikir Islam Ahlussunah Waljama’ah yang kuat. Dalam bahasa Kiai Ali Ma’syum, mereka-mereka ini calon ketua syuriah NU 2000 ke atas. Ini sekaligus sebagai upaya dunia pesantren membentuk karakter anak bangsa dengan mengelaborasi warisan kitab kuning sesuai dinamika yang ada.(nov)
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id Sebanyak 150 lukisan dan beberapa diantaranya menjadi koleksi musium di luar negeri dipamerkan di Hotel Hilton Jakarta pada awal Juni 1984. Pengumuman telah menyebar sejak 2 bulan sebelumnya, bahwa Basuki Abdullah yang jarang mengadakan pameran di Indonesia itu akan mengadakan pameran yang ke 4 kalinya di tanah air. Karya karyanya yang dipajang banyak menampilkan lukisan potret dan panorama dari berbagai negeri. Pengunjung masuk pameran harus membayar tiket Rp 1000. Uang tersebut termasuk mahal. Jika untuk membeli beras sudah mendapatkan 5 kilogram. Dalam catatan sejarah, Ini merupakan satu satunya pameran seni lukis Indonesia yang penontonya harus membayar.
Sejak pembukaan pameran, jumlah pengunjung langsung penuh. Mereka yang datang dari berbagai unsur masyarakat, mulai politikus partai, pejabat pemerintah hingga pengusaha. Pameran juga dikunjungi ibu Tien Suharto itu memamerkan karya terbaik Basuki Abdullah selama karier.
Memang, sejak muncul sebagai pelukis, Basuki Abdullah telah menggegam citra yang aristokratis yang elegan. Basuki Abdullah yang cucu Dr Wahidin Sudiro Husodo tokoh pergerakan pendiri Budi Utomo ini sangat populer dikalangan istana negara. Meskipun seniman, pergaulannya juga masuk golongan elit. Pemeran-pameran Basuki Abdullah juga tidak pernah sepi pengunjung dan selalu ada transaksi yang menggiurkan.
Prestasi mendunia Basuki Abdullah berawal pada 6 September 1948. Sewaktu itu ada penobatan Ratu Yuliana di Belanda. Basuki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis dunia lainnya dalam sebuah sayembara lukisan di Amsterdam, Belanda. Bahkan lukisan fenomenal yang berjudul, “Balinese Beauty” terjual di balai lelang Christie’s di Singapura dengan harga sangat fantatis tahun 1996. lukisan tersebut menunjukan kecantikan bali dengan objek wujud lukisan seorang perempuan bali yang cantik dan eksotis. Dengan media kanvas dan cat minyak. Karya ini memiliki aliran natural dengan pencahayaan yang kontras pada hiasan rambut berupa pantulan emas kekuningan, serta cahaya yang ada di sebleah bahu kanannya membuat lukisan tampak lebih terkesan naturalsi.
Gadis bali yang menggunakan hiasan rambut dan anting menjadi indah karna permainan cahaya menjadikan hiasan dari kuningan yang berwarna kuning keemasan menjadi lebih hidup. Basuki Abdullah menggambarkan perempuan bali yang sedang tersenyum malu-malu menjadikan kesan keeksotisan dari bali itu sendiri.
Basuki Abdullah di Istana Malacanang Philipina Foto Ist.
Basuki abdullah pertama kali menggelar pameran di Hotel Des indes Jakarta pada tahun 1952 yang dibuka oleh Arnold Mononutu Menteri Penerangan pada masa Presiden Sukarno. Turut hadir dalam pameran tokoh tokoh besar seperti Sukarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta. Hanya berselang 6 tahun kemudian, Basuki Abdullah juga menggemparkan publik Jepang saat menggelar pameran pada Juni 1959 di Tokyo. Pameran dibuka Pangeran Mikasa dan juga dikunjungi Sukarno Presiden yang terbang langsung dari Jakarta.
Di Brunai Basuki Abdullah dijuluki Mr Twenty Minutes. foto Ist
Semua pameran Basuki Abdullah selalu spektakuler dan monumental. Bahkan dari tahun ke tahun tidak pernah meninggalkan citra kelas elit sosial. Ketika di Brunai Darusalaam tahun 1982 misalnya, pameran yang diresmikan oleh pejabat tinggi kesultanan Brunai itu terjadi transaksi lukisan yang spektakuler. Sedangkan untuk pameran di Indonesia medio tahun 1974 dan 1984, selalu dibuka Presiden Suharto dan dihadiri para pejabat partai politik, DPR serta menteri.
Basuki Abdullah lahir di Surakarta, 25 Januari 1915. Pelukis beraliran realis dan naturalis ini pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka pada 1974. Lukisan-lukisan karyanya menghiasi istana negara, selain menjadi koleksi dari berbagai penjuru dunia. Bakat melukis Basuki Abdullah terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suryosubro, yang juga seorang pelukis dan penari.
Sebelum menjadi orang seniman besar, Basuki Abdullah kecil pernah bersekolah di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Kemudian mendapatkan beasiswa pada 1933 untuk belajar di Akademi Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu tiga tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).
Namun Kematian sang maestro ternyata cukup tragis. Di hari tuanya Basuki Abdullah tewas dibunuh perampok di kediamannya, pada 5 November 1993. Basuki Abdullah meninggal dunia di usia 78 tahun dan dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta. (pul)
Pecel Madiun yang Mendunia
Abad.id - Hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik. Kini, pecel Madiun telah mendunia.
Abad.id Naik bus atau kereta api ke Yogyakarta melintasi Madiun, Jawa Timur, rasanya tidak pas jika tidak mencicipi makanan khas daerah, yakni pecel. Bagi yang pernah mencicipi tentu akan ketagihan.
Sekilas makanan ini terkesan biasa-biasa saja. Orang Eropa menyebut ini Indonesian Salad, dan sambalnya adalah dressing yang terbuat dari kacang tanah ditumbuk, dicampur rempah dan cabe. Namun jangan tanya bagaimana terkenalnya makanan khas ini, gaung pecel Madiun hingga seantero Nusantara dan bahkan mampu melintasi benua. Tidak percaya?
Kalau Anda ke Madiun, di kota berjuluk Brem ini akan ditemui pecel dengan berbagai racikan dan resto. Meski berbeda-beda, namun rasanya sama. Sayuran disiram sambal kacang, itu dia.
Bagi masyarakat Jawa Timur khususnya, pecel adalah makanan tradisional di daerah Jawa, Indonesia.
Meski pecel banyak macamnya di daerah, seperti pecel Magetan, Malang, Blitar, Banyumas, Kediri dan lain-lain, tapi masyarakat lebih familiar dengan pecel Madiun. Seperti soto, cuma dua soto yang dikenal khas di Jawa Timur, yakni soto Madura (daging) dan soto Lamongan (ayam).
Memang tidak banyak yang tahu bagaimana pecel ini bisa dibilang dari Madiun. Versi yang didapat abad.id, pecel Madiun berasal dari Desa Selo, sebuah kawasan kecil di sebelah timur Madiun–di kaki gunung Wilis.
Di Desa Selo sendiri, kawasan di kaki gunung Wilis tadi, sekarang masih banyak dijumpai penjaja pecel tradisional. Dulu, era 1970-an, banyak dari mereka berjualan ke Madiun dengan cara menggendong pecel dan nasinya.
Mereka lantas duduk membuka dagangan pecelnya di bebeapa sudut jalan, dan bahkan di antaranya mangkal, dan ada juga yang keliling di jalan-jalan.
Bagi warga Madiun, nama-nama seperti Yu Las, Yu Wo, Yu Bibit, Yu Gembrot dan lain-lain tentu tidak asing. Yu Wo masih ada sampai saat ini. Ia sekarang mangkal di terminal bus lama. Ia sudah melakukan pengembangan usaha dengan membuka warung nasi cukup besar.
Warung kopi mba Cokro, Surabaya
Di depan Kantor Perbekalan Kodam (Tebek) Jalan Dr Sutomo, ada pasangan Bu Tjip dan Pak Min yang sudah puluhan tahun ada di sana. Mereka menjajakan makanan di malam hari. Bu Tjip kini sudah tiada dan digantikan anaknya. Begitu pula pasangan Pak Tuk tepat di jalan depan stasiun Kereta Api, adalah bagian dari legenda nasi pecel Madiun.
Pada masa sekarang, pecel tampil lebih modern. Disajikan di warung atau restoran. Yu Gembrot membuka restoran dengan minuman, kemudian Pecel Murni di Jalan Cokroaminoto yang kadang menyaksikannya di piring, bukan di pincuk.
Beberapa di antaranya khusus membuka jualan sambal pecel saja, seperti sambel pecel Delima, sambal Mirasa, sambal Jeruk Pedas, sambal pecel Kuburan Krekob, sambal jalan Anggrek dan lain-lain.
Tapi bagi yang ingin memburu yang asli, tentu akan lebih nikmat jika pecel tetap disajikan di atas daun pisang alias pincuk.
Aroma dan rasanya berbeda. Lebih sedap. Dan, bagi yang kangen dengan yang orisinal, tentu saja bisa jalan ke desa Selo.
Di tempat ini masih dijumpai dengan sambal asli yang selain kacang juga dicampur dengan ketela. Rasanya lebih sedap dan orisinal.
Namun beberapa daerah lain juga memiliki pecel. Antara daerah satu dan yang lain berbeda, ciri bumbu, penyadian dan perniknya.
Tentunya, hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik.
Daun pepaya, bayam, daun mlinjo, toge, bunga pisang, daun kunci serta lainnya menjadi ciri khas pecel Madiun. Saat disajikan biasanya dilengkapi dengan ragi, srundeng dan lalapan.
Brand pecel Madiun adalah lalap, yakni lamtoro dan daun kemangi. Kalau ada yang menambahi dengan cacahan timun, itu bukan pecel Madiun.
Ciri khasnya lagi, disajikan di pincuk (daun pisang), ditambah peyek (kacang ijo, tholo hitam, teri, ebi dan lain-lain), serta peyek tempe kiripik. Penjual juga sering melengkapi dengan lauk jeroan; babat, usus, paru. otak goreng sapi, limpa dan empal.
Yang membedakan lagi antara pecel Madiun atau bukan, adalah rasa sambalnya. Sambal kacangnya tidak terlalu lembut. Bahkan, cabainya kadang masih utuh. Rasanya juga biasanya pedas, dengan aroma jeruk pecel yang kuat. Jika rasa kencurnya menyengat, dipastikan itu bukan pecel Madiun, tetapi lebih berasal dari timur, seperti Kediri dan Blitar.
Sementara dalam literatur lain menyebut, pecel sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Buktinya, ada di Suriname, wilayah bekas jajahan Belanda ini terdapat pecel, meskipun ada perbedaan rasa di bumbu dan isinya, karena mengikuti selera dan keadaan di sana (Suriname).
Di negeri Belanda di pasar Albequeque, juga di restoran-retoran Indonesia di Amsterdam. Memang tidak susah mencari masakan atau makanan Jawa di Suriname. Masuk saja ke sembarang ”waroeng”— sebutan untuk tempat makan di Suriname. Dan kita akan menemukan menu seperti pitjel atau pecel, nasi goreng dan bakmie goreng, saoto, sate pitik (ayam), sampai minuman dawet alias cendol.
“Tiyang cemeng nggih jajan pitjel wonten mriki. Nggih remen kok (orang kulit hitam juga makan pecel di sini. Suka juga kok),” kata Markati, pemilik Waroeng Toeti di Tamanredjo, daerah setingkat kecamatan di Distrik Commewijne, Suriname.
Rombongan delegasi Kebudayaan Indonesia yang pernah datang ke Suriname juga penasaran dengan rasa pitjel ”van” Suriname itu. Mereka mampir ke Waroeng Toeti dan rupanya rasanya sama saja dengan pecel Indonesia.
Unsur pitjel tak beda dengan pecel yang banyak dijual di Indonesia, seperti bayam, taoge, dan kacang panjang plus lumuran sambal kacang.
Markati yang pensiunan pekerja perkebunan kebun tebu Marienberg itu juga menyediakan saoto dan dawet. Waroeng Toeti juga menyediakan singkong rebus yang biasa disantap bersama ikan asin.
Membicarakan pecel selalu tidak pernah lepas dari salad. Atau lebih tepatnya salad sayur. Cuma bedanya salad sayur di luar negeri tidak ada satupun chef yang berani mencampur salad sayur dengan nasi. Hanya orang Indonesia yang berani. Inilah kenapa pecel diawali sejak jaman penjajahan. Karena jaman dulu banyak orang ingin mengikuti cara makan para penjajah entah penjajah-entah jaman Portugis, Inggris atau Belanda, seperti makanan salad. Namun karena sulit mencari mayonaise di masa itu, sehingga orang tersebut menggantinya dengan bumbu kacang. Jadilah pecel yang kita kenal hingga kini.
Abad 17 Stok Kacang Tanah Berlimpah
Ada banyak versi soal pecel. Disebutkan, pecel sebenarnya sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram. Kesultanan Mataram kala itu adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Pecel memiliki jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti hingga Pantura Jawa Barat. Pecel Cirebon hingga Indramayu masih ada hingga sekarang.
Nah, Madiun sendiri merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata “medi” (hantu) dan “ayun-ayun” (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak di sekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun sendiri dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Maka, tidak heran jika pecel sebagai makanan khas Kesultanan Mataram kemudian diadopsi ke Madiun. Selain itu pula, pada abad ke-17 Madiun terkenal sebagai penghasil kacang tanah terbesar. Karena stok yang berlimpah inilah, Madiun mampu mengembangkan pecel sebagai makanan khas, yang mana bahan utamanya dari kacang tanah yang telah disangrai.
Dalam laporan Angka Sementara (Asem) pada 2015, produksi kacang tanah dan kacang hijau meningkat. Kondisi ini membuktikan bahwa Jawa Timur selain sebagai salah satu lumbung beras dan jagung juga merupakan sentra kacang tanah dan kacang hijau.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, untuk kacang tanah pada Asem 2015 mengalami kenaikan sebesar 191,58 ribu ton biji kering, peningkatan sebesar 3,09 ribu ton atau 1,64 persen dibandingkan produksi 2014.
Peningkatan produksi kacang tanah karena naiknya produktivitas sebesar 0,26 kuintal/hektare atau 1,93 persen meskipun luas panen sedikit mengalami penurunan sebesar 349 hektare atau -6,57 persen.Kacang tanah selain sebagai makanan camilan, bahan baku pelengkap roti dan makanan cokelat juga sebagaisalah satu bahan baku untuk membuat sambal pecel.
Daerah di Jawa Timur yang merupakan sentra kacang tanah hampir merata di berbagai daerah, yakni Kediri, Tulungagung, Blitar, Madiun, Ngawi, Lamongan, Jombang, Ponorogo, Pacitan, Malang, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso dan daerah Madura. Tetapi daerah yang paling terkenal dengan kacang tanahnya adalah Tuban, daerah tersebut kacang bentuknya kecil tetapi rasanya enak dan renyah.
Sementara Asem produksi kacang hijau Jawa Timur pada 2015 sebesar 67,82 ribu ton biji kering mengalami peningkatan sebesar 7,51 ribu ton atau 12,45 persen dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan produksi kacang hijau terjadi karena naiknya luas panen sebesar 5,93 ribu hektare atau11,80 persen dan tingkat produktivitas sebesar 0,07 kuintal/hektare atau 0,58 persen.
Di Jawa Timur, daerah sebagai sentra penghasil kacang hijau hampir merata, setiap kabupaten/kota pada musim tertentu dipastikan menanam kacang hijau. Kacang hijau merupakan bahan baku untuk membuat makanan-minuman (Mamin) seperti bak poo, roti dan minuman kemasan dan minuman es kacang hijau.
Petani bernama Rahmat Widodo asal Madiun mengaku sudah menjadi petani kacang tanah sejak tahun 2005. Rahmat mengakui komoditas ini memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan.
Ia menanam kacang tanah di lahan seluas 1 ha. Selain kacang tanah, lahan itu juga dipakai buat menanam komoditas lain seperti padi dan kacang kedelai. “Biasanya budidaya kacang dilakukan setelah panen padi,” katanya.
Dari lahan seluas 1 ha itu, ia Rahmat bisa menghasilkan 1 ton–1,5 ton kacang sekali panen, dengan omzet Rp 50 juta. Dalam setahun ia bisa empat kali panen.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnya selalu menguntungkan.
Diakui Rahmat, kacang tanah merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Ada banyak makanan olahan kacang tanah. Selain buat bahan sayuran, seperti bumbu pecel, juga banyak diolah menjadi camilan maupun produk selai untuk teman menyantap roti.
Lantaran banyak manfaatnya, permintaan kacang tanah tinggi di pasaran. Itu juga yang mendorong banyak petani tertarik mengembangkan komoditas ini. Apalagi budidayanya juga mudah.
Di daerah ini, kata Rahmat, memang banyak penghasil palawija jenis kacang-kacangan. Ditambah proses budidayanya juga tidak sulit. “Budidayanya tergolong mudah dan murah. Kacang tanah ini tanaman sela, jadi setelah panen tanaman palawija lain, kacang tanah bisa ditanam kapan saja dan dimana saja,” katanya.
Kata Rahmat, produksi tanaman kacang tanah sangat dipengaruhi faktor musim. Di musim penghujan, jangan berharap bisa mendapat hasil panen banyak. Kecenderungannya, imbuhnya, hasil panen di musim hujan menurun.
Curah hujan tinggi membuat akar tanaman terlalu lembab, bunga sulit diserbuki, dan rentan ditumbuhi jamur. Mengatasai itu bisa dengan membuat bedengan agar lahan tak digenangi air.
Namun jika sedang musim panas dan sinar matahari banyak, maka hasil panen bisa maksimal. Kendati demikian, tanaman tetap harus dirawat. Untuk mendapat hasil maksimal, Imam harus menggemburkan tanah hingga menjadi butiran halus dengan cara dibajak.
Rahmat menambahkan, kacang tanah ideal ditanam pada ketinggian tanah 50-500 meter dari permukaan laut dan jenis tanah harus gembur. Agar tumbuh maksimal, jarak antar lubang dibuat 25×25 sentimeter (cm).
Saat kecambah sudah keluar, lakukan penyiraman dua minggu sekali. Selain itu, harus rajin membersihkan rumput liar. Untuk menghindari hama, usia 30 hari, tanaman harus divaksin.
Kacang tanah yang dikembangkannya jenis brul dengan masa panen tiga bulan. Sementara varietas kacang tanah jenis lain, seperti cina dan holle bisa memakan waktu delapan bulan. “Harga kacang jenis brul juga lebih stabil di pasaran,” lanjutnya.
Omzet yang ia dapat bisa sampai Rp 10 juta sekali panen. Menurutnya, komoditas ini menguntungkan karena semua hasil panen tidak ada yang dibuang. Selain bijinya, ampasnya juga laku dibuat minyak dan fermentasi oncom.
Bahkan setelah panen pun, daunnya juga tidak dibuang karena bisa menjadi sayuran, bahan pakan ternak, dan pupuk hijau. Harga kacang tanah sendiri berkisar antara Rp 5.000–Rp 9.000 per kg.
Gurihnya Bisnis Pecel Madiun
Seorang pelaku bisnis kuliner di Yogyakarta, Sukandar mencoba peruntungan dengan membuka usaha Nasi Pecel Madiun sejak 2009.
Hampir sama dengan pecel lainnya, Sukandar menyajikan menu nasi plus sayur pecel. Tentu, bumbunya khas Madiun hasil racikan sendiri. Selain nasi pecel, ia juga mengusung menu lain, yakni nasi rawon. Satu porsi makanan awalnya dibanderol sekitar Rp 6.500.
Setelah lima tahun beroperasi, Sukandar siap mengembangkan sayap bisnisnya. Maka, mulai tahun ini, ia membuka peluang kemitraan usaha.
Saat ini total sudah ada tiga gerai yang semuanya berlokasi di Yogyakarta. Perinciannya: satu gerai milik pusat, sisanya kepunyaan mitra.
Berminat menjajal usaha kuliner tradisional ini? Sukandar bahkan menyiapkan paket kemitraan dengan investasi sebesar Rp 10 juta. Paket investasi itu mencakup fasilitas booth cantik lengkap dengan banner, meja dan kursi makan, piring dan gelas, toples, peyek, brosur, spanduk, hingga seragam kaos untuk karyawan.
Selain itu, mitra akan diberikan pelatihan karyawan selama dua hari, plus standar operation procedure (SOP). Selama sebulan usaha mitra berjalan, pihak pusat akan rutin mengawasi operasional gerai tersebut.
Nantinya, mitra wajib membeli sebagian bahan baku dari pusat, berupa bahan bumbu, sambel pecel, serta peyek kacang.
Mengacu pada gerai mitra yang sudah beroperasi, setiap gerai bisa menjual sekitar 30 – 40 porsi pecel. Penjualan nasi rawon pun diperkirakan hampri sama. Jadi, dalam sebulan, mitra bisa menghasilkan omzet berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Dengan keuntungan bersih mencapai 46 persen, mitra ditargetkan sudah bisa kembali modal hanya dalam waktu enam bulan.
Pecel racikan tradisional dari Madiun selain dikenal memiliki cita rasa tersendiri, juga sangat digemari masyarakat di berbagai daerah. Adalah keluarga Ny.Roesmadji, salah satu keluarga pembuat sambal pecel di Madiun yang dikenal paling enak.
Usaha pembuatan sambal pecel Ny. Roesmadji ini kini sudah berkembang pesat. Dari sebuah rumah yang tidak begitu luas, usaha ini dirintis secara turun temurun. Rumahnya terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Pembuatan sambal pecel berlogo dan bermerek “Jeruk Purut” ini masih mempertahankan cara-cara tradisional mulai dari penggorengan, peracikan, sampai pengemasan. Karena memproduksi sambal dalam jumlah banyak, Ny. Roesmadji kini juga menggunakan oven kacang dan alat pengemas plastik.
Usaha pembuatan usaha sambel pecel Ny. Roesmadji awalnya hanya berupa usaha berjualan nasi pecel kecil-kecilan. “Saya coba berjualan nasi pecel di depan gang rumah ini. Eh, banyak yang bilang kalau sambalnya enak,” tutur wanita yang sudah uzur ini.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji laris manis dan sejak tahun l985 keluarga ini memfokuskan usahanya pada pembuatan sambal pecel. Dari hari ke hari, bisnis sambal pecel ini semakin berkembang. Selain dari Madiun, pesanan juga datang dari berbagai kota lain seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Banjarmasin, dan Palembang.
Sambal pecel ini juga pernah dinikmati orang-orang di mancanegara. Pada tahun 2000 sempat ada warga Belanda yang datang ke rumahnya. “Dia pengoleksi barang antik. Saat dia ke Jogja, dia penasaran dengan sambal pecel Madiun dan akhirnya mampir ke sini,” katanya.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji dikirim rutin ke Belanda. Selama satu tahun, tiap dua bulan, mereka bisa mengirim 2 kuintal sambal. Ngirimnya melalui kapal laut.
Namun sayangnya, bisnis menggiurkan ini akhirnya mandeg karena mahalnya biaya pengiriman.
Tak hanya di Belanda, sambal pecel Ny. Roesmadji ini juga pernah “diekspor” ke Amerika Serikat, Inggris dan Hongkong. Untuk orang-orang Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada biasanya mereka yang sekolah atau bekerja di sana membawa oleh-oleh pecel Madiun, ungkap Jumino, anak tertua Ny. Roesmadji.
Sejak Ny. Roesmadji menderita stroke, pengelolaan usaha sambal pecel ini diserahkan kepada Jumino bersama isterinya, Istiana. “Dulu semuanya yang meracik adalah ibu dan sekarang yang racikannya dipercaya pas, ya isteri saya,” ungkap Jumino.
Apa sebenarnya yang jadi rahasia di balik mantapnya sambal pecel khas Madiun?
“Dari racikan dan bahan bakunya,” tandas Jumino.
Dia membeberkan bahwa salah satu bahan baku yang juga menentukan aroma dan cita rasa sambal pecel adalah daun dan kulit jeruk purut.
“Selain bahan baku sambal pecel pada umumnya, kami juga mencampurkan racikan daun dan kulit jeruk purut sebagai penyedap. Campuran kulitnya sekitar 70 persen dan daunnya 30 persen,” ucapnya.
Bahan baku umum untuk membuat sambal pecel tentu saja yang utama kacang tanah, lalu ada gula merah, gula pasir, asam, dan cabai keriting.
Sambal pecel buatan Ny. Roesmadji ini bisa tahan sampai tiga bulan, bahkan bisa tahan lima bulan jika disimpan di lemari es.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun. Foto_ ist
Berkat keuletan Ny. Roesmadji dan keluarganya, kini usaha sambel pecel ini mampu mempekerjakan puluhan pekerja. Pekerjanya didominasi ibu-ibu muda dan nenek-nenek. “Saya sudah empat tahun bekerja disini,” ucap Kasmini, nenek berusia 70 tahun yang bertugas menumbuk kacang goreng.
Dalam sehari, usaha ini menghasilkan 10-20 kilogram sambal pecel yang dikemas dalam plastik seperempat kilogram dengan harga murah meriah Rp 6.500. Ada empat jenis sambal yaitu rasa biasa (tidak pedas), pedas, sedang, dan sambal kacang untuk gado-gado. “Kalau untuk gado-gado, racikannya lebih halus,” ujarnya. Satu harinya, usaha ini beromzet sekitar Rp 2,6 juta.
Selain mendirikan usaha di rumahnya, Ny. Roesmadji juga memiliki tiga toko antara lain toko “Adji Rasa” di Jalan Opak (pertokoan Gamasoru), toko “Delima Dua” di Jalan Ciliwung 10, dan toko “Barokah” Jalan Diponegoro (samping Patung Garuda Bosbo).@nov
Liputan : Noviyanto Aji
KH Hasyim Asy’ari dan Penjara Koblen
Abad.id, SURABAYA - Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari (1871-1947) menjadi fokus perhatian dalam peringatan Hari Santri. Karena beliaulah yang membuat fatwa Jihad (11 September 1945) yang kemudian menjadi konsideran lahirnya Resolusi Jihad (22 Oktober 1945). Selanjutnya, Rosulusi Jihad menjadi dasar penetapan dan peringatan Hari Santri Nasional.
Resolusi Jihad yang tercetus pada 22 Oktober 1945 melahirkan keputusan yang isinya merupakan seruan kepada pemerintah Republik Indonesia. Isinya adalah :
1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama dan negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.
2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia merdeka dan agama Islam
Sedangkan Fatwa Jihad, yang dikeluarkan KH Hasyim Ashari tertanggal 11 September 1945 lebih ke seruan kepada warga umat Islam yang isinya bahwa:
“Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu ‘ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam: Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak, bagi yang berada dalam jarak Iingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh”.
Isi Fatwa Jihad dan Resolusi Jihad ini berbeda dan ini ditegaskan oleh Gus Sholahuddin Azmi ketika menerima kunjungan Ketua DPD Gerindra Jatim, Anwar Sadad, di Kantor PCNU Surabaya di jalan Bubutan VI Surabaya. Kantor PCNU Surabaya ini adalah tempat dimana Resolusi Jihad dikeluarkan pada 22 Oktober 1945, yang kala itu berfungsi sebagai kantor pengurus besar, Hoofdbestuur Nahdatoel Oelama (NO).
“Isi Fatwa Jihad itu ditujukan kepada umat Islam dan ditulis oleh KH Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng Jombang pada 11 September 1945. Sementara Resolusi Jihad dibuat di kantor besar Nahdlotoel Oelama (NO) di Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945”, tegas Sholahuddin Azmi, cucu Kiai Ridwan, pembuat logo Nahdatul Ulama.
Ketua DPD Gerindra Jatim, Anwar Sadad, dan pengurus partai menapak tilasi jejak KH Hasyim Asy'ari di eks Penjara Koblen (22/10/2022).
Kehadiran Anwar Sadad beserta rombongan dan pengurus Gerindra ini dalam rangka menapak tilas perjalanan KH Hasyim Ashari yang menjadi latar belakang dikeluarkan Fatwa Jihad yang selanjutnya menjadi konsideran Resolusi Jihad itu.
“Kami ini menapak tilas perjalanan KH Hasyim Ashari, yang secara langsung merasakan kejamnya penjajahan. Dengan napak tilas ini kami sedikit bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Mbah Hasyim Ashari ketika ditawan Jepang mulai dari Jombang, Mojokerto dan Surabaya. Penyiksaannya luar biasa. Karenanya kekejaman itu harus dilawan. Karenanya, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan Fatwa Jihad”, jelas Anwar Sadad ketika menapak tilas di penjara Koblen.
KH Hasyim Asy’ari memang pernah ditawan Jepang karena melakukan penolakan terhadap Seikerei, ritual penghormatan terhadap Kaisar Hirohito dan ketaatan pada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Jepang memang mewajibkan Seikerei bagi rakyat Indonesia kala itu. Seikerei dilakukan dengan membungkuk ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi.
Bagi Hasyim Asy’ari hanya Allah yang patut disembah, bukan manusia atau matahari. Karena itu ia ditahan. Selama dalam tahanan, banyak penyiksaan fisik yang diterima Hasyim. Bahkan salah satu jarinya patah hingga tidak dapat digerakkan. Itulah penderitaan yang dialami Hasyim Asy’ari. Penjara Koblen adalah penjara terakhir sebelum ia dibebaskan. Namun Hasyim Asy’ari sempat mendekam di penjara selama 3 bulan.
Penjara Koblen menjadi saksi penyiksaan Hasyim Asy’ari dan penjara Koblen menjadi saksi sejarah jejak pendiri NU itu.
“Ini menjadi latar belakang kami melakukan jelajah jejak sejarah KH Hasyim Asy’ari. Memang saal saal penjara sudah tidak ada. Yang tersisa adalah tembok penjara. Karenanya perlu ada pelestarian nilai sejarah di eks Penjara Koblen ini”, pungkas Anwar Sadad.
Anwar Sadad memberi sambutan pengantar yang menjadikan latar belakang napak tilas Hasyim Asy'ari di Koblen 2022-10-23
Pelestarian Cagar Budaya eks Penjara Koblen
Belum lama walikota Surabaya, Eri Cahyadi, menyampaikan dan mengajak Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya untuk melestarikan Cagar budaya secara tematik. Yakni pelestarian yang dilakukan dengan orientasi nilai peristiwa yang terjadi di obyek atau kawasan Cagar budaya dan orientasi nilai arsitekturnya.
Ada nilai penting yang pernah terjadi di penjara Koblen, terkait dengan perjuangan dan kepahlawanan arek arek Surabaya dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Nilai perjuangan arek arek Surabaya ini dicatat tidak hanya bersifat lokal, tetapi sudah berskala nasional. Karenanya harus ada upaya upaya yang terstruktur dalam hal pelestarian, pengelolaan dan pemanfaatan Cagar budaya eks penjara Koblen ini.
Menurut Wayan Arcana, pengelola aset Cagar budaya, ia sudah merencanakan pemanfaatan lahan seluas 3,8 hekatar ini untuk aktivitas ekonomi yang serasi dengan aktivitas edukasi untuk menjaga nilai sejarah yang pernah terjadi di Koblen ini.
“Sesuai dengan ijin pemanfaatan lahan eks penjara Koblen ini bahwa di tempat ini salah satunya adalah untuk pasar wisata. Kami juga merencanakan untuk fungsi edukasi, ilmu pengetahuan dan pariwisata”, jelas Wayan Arcana ketika mendampingi Anwar Sadad ketika napak tilas di Koblen.
Sebagai manfaat pendidikan, Wayan juga sedang membangun gedung sekolah untuk mewadahi keinginan warga setempat akan kebutuhan pendidikan tingkat dasar.
“Sekolah menjadi cara untuk melestarikan nilai nilai sejarah yang terukir di eks Penjara Koblen. Dengan kelembagaan sekolah yang formal, maka sekolah bisa mengajarkan sejarah Koblen sebagai muatan lokal”, jelas Wayan.
Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony, yang juga ikut mendampingi Anwar Sadad, merespon pembangunan sekolah yang berada di luar tembok sisi barat. Menurutnya, pembangunan gedung sekolah ini menjadi itikad baik (good Will) dari pengelola eks Penjara Koblen demi upaya pelestarian nilai nilai sejarah dan Cagar budaya eks Penjara Koblen.
“Terkait dengan pembangunan gedung sekolah di luar tembok penjara itu, saya memang mendapat laporan tentang itu. Saya sempatkan melihat proyek pembangunan itu. Letaknya di luar tembok sisi barat dan langsung menghadap kampung. Saya lihat memang ada jarak antara tembok penjara dan tembok gedung sekolah yang sedang dibangun “, jelas AH Thony di sela sela mendampingi Anwar Sadat.
Atas pembangunan gedung sekolah itu, pihak pengelola sudah mendapat surat pemberitahuan dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) agar memperhatikan keberadaan Cagar budaya yang ada.
Menanggapi surat pemberitahuan itu Wayan mengatakan bahwa ia sudah memperhatikan keberadaan bangunan Cagar budaya yang ada. Karenanya ia memberi jarak antara tembok penjara dan bangunan gedung sekolah”, tanggap Wayan.
Selain itu, Wayan juga menambahkan bahwa ia akan meminta pihak pengelola sekolah, Kodam V Brawijaya, untuk memperhatikan eksistensi nilai Cagar budaya dan nilai peristiwa yang pernah terjadi di lingkungan penjara Koblen. Untuk mendukung nilai edukasi buat siswa sekolah, ia akan memasang papan informasi yang edukatif tentang sejarah Penjara Koblen di lingkungan sekolah.
Sementara itu, Anwar Sadad juga berkomentar tentang upaya pemanfaatan eks Penjara Koblen sebagai wahana edukasi sejarah.
“Tempat ini perlu diberi atraksi sejarah, misalnya teatrikal tentang keberadaan Hasyim Asy’ari di penjara Koblen dan kisah pembebasan Hasyim Asy’ari dari Penjara Koblen. Ini menjadi atraksi pariwisata sejarah di tempat ini”, papar Anwar Sadad.
Secara fisik, yang tersisa dari bangunan penjara Koblen ini, hanya tembok penjara dan bekas rumah kepala lapas, yang kini dimanfaatkan sebagai kantor pengelola. Karenanya tembok dan eks rumah kepala lapas ini perlu dijaga kelestariannya guna menjaga memory public tentang sejarah dan peristiwa yang pernah terjadi di penjara yang mulai dibangun pada akhir 1920-an ini. Diantaranya adalah sejarah Kiai Haji Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan penulis Fatwa Jihad. (Nanang)