images/images-1674380395.png
Sejarah
Riset

Jejak Kartel Candu Jaman VOC

Pulung Ciptoaji

Jan 22, 2023

438 views

24 Comments

Save

abad.id-Madat, istilah ini merujuk pada kegiatan menggunakan zat adiktif untuk mendapatkan nuansa halusinasi dan sugesti. Barang haram berupa narkotika ini dibuat dari tumbuhan yang tumbuh subur di kawasan tropis, sepeti ganja dan opium. Bahan-bahan beracun ini semakin gencar dibasmi, karena disepakati warga dunia berbahaya dan merusak mental bagi yang sudan menjadi pecandunya.

 

Jauh sebelum menjadi musuh bersama dunia, ternyata madat dikenal sebagai tradisi lokal dari masyarakat adat. Bagkan kegiatan madat sudah ada sejak jaman prasejarh di daerah sebelah timur laut tengah mediterania. Hal itu tertulis dari catatan ilmuwan Yunani abad ke 5 sebelum masehi.

 

Oleh bangsa Persia dan India, opium salah satu jenis madat biasa dikonsumsi sebagai bagian dari tradisi. Mereka mencampurnya dengan zat lain sehingga menimbulkan eek halusinasi dan rasa gembira. Bahkan tidak sekedar mengkonsumsi, dua bangsa ini memanfaatkan bahan opium untuk komoditi. Salah satu konsumen yang bisa menjual kembali opium yaitu bangsa Portugis.

 

Munculnya minat konsumsi opium bangsa Portugis mempengaruhi perdagangan di India. Bangsa Portugis melihat penjualan Madat sebagai peluang emas. Bahkan pelaut Portugal menjual kembali bahan opium ke eropa dan dianggap komuditas rempah-rempah. Permintaan bahan madat ini semakin tinggi terutama untuk wilayah China.

 

Namun penguasa perdagangan opium yang sebelumnya dikuasahi Portugis, akhirnya dikalahkan oleh Belanda ada abad ke 17. Hal ini karena Belanda berhasil membudidayakan tanaman ganja yang sejenis opium di negeri jajahannya Asia tenggara. Keuntungan perdagangan candu dinikmati Belanda untuk memperpanjang masa kekuasaannya di Nusantara. Candu sebagai salah satu mata dagangan penting untuk pendapatan VOC. Pada masa gubernur jenderal Gustaaf Baron van Imhoff (1745), diberlakukan sistem perdagangan bebas candu. Selama 1619-1799, tiap tahun VOC memasok rata-rata 56 ton candu ke Pulau Jawa. Tidak tanggung-tanggung, dalam perdagangan candu ini, para pejabat VOC menciptakan sebuah organisasi yang dinamakan Opium Society. Kelompok Opium Society dibentuk pada tahun 1754. Organisasi ini bergerak tidak hanya sebagai pusat penyimpanan opium tapi juga bertanggung jawab mengontrol penjual-penjual opium grosiran yang kebanyakannya dimiliki oleh saudagar-saudagar Cina yang kaya.

 

Pada awal 1800, peredaran opium sudah menjamur di seluruh pesisir utara Jawa, dari Batavia hingga ke Tuban, Gresik, Surabaya dan Madura. Di pedalaman Jawa, opium menyusup ke desa-desa dan wilayah Kraton Surakarta dan Yogyakarta. Di Yogyakarta saja terdapat 372 tempat penjualan opium. Peningkatan berlipat ganda terjadi antara tahun 1802 sampai 1814 akibat pengaruh inflasi serta pelaksanaan monopoli Inggris yang lebih keras. Dekade selanjutnya 1814-1824 pajak dari perdagangan candu meningkat hingga lima kali lipat.

 

Opium Society dinilai sangat merugikan dan ditentang banyak orang terutama dari kelompok Anti Opium Bond pada tahun 1890. Kelompok ini menyarankan kepada pemerintah kolonial untuk mengganti sistem opiumpacht menjadi sistem opium regie. Saran ini diterima dan dijalankan hingga akhir abad ke-19. Sistem penjualan candu ini langsung dikendalikan oleh pemerintah secara keseluruhan, mulai impor hingga candu sampai ke tangan pembeli.

 

Kebijakan Opium regie ini juga mengaturlarangan penanaman opium di tanah Hindia Belanda. Opium tersebut diimpor dan diolah dipabrik yang didirikan di Batavia. Sistem opium regie mengharuskan penjual yang disebut mantri candu, mencantumkan papan nama di setiap bangunan yang menjual candu dengan nama “Kantor Penjualan”. Loket penjualan candu terdapat di dekat dengan pasar, perkebunan, dan pelabuhan. Loket candu ini dibuka pada siang hingga pukul 22.00 malam.

 

Cara VOC menguatkan kekuasaan di tanah jajahan dengan cara memberikan bantuan. Dari tulisan M Ali Surakhman berjudul Skandal Candu dan Perjanjian VOC dan Sultan Jambi, mengatakan dalam pemberian bantuan itu diringi juga dengan perjanjian perjanjian yang mengikat. Pada masa pemerintahan Sultan Sri Ingalaga terjadi peperangan antara Kerajaan Jambi dengan Kerajaan Johor. Kerajaan Jambi mendapatkan bantuan dari VOC sehingga berhasil menang. VOC memberikan perjanjian-perjanjian pada kerajaan Jambi. 

 

Dalam kontrak 6 Juli 1643, Sultan Jambi yang diwakili Pangeran Anom dengan VOC yang diwakili Pieter Soury mengenai menyebutkan, budak-budak kompeni yang terdiri dari orang orang Cina boleh tinggal dan berdagang di Jambi. Demikian pula rakyat Jambi boleh berdagang dan tinggal di Batavia. Lalu Kontrak 12 Juli 1681 antara Sultan Jambi dengan VOC yang diwakili oleh Adrian Wiland menyebutkan, kompeni memberikan perlindungan kepada kesultanan Jambi jika mendapat ancaman dari Palembang. Kontrak 11 Agustus 1683 antara Sultan Ingalaga dengan VOC menyebutkan kompeni memperoleh monopoli pembelian lada, impor kain dan opium (candu) di Jambi.

 

Kepulauan Riau yang menjadi bagian dari perdagangan Selat malaka terdapat sebuah rumah candu. Bangunan yang dipergunakan untuk rumah candu di kabupaten Lingga terletak di Desa Penuba. Bangunan ini dibangun pada tahun 1933 oleh Belanda yang dipergunakan rumah peristirahatan pimpinan, tempat hiburan dan menghisap candu.

 

 

Rumah eks candu merupakan dead monumen. Kehadiran Rumah candu mampu juga dikembangkan sebagai bagian dari sarana edukasi terkait efek pengunaan narkoba. Foto dok pesonakata.com

 

Tidak hanya itu, Belanda juga mendapatkan monopoli atas perdagangan madat di tanah Jawa. Wilayah Jawa dianggap pasar yang menjanjikan, sebab penduduknya padat dan belum ada aturan larangan dari pemerintah lokal kerajaan . Kegiatan madat dianggap hal yang lumrah dan bukan tabu. Bahkan pendatang China yang tinggal di pulau Jawa dianggap paling royal terhadap bahan madat ini. Beberapa tempat khusus madat disediakaan secara terbuka oleh pengusaha lokal, berikut pula bahan dan alatnya. Tumbuh suburnya kegiatan madat ini membuahkan keuntungan Belanda berkali-kali lipat.

 

Untuk memperlancarkan kartel ini, Belanda memberi kelonggaran tempat tempat khusus madat berkembang bebas. Tempat madat di Lawang Ombo di kota tua Lasem misalnya, selalu ramai didatangi pemadat. Di tempat itu siapapun dengan bebas menghisap candu dan pengadaan bahan baku secara legal berdasarkan undang-undang.Foto dok sulindo.com

 

Namun masa keemasan madat ini hanya berakhir pada tahun 1942, saat Jepang mengambil alih kekuasan Hindia Belanda. Jepang benar-benar melarang candu (Brisbane Ordinace) dan menghapus undang-undang  kebebasan madat. Pada masa pemerintahan Jepanag lebih mengutamakan mobilitas dan stabilitas keamanan secara umum. Sehingga tempat tempat yang dianggap berbahaya bagi ketertiban umum sangat dibatasi dan diatur ketat. Termasuk tempat prostitusi dan arena judi.

 

Masa kejayaan perdagangan madat benar-benar berakhirsaat pasca kemerdekaan. Untuk mencegah dampaka buruk madat, sehaja tahun 1971 Presiden Suharto mengeluarkan Intruksi no 6/1971 dengan membentuk badan koordinasi yang dikenal dengan Bakorlak Inpres 6/71. Badan ini menghasilkan amandemen semua kegiatan penanggulangan berbagai bentuk penyimpangan yang dapat mengancam keamanan negara, mulai pemalsuan uang, penyelundupaan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap warga negara asing.

 

Tidak hanya itu, pemerintah orde baru juga mengeluarkan Undang-undang nomor 9/1976 tentang narkotika. Isinya mengatur berbagai hal tentang peredaran gelap. Juga mengatur tentang terapi dan rehaabilitasi korban narkotika, dengan menyebutkan secara khusus peran dokter dan rumah sakit sesuai dengan petunjuk menteri kesehatan. (pul)

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Begini Respon TACB Perihal Reklame di Lokasi Cagar Budaya

Author Abad

Feb 26, 2023

Duar..!  Pesawat PANAM Tabrak Gunung, 107 Penumpang tewas

Pulung Ciptoaji

Jan 17, 2023

Kegiatan Sosial Begandring Menutup Tahun 2022

Malika D. Ana

Jan 02, 2023