images/images-1668582006.jpg
Riset
Tokoh

Usaha Rumit Dibuat Sederhana Oleh Om Bob

Author Abad

Nov 16, 2022

532 views

24 Comments

Save

Banyak orang tanya, 'bisnis apa yang bagus?' Jawabnya, 'Bisnis yang bagus adalah yang dibuka, bukan ditanya terus!'

Saya bisnis cari rugi, ketika rugi saya semangat, dan jika untung bertambah rasa syukur saya

Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir akibatnya, tidak pernah melangkah.

Kamu ini bangun pagi, mandi, pamit kerja, pakai seragam, kaki dibungkus sepatu, berangkat pagi pulang malam bayaran nggak seberapa. Kerja apa dikerjain?

Bob Sandino, 2015

 

 

abad.id-Siapa yang tak kenal dengan pengusaha yang kerap tampil nyentrik, Bob Sadino? Ya, Bob Sadino atau yang akrab disapa Om Bob ini merupakan pengusaha sukses di Indonesia yang meninggal dunia pada tahun 2015 lalu. Sepanjang usahanya Bob mengelola tiga perusahaan Kem Chick sebuah supermarket, Kem Food pabrik sosis dan ham serta Kem Farms kebun sayuran di Jakarta dan Jawa Barat. Semua usaha dan kekayaan itu dadapat dari nol, atau dari tidak ada menjadi ada.

 

Dimuali tahun 1967, Bob Sandino baru pulang dari Belanda setelah beberapa tahun hidup dan bekerja di kantor agen Jakarta Lioyd. Di Belanda itu pula Bob bertemu dengan jodohnya Soelami yang pernah 13 tahun tinggal di Amerika Serikat. “Entah ya, rasanya dia memang jodoh saya,” tutur Bob dalam sebuah wawancara tahun 1983.

 

Ketika tiba di Jakarta, harta yang mereka punya hanya dua buah mobil Mercedes tahun 1960. Belum lama di tanah air, Bob merasa dalam pekerjaaannya banyak hal yang tidak cocok. Apapun pekerjaan yang dia lakukan, sifatnya hanya sebentar setelah itu keluar. Maka Bob menetapkan untuk memulai usaha sendiri. Dimulai dengan menjual mobil lalu uangnya dibelikan sebidang tanah murah di Kemang Jakarta. Sebuah rumah mungil dibangun di atas tanah tersebut. “Saat itu daerah kemang masih kawasan rawa dan banyak sawah, tetangga terdekat saya jaraknya rautsan meter,” cerita Bob

 

Dari balik rumah yang dekat dengan rawa itu muncul sebuah keluarga yang gembira. Setiap hari Bob menarik taxi dari mobil mercy satunya, sementara Soelami menunggu di rumah bersama anak anak. Sambil menunggu penumpang, Bob mengisi dengan membaca. Bila sopir taxi lain asyik main kartu, Bob lebih memilih berdiskusi soal masa depan dan membuka buku dan majalah. Kebiasaan ini tentu menarik perhatian penumpang yang sebagian orang asing. Bob yang menguasahi bahasa Inggris dan Belanda ini sering membuat kejutan para penumpang warga asing. Hingga suatu saat Bob merasa sangat kenyang menjadi sopir taxi. Ia memilih berhenti bekerja karena mobilnya rusak parah setelah disewa orang. “Hati saya ikut hancur, tapi gimana lagi,” terang bob.

 

Bob mulai putar otak dan tetap bersemangat tidak ingin bekerja ikut orang lain. Selama beberapa waktu Bob belum menemukan pekerjaan yang pas, hingga seorang teman menunjukan jalan. “Saya beralih menjadi tukang bangunan,” cerita Bob.

 

Bob benar benar menjadi pekerja kasar, mulai mengaduk semen, memasang tegel hingga mengecat tembok. Upahnya Rp 150 perhari. “ Dengan upah sebesar itu saya harus berfikir antara asyik merokok atau makan bareng anak istri, dann saya memilih yang kedua,” kata bob.

 

Hampir tiap hari Bob dan istrinya makan gado-gado demi hemat. Sebenarnya sangat mungkin Soelami istri Bob bisa bekerja sebagai sekretaris. Sebab pengalamanya bertahun tahun di Amerika Serikat sangat mendukung. Namun niat tersebut tetap ditahan Bob. Hingga suatu saat, Bob sakit keras. Dokter yang memeriksanya menyatakan bukan perutnya yang sakit, namun sakit itu muncul karena pikiran. “Saya benar-benar diserang stress,”.

 

Beruntung ada kawan lama Sri Mulyono memberi pencerahan keluarga bob. Sri Mulyono lebih dahulu terjun di bidang peternakan memberinya bibit 50 ekor ayam ras. “Penting untuk renang rentang pikiran,” kata Sri Mulyono saat itu.

 

Ternyata benar, memelihara ayam ini merupakan obat yanag manjur. Bersama istrinya, Bob mulai sibuk dengan ayam-ayam. Dikerjakan dengan tekun dan telaten hingga berkembang biak. Pekarangan di belakang rumah yang dekat dengan ruang makan sudah penuh dengan ayam-ayam. Setiap pagi mereka bangun, memulai kegiatan dengan membersihkan kandang lalu meengolah pakan. “ jika kandang bersih bau tidak sampai masuk rumah,” kata Bob.

 

Namun hasilnya telur belum banyak dinimati warga saat itu. Kemiskinan membuat daya beli masyarakat sangat rendah. Sehingga telor seperti bahan makanan mahal dan warga kaya saja yang bisa menikmati. Apalagi telur yang dihasilkan jenis ayam as, sehingga hanya konsumen tertentu yang mau beli. Dengan sepeda motor lawasnya, Bob keliling kota menawarkan telur hasil ternaknya. Soelami dibonceng di belakang membawa keranjang. Konsumen pertama yaitu Konsul Swiss yang sudah lama tinggal di Indonesia. Telor tersebut harus bersih dan dimasukan ke dalam plastik, lalu diterima penjaga rumah yang fasih berbahasa Inggris. “Ini berbeda dengan telor yang ada di pasar, telor kampung yang dijual kotor blepotan bau kandang, tentu harga dan konsumennya berbeda,” jelas Bob.

 

Pesanan telor ayam ras dari Bob makin banyak. Bob yakin kemasan yang baik bisa menambah minat konsumen untuk membeli telor. Maka tidak hanya bersih dan terbungkus, dari kemasan plastik itu masih diberi setangkai anggrek. “Halaman rumah yang luas memang ditanamai anggtek dan sayuran, selain hasilnya berguna menambah tambahan dapur juga bisa menjadi obat pikiran,” kata Bob.

 

Tidak hanya telor, usaha Bob mulai berkembang dengan menjual daging ayam ras. Memang konsumennya mayoritas waga asing, namun kabar ada orang Kemang yang menjual ayam dan daging ras cepat menyebar. Seperti makanan di negeri asalnya, ayam dan telur ras ini dikenal memiliki tekstur dan rasa yang khas.   Apalagi bonusnya diantar hingga depan rumah.

 

Usaha Bob makin maju dan mulai menambah karyawan. Jika awalnya usaha rumahan, mulai ngurusi kandang, mengemas telur dan daging dan mengantar ke konsumen, kini membuahkan hasil tidak terbayangkan. Di tempat yang awalnya menyatu antara rumah, kandang dan kebun itu telah berubah menjadi penuh sesak. Butuh ruang untuk gudang juga ruang untuk produksi. Agar pembeli bisa langsung memilih barang dengan kuwalitas bagus, maka sebagian lahan diubah menjadi supermarket.

 

Kini saatnya Bob bergerak dengan bisnis besar. Pikiran juga harus lebih maju selangkah dengan keberanian dan potensi yang dia miliki. Bob juga mencetuskan ide membuat pabrik sosis PT Kem Food dari modal kepercayaan kawan kawannya. Bob sebagai penemu, pendiri dan sekaligus pencetus ide duduk sebagai presiden direktur.

 

Kisah si Bibsy dan Celana Puntung

 

Cerita Bob Sandino dengan celana pendek yang menjadi ikon pribadi tidak banyak yang tahu. Awalnya penampilan Bob seperti halnya pria umumnya yang bekerja. Sebagai sopir takxi, Bob harus mengenakan celana panjang dan baju berkrah. Syarat ini dilakukan agar penumpang yakin dengan sopirnya. Namun semua berubah ketika Bob menekuni pekerjaan sebagai peternak. Semua seperti direncanakan, Bob setiap hari harus bangun pagi memulai hari dengan membersihkan kandang dan menyiapkan pakan. Lalu mengambil dan kemudian membersihkan telor sebelum dibungkus. Rupanya pekerjaan itu membuat Bob lupa akan baju yang dulu pernah dipakainya. Bob merasa lebih nyaman dengan kemeja lengen pendek celana puntung.

 

Bob Sandino merasa bebas dengan celana pendek. Foto ist

 

 

Banyak komentar setelah melihat perubahan Bob. Apalai penampilan itu sangat tidak meyakinkan dan terkesan semrawut. Bahkan seorang kawan kecilnya juga dibuat geleng-geleng kepala.” Hebat Bibsy sekarang, aneh rasanya kalau melihat dulu..nakalnya minta ampun,” Bibsy memang panggilan Bob waktu kecil. Sedangkan nama Bob sendiri muncul justru karena pelanggan orang asing yang sulit mengeja nama Bibsy dan lebih mudah memanggil istilah Bob.  

 

Anak yang lahir paling terakhir ini juga dikenal sangat dimanjakan orang tuanya. Apapun permintaannya pasti akan terkabul. Sebab orang tua akan mengusahakan bagaimanapun caranya. Sementara Bob kecil harus siap-siap menahan lapar, sebab bagian strategi mengancam orang tua dengan tidak mau makan. Tiap kali berjalan berangkat sekolah si Bob kecil selalu menendang  kaleng bekas hingga depan kelas. Jaraknya cukup jauh dari rumah, dilakukan sambil merenung. “Filsafat ini yang saya pakai, selalu menggelandang sambil melakukan sesuatu begitu saja, dan tanpa terasa sudah tercapai,” kata Bob.

 

Bob tidak penah sekolah tinggi. Pendidikan terakhir hanya SMA di Jakarta. Sempat beberapa bulan pernah kuliah di fakultas Hukum UI namun Bob tidak krasan. Kemudian memilih kabur dari bangku kampus dan naik kapal milik Jakarta Lioyd yang hendak berlayar. Bob bekerja keras di atas kapal hingga akhirnya mendarat di Belanda. Di negara baru tanpa kenal keluarga itu, Bob bekerja di sebuah agen Jakarta Lloyd.

 

“ Satu kali melihat adalah lebih baik daripada seratus kali mendengar, dan satu kali mengerjakan lebih baik dari pada seratus kali melihat. Intinya adalah jangan banyak bicara, kerjakanlah,”  kata Bob sambil measukan tangannya di celana pendek  potongan merk levis  asli Amerika itu itu. (pul)

Penulis: Pulung Ciptoaji

 

 

Most Popular

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023