images/images-1680538520.jpg
Sejarah
Data

Gugurnya Mayor Ganteng Daan Mogot di Peristiwa Lengkong

Pulung Ciptoaji

Apr 04, 2023

611 views

24 Comments

Save

Mayor Elias Daniel Mogot,  lahir di Manado pada 28 Desember 1928

 

abad.id- Ternyata peristiwa pengumuman Proklamasi kemerdekaan tidak dapat disiarkan dalam surat kabar, karena ada larangan dari Pemerintah Bala Tentara Jepang. Juga keesokan harinya saat  pengumuman susunan kabinet Pemerintah Republik Indonesia dengan nama menteri.  Hanya satu surat kabar di Jakarta yang berjasa dalam hal ini, yaitu harian Republik Indonesia dengan lengkap.

 

Dalam nomor peringatan yang diterbitkan oleh Merdeka terdapat sambutan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sjahrir dan pemuka-pemuka lain. Yang menarik perhatian Rosihan Anwar ialah sambutan PM Sjahrir, karena ia menyinggung secara khusus tentang tugas pers. “Diinginkan bahwa pers mampu memberikan arti kepada revolusi kita,” kata Sjahrir.

 

Rosihan Anwar dalam bukunya Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Jilid 7 mengatakan, harian Merdeka juga memuat sebuah laporan tentang peristiwa tragis yang terjadi di Serpong, Tangerang, tanggal 25 Januari 1946. Akibat pertempuran dengan Tentara Jepang, sebanyak 33 siswa Akademi Militer di Tangerang beserta perwira Perwira gugur. Di antara yang gugur terdapat kawan-kawan Rosihan Anwar, yaitu Mayor Daan Mogat dan Letnan Subianto Djojohadikusumo. Waktu diadakan pemakaman di tangerang tanggal 29 Januari, Rosihan Anwar datang  sekaligus melaporkan tentang peristiwa itu. Namun tidak dituangkan dalam bentuk berita, akan tetapi dalam bentuk syair bebas.

 

DI KUBUR PAHLAWAN

Perut bumi ternganga

siap menelan hak bagiannya

tiga puluh tiga pelopor negara

tergeletak tidak bernyawa

di atas tanah lembab merah

bau mayat empat hari

menyenak berkepundak

badan biru bengkak-bengkak

disergap lalat hijau,

orang bicara memuji jasa

"dengan darah dituliskan kemerdekaan bangsa"

kawan seperjuangan heningkan cipta

keluarga lurus berdiri

dekat pohonan sepi kaku

saksi bisu

mega mendung berkejaran

gerimis titik segan-seganan

papan disusun rapat

lumpur jatuh ke lobang lahat

bunyi ngeri berkat semua memandang, segala melihat

tanah dipedat datar rata

tangan kekasih bercincin kencana

menabur kembang aneka rona

tanda berpisahan selama-lamanya???

ibu sabar tersedu sedih

ayah diam menghormat khidmat

mutiara berderai di pipi adik..

orang habis pada pergi

hening menekan di makam pahlawan

revolusi bangsa tetap mengenang?

Apakah engkau tidak dilupakan?

Prajurit tiada dikenal?

Ah...dunia...dunia

maha gaib rahasia Tuhan_

Taruna Akademi Militer Tangerang yang akan diberangkatkan dari sebelah kanan adalah Daan Mogot.

 

 

Ketika tiba di Tangerang Rosihan Anwar melihat Mr Singgih. Kedua-duanya berasal dari tentara PETA. Tentu saja keluarga Mr Singih ikut sedih atas kematian Daan Mogot. Sebab  pada tahun 1945 Daan Mogot pernah tinggal di rumah keluarga Besar Mr Singgih. Daan Mogot punya hubungan dekat dengan anak Mr Singgih bernama Hadjari Singgih yang suka berdiskusi politik.

 

Menurut Rosihan Anwar dalam buku Belahan jiwa: memoar kasih sayang percintaan Rosihan Anwar dan Zuraida Sanawi (2011), beredar cerita kematian Daan Mogot membuat Hadjari Singgih memotong rambutnya yang sepanjang pinggang, lalu menguburkannya bersama jenazah Daan Mogot.

 

Jenasah Daan Mogot yang sudah gugur juga sedang menunggu kedatangan jenazah-jenazah lain yang akan dimakamkan. Mereka Soebianto, Soetopo beserta 33 taruna lain menjadi korban dalam pertempuran tersebut. Satu dari 33 taruna itu adalah Sujono, adik Letnan Soebianto. Sujono dan Soebianto adalah adik dari Soemitro Djojohadikoesoemo dan anak dari pendiri Bank Negara Indonesia, Margono Djojohadikoesoemo. Keduanya paman dari Prabowo Soebianto. Tentu keluarga Margono Djojohadikusumo sangat kehilangan kedua putranya yaitu Subianto dan Suyono ini.

 

daan mogot

Pelepasan jenasah  pemuda-pemuda yang gugur di peristiwa Lengkong

 

Tidak lama kemudian Dr. J. Leimena yang mengucapkan pidato pelepasan jenasah di tepi liang lahat pemuda-pemuda yang gugur. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta terbayang-bayang di muka saya sosok tubuh almarhum Daan Mogot sebelum dia dikebumikan.

 

Besok hari dalam surat kabar Merdeka sudah muncul berita sekaligus puisi Rosihan Anwar yang dipersembahkan kepada Prajurit Daan Mogot.

 

BUKAN MIMPI

Seperti mimpi di awang-awang

seperti kemarin ngomong bercanda

sekarang engkau kaku tegang.

Kemarin engkau mudah gembira

menanam janji di hati puteri

kasih saling berbimbing tangan

akan sama ke dunia bahagia

sekarang nafasmu kejam berhenti.

Bukan ini mimpi

Bukan ini maya

segala mendesak di depan mata

satu kenyataan karena dingin:

Bangsamu masih berjuang

belum di puncak menang!

Engkau pergi, Daan...

Kawan tinggal di tengah padang

Geram terus berjuang

Sampai bangsa merdeka sempurnal

 

 

Kematian Daan Mogot di Pertempuran Lengkong

 

Usia Mayor Daan Mogot sangat muda, tak sampai 20 tahun. Namanya diabadikan sebuah jalan yang sangat  strategis di Jakarta karena rasa kagum dan semangat menginsiprasi anak-anak muda unuk mencintai negerinya. Nama lengkapnya Elias Daniel Mogot, bukan asli Tangerang atau Jakarta Barat. Daan lahir di Manado pada 28 Desember 1928, anak dari Nicolaas Fredrik Mogot alias Nico Mogot. Nico pernah memimpin sebuah distrik di Amurang dan Ratahan. Pada Juli 1939, Nico terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), menggantikan Sam Ratulangi. Usia Daan kala itu hampir 11 tahun. Dari Tanah Minahasa, keluarga Mogot itu pindah ke Jakarta.

 

Ketika Hindia Belanda menyerah dari Jepang,  pemuda Daan baru berumur 14 tahun  dan terpilih untuk mengikuti latihan Seinen Dojo (pelatihan pemuda) di Tangerang. Latihannya lebih keras dan lebih militer ketimbang di Seinendan (Barisan Pemuda). Kawan-kawan Daan yang ikut dalam pelatihan seperti Kemal Idris, Umar Wirahadikusumah, dan Pemimpian pemberontakan PETA Blitar Supriyadi.

 

Pangkat Daan ketika itu adalah Shodancho setara letnan. Tampaknya dia tergolong paling muda karena baru berusia sekitar 15 tahun ketika jadi perwira PETA. Kepada Alexander Evert Kawilarang seorang bekas letnan KNIL, ikut juga ke pihak Republik yang masih kerabat dari pihak ibu, Daan Mogot punya keinginan melatih calon perwira Republik. Akademi Militer darurat yang dinamai Militaire Academie Tangerang berdiri pada 18 November 1945.

 

Ketika mendirikan Militaire Academie Tangerang, pangkat Daan adalah mayor. Tempat belajar perwira Republik berada di wilayah tempur Resimen Tangerang. Hingga awal 1946, Resimen Tangerang punya masalah serius soal serdadu-serdadu Jepang yang tak mau menyerahkan senjatanya kepada pihak republik, padahal mereka sudah kalah. Serdadu-serdadu Jepang itu biasanya hanya mau menyerah pada militer Inggris.

 

Daan Mogot kebagian tugas melakukan pendekatan ke Kapten Abe dari pasukan Jepang yang bertahan di Lengkong, yang tak koperatif itu. Usaha damai gagal. Padahal sudah ada isu tentara Belanda yang berada di Parung berencana menyerang Tangerang. Maka pilihannya markas Jepang itu akan direbut.

 

Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo pun putar akal. Mereka membawa 8 serdadu militer Inggris asal India yang sudah berpihak ke militer Republik, dan juga puluhan Taruna Militaire Academie Tangerang. Seolah-olah terlihat sebagai operasi gabungan antara pihak Inggris dengan Indonesia untuk melucuti tentara Jepang.

 

Ikut dalam robongan pada 25 Januari 1946 itu Daan Mogot, Mayor Wibowo, Letnan Subianto dan Letnan Sutopo. Mereka berhasil masuk dan meyakinkan perwira Tentara Jepang di Lengkong. Serdadu-serdadu Jepang itu percaya dan hendak menyerahkan senjata ke pihak Daan Mogot.

 

Tiba-tiba terdengar letusan senjata dan suasana jadi kacau. Beberapa senjata yang sudah diserahkan berusaha dirampas kembali oleh serdadu Jepang itu. Tentu saja taruna-taruna itu memilih melawan serdadu Jepang yang sudah terlatih dengan senjata apa adanya. Pertempuran jarak dekat pecah. Kekuatan sangat tidak seimbang, banyak senjata masih dikuasai tentara Jepang termasuk senapan mesin. Akibat peristiwa itu 33 taruna dan perwira Republik jadi korban. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022