Mayor Elias Daniel Mogot, lahir di Manado pada 28 Desember 1928
abad.id- Ternyata peristiwa pengumuman Proklamasi kemerdekaan tidak dapat disiarkan dalam surat kabar, karena ada larangan dari Pemerintah Bala Tentara Jepang. Juga keesokan harinya saat pengumuman susunan kabinet Pemerintah Republik Indonesia dengan nama menteri. Hanya satu surat kabar di Jakarta yang berjasa dalam hal ini, yaitu harian Republik Indonesia dengan lengkap.
Dalam nomor peringatan yang diterbitkan oleh Merdeka terdapat sambutan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sjahrir dan pemuka-pemuka lain. Yang menarik perhatian Rosihan Anwar ialah sambutan PM Sjahrir, karena ia menyinggung secara khusus tentang tugas pers. “Diinginkan bahwa pers mampu memberikan arti kepada revolusi kita,” kata Sjahrir.
Rosihan Anwar dalam bukunya Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Jilid 7 mengatakan, harian Merdeka juga memuat sebuah laporan tentang peristiwa tragis yang terjadi di Serpong, Tangerang, tanggal 25 Januari 1946. Akibat pertempuran dengan Tentara Jepang, sebanyak 33 siswa Akademi Militer di Tangerang beserta perwira Perwira gugur. Di antara yang gugur terdapat kawan-kawan Rosihan Anwar, yaitu Mayor Daan Mogat dan Letnan Subianto Djojohadikusumo. Waktu diadakan pemakaman di tangerang tanggal 29 Januari, Rosihan Anwar datang sekaligus melaporkan tentang peristiwa itu. Namun tidak dituangkan dalam bentuk berita, akan tetapi dalam bentuk syair bebas.
DI KUBUR PAHLAWAN
Perut bumi ternganga
siap menelan hak bagiannya
tiga puluh tiga pelopor negara
tergeletak tidak bernyawa
di atas tanah lembab merah
bau mayat empat hari
menyenak berkepundak
badan biru bengkak-bengkak
disergap lalat hijau,
orang bicara memuji jasa
"dengan darah dituliskan kemerdekaan bangsa"
kawan seperjuangan heningkan cipta
keluarga lurus berdiri
dekat pohonan sepi kaku
saksi bisu
mega mendung berkejaran
gerimis titik segan-seganan
papan disusun rapat
lumpur jatuh ke lobang lahat
bunyi ngeri berkat semua memandang, segala melihat
tanah dipedat datar rata
tangan kekasih bercincin kencana
menabur kembang aneka rona
tanda berpisahan selama-lamanya???
ibu sabar tersedu sedih
ayah diam menghormat khidmat
mutiara berderai di pipi adik..
orang habis pada pergi
hening menekan di makam pahlawan
revolusi bangsa tetap mengenang?
Apakah engkau tidak dilupakan?
Prajurit tiada dikenal?
Ah...dunia...dunia
maha gaib rahasia Tuhan_
Taruna Akademi Militer Tangerang yang akan diberangkatkan dari sebelah kanan adalah Daan Mogot.
Ketika tiba di Tangerang Rosihan Anwar melihat Mr Singgih. Kedua-duanya berasal dari tentara PETA. Tentu saja keluarga Mr Singih ikut sedih atas kematian Daan Mogot. Sebab pada tahun 1945 Daan Mogot pernah tinggal di rumah keluarga Besar Mr Singgih. Daan Mogot punya hubungan dekat dengan anak Mr Singgih bernama Hadjari Singgih yang suka berdiskusi politik.
Menurut Rosihan Anwar dalam buku Belahan jiwa: memoar kasih sayang percintaan Rosihan Anwar dan Zuraida Sanawi (2011), beredar cerita kematian Daan Mogot membuat Hadjari Singgih memotong rambutnya yang sepanjang pinggang, lalu menguburkannya bersama jenazah Daan Mogot.
Jenasah Daan Mogot yang sudah gugur juga sedang menunggu kedatangan jenazah-jenazah lain yang akan dimakamkan. Mereka Soebianto, Soetopo beserta 33 taruna lain menjadi korban dalam pertempuran tersebut. Satu dari 33 taruna itu adalah Sujono, adik Letnan Soebianto. Sujono dan Soebianto adalah adik dari Soemitro Djojohadikoesoemo dan anak dari pendiri Bank Negara Indonesia, Margono Djojohadikoesoemo. Keduanya paman dari Prabowo Soebianto. Tentu keluarga Margono Djojohadikusumo sangat kehilangan kedua putranya yaitu Subianto dan Suyono ini.
Pelepasan jenasah pemuda-pemuda yang gugur di peristiwa Lengkong
Tidak lama kemudian Dr. J. Leimena yang mengucapkan pidato pelepasan jenasah di tepi liang lahat pemuda-pemuda yang gugur. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta terbayang-bayang di muka saya sosok tubuh almarhum Daan Mogot sebelum dia dikebumikan.
Besok hari dalam surat kabar Merdeka sudah muncul berita sekaligus puisi Rosihan Anwar yang dipersembahkan kepada Prajurit Daan Mogot.
BUKAN MIMPI
Seperti mimpi di awang-awang
seperti kemarin ngomong bercanda
sekarang engkau kaku tegang.
Kemarin engkau mudah gembira
menanam janji di hati puteri
kasih saling berbimbing tangan
akan sama ke dunia bahagia
sekarang nafasmu kejam berhenti.
Bukan ini mimpi
Bukan ini maya
segala mendesak di depan mata
satu kenyataan karena dingin:
Bangsamu masih berjuang
belum di puncak menang!
Engkau pergi, Daan...
Kawan tinggal di tengah padang
Geram terus berjuang
Sampai bangsa merdeka sempurnal
Kematian Daan Mogot di Pertempuran Lengkong
Usia Mayor Daan Mogot sangat muda, tak sampai 20 tahun. Namanya diabadikan sebuah jalan yang sangat strategis di Jakarta karena rasa kagum dan semangat menginsiprasi anak-anak muda unuk mencintai negerinya. Nama lengkapnya Elias Daniel Mogot, bukan asli Tangerang atau Jakarta Barat. Daan lahir di Manado pada 28 Desember 1928, anak dari Nicolaas Fredrik Mogot alias Nico Mogot. Nico pernah memimpin sebuah distrik di Amurang dan Ratahan. Pada Juli 1939, Nico terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), menggantikan Sam Ratulangi. Usia Daan kala itu hampir 11 tahun. Dari Tanah Minahasa, keluarga Mogot itu pindah ke Jakarta.
Ketika Hindia Belanda menyerah dari Jepang, pemuda Daan baru berumur 14 tahun dan terpilih untuk mengikuti latihan Seinen Dojo (pelatihan pemuda) di Tangerang. Latihannya lebih keras dan lebih militer ketimbang di Seinendan (Barisan Pemuda). Kawan-kawan Daan yang ikut dalam pelatihan seperti Kemal Idris, Umar Wirahadikusumah, dan Pemimpian pemberontakan PETA Blitar Supriyadi.
Pangkat Daan ketika itu adalah Shodancho setara letnan. Tampaknya dia tergolong paling muda karena baru berusia sekitar 15 tahun ketika jadi perwira PETA. Kepada Alexander Evert Kawilarang seorang bekas letnan KNIL, ikut juga ke pihak Republik yang masih kerabat dari pihak ibu, Daan Mogot punya keinginan melatih calon perwira Republik. Akademi Militer darurat yang dinamai Militaire Academie Tangerang berdiri pada 18 November 1945.
Ketika mendirikan Militaire Academie Tangerang, pangkat Daan adalah mayor. Tempat belajar perwira Republik berada di wilayah tempur Resimen Tangerang. Hingga awal 1946, Resimen Tangerang punya masalah serius soal serdadu-serdadu Jepang yang tak mau menyerahkan senjatanya kepada pihak republik, padahal mereka sudah kalah. Serdadu-serdadu Jepang itu biasanya hanya mau menyerah pada militer Inggris.
Daan Mogot kebagian tugas melakukan pendekatan ke Kapten Abe dari pasukan Jepang yang bertahan di Lengkong, yang tak koperatif itu. Usaha damai gagal. Padahal sudah ada isu tentara Belanda yang berada di Parung berencana menyerang Tangerang. Maka pilihannya markas Jepang itu akan direbut.
Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo pun putar akal. Mereka membawa 8 serdadu militer Inggris asal India yang sudah berpihak ke militer Republik, dan juga puluhan Taruna Militaire Academie Tangerang. Seolah-olah terlihat sebagai operasi gabungan antara pihak Inggris dengan Indonesia untuk melucuti tentara Jepang.
Ikut dalam robongan pada 25 Januari 1946 itu Daan Mogot, Mayor Wibowo, Letnan Subianto dan Letnan Sutopo. Mereka berhasil masuk dan meyakinkan perwira Tentara Jepang di Lengkong. Serdadu-serdadu Jepang itu percaya dan hendak menyerahkan senjata ke pihak Daan Mogot.
Tiba-tiba terdengar letusan senjata dan suasana jadi kacau. Beberapa senjata yang sudah diserahkan berusaha dirampas kembali oleh serdadu Jepang itu. Tentu saja taruna-taruna itu memilih melawan serdadu Jepang yang sudah terlatih dengan senjata apa adanya. Pertempuran jarak dekat pecah. Kekuatan sangat tidak seimbang, banyak senjata masih dikuasai tentara Jepang termasuk senapan mesin. Akibat peristiwa itu 33 taruna dan perwira Republik jadi korban. (pul)