images/images-1684551679.png
Indonesiana

Asal Mula Pabrik Senjata di Indonesia

Pulung Ciptoaji

May 20, 2023

665 views

24 Comments

Save

Pejabat Hindia Belanda Berpose Bersama Karyawan ACW di Lokasi PT. Pindad. Foto website Pindad

 

abad.id- Pindad ternyata bukan satu-satunya pabrik senjata pertama yang dimiliki angkatan perang Indonesia. Namun dalam waktu dekat, Holding perusahaan BUMN bidang pertahanan akan diluncurkan, untuk mendukung produksi alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) nasional agar bisa mandiri.

 

Holding BUMN Pertahanan bernama Defence Industry Indonesia (Defend ID), yang terdiri dari PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding. Anggota holdingnya antara lain: PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, serta PT Dahana dan PT Pindad.

 

Untuk PT Pindad, ternyata memiliki sejarah panjang sebagai industri senjata di Indonesia. Setidaknya mulai pada 1808, ketika Napoleon Bonaparte jadi musuh bersama kebanyakan imperialis Eropa, termasuk Belanda yang kala itu dikuasai Prancis. “Gubernur Jenderal Deandels menjadikan Surabaya sebagai tempat gudang persenjataan, yang belakangan berkembang menjadi industri penting," tulis Haword Dick dalam Surabaya, City of Work: A Socioeconomic History, 1900-2000.

 

Robert E. Walker dalam Cartridges and Firearm Identification menyebut gudang senjata itu berfungsi sebagai bengkel perbaikan alat-alat militer. Sejak 1 Januari 1851 bengkel itu dinamakan Artillerie Constructie Winkel alias bengkel konstruksi artileri.

 

Pihak Angkatan Laut kolonial juga membangun bengkel amunisi dan bahan peledak didirikan pada 1850 di Surabaya dengan nama Pyrotechnische Werkplaats. Instalasi ini disatukan ke dalam bendera Artillerie Constructie Winkel. Di Ngawi kemudian dibangun pabrik mesiu dan di Semarang pabrik proyektil dan laboratorium kimia. Semuanya kemudian dipusatkan di Bandung dalam Artillerie Inrichtingen

 

Pabrik senjata era Hindia Belanda membuat senjata untuk pasukan darat KNIL Belanda yang banyak terlibat pertempuran melawan orang Indonesia yang melawan tentara Belanda. Produksinya tidak begitu besar karena perlawanan bersenjata dari orang Indonesia makin sepi pada abad 20.

 

Dalam buku Jejak Intel Jepang tulisan Wenri Wanhar disebutkan, pada tahun 1908, Artillerie Constructie Winkel mulai memproduksi sejata di Surabaya. Dalam perjalanannya, bengkel peralatan militer ini berkembang menjadi sebuah pabrik dan namanya diubah menjadi Artillerie Inrichtingen. Pabrik tersebut dipindahkan ke Bandung pada 1923.

 

Perang Dunia II, membuat pabrik-pabrik senjata di Hindia Belanda meningkatkan produksinya. Disebutkan bahwa jumlah pegawai meningkat setelah Negeri Belanda diserang tentara NAZI Jerman pada 10 Mei 1940. Pegawai Pyrotechnische Werkplaats naik dari 2.300 orang 25.000 orang. Pegawai Artillerie Constructie Winkel naik dari 750 menjadi 5.000 orang. Namun, menaikkan kapasitas produksi itu tak diikuti menangnya tentara Belanda melawan tentara Jepang.

 

Ketika Jepang berkuasa (1942-1945) pabrik senjata Belanda diambil-alih dan diganti namanya menjadi Dai Ichi Kozo. Termasuk Marine Establishment (ME) sebuah galangan kapal terbesar di Asia di Surabaya berhasil diambil alih Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, peranan ME tidak berubah. Hanya namanya diganti menjadi Nagamatsu Butai. Nama itu digunakan selama empat bulan pertama. Selanjutnya diganti lagi menjadi Kaigunse 21-24 Butai.

 

Jumlah pekerja justru ditambah hingga 9.000 orang. “ Pada pemerintahan Jepang,  Direktur 21-24 Butai bernama Meringa,” ungkap Affandi salah satu perintis PT PAL.

 

Ing Wibisono, kawan sejawat Affandi menyatakan, bahwa ME merupakan bengkel kapal terbesar di Asia pada masa itu. “Itu bukan sekadar bengkel atau pun galangan kapal saja. Namun meliputi keseluruhan. Saat zaman Jepang, kapal selam juga mangkal di situ."

 

Suasana di Ujung, di galangan kapal terbesar di Asia itu berubah lagi ketika Jepang kalah di tangan sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Sebulan pasca proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Jepang sudah melihat Belanda akan datang membonceng Sekutu. Dalam kondisi ini, beberapa intel Jepang  perlu meyakinkan kelompok pejuang tentang kemungkinan kedatangan Belanda ke Indonesia.

 

Penulis sejarah Wenri Wanhar menyebutkan, Yoshizumi alias Arif seorang agen Jepang menemui Affandi pimpinan PAL di Surabaya pada Oktober 1945. Atas penelasan Yoshizumi, Affandi memimpin ribuan buruh PAL berencana mendirikan pabrik dan bengkel senjata. Inilah pabrik senjata pertama milik angkatan perang Indonesia. "9.000 anggota PAL digerakkan Pak Affandi," kata Ing Wibisono salah satu rekan Affandi yang menjadi saksi perjalanan PT PAL.

 

Affandi bergerak cepat. Dia memerintahkan anggota PAL mengeluarkan barang-barang di Ujung. Mulai dari pakaian, makanan, onderdil, dan terutama senjata.

"Saya pada saat itu kepala perlengkapan dan pergudangan PAL,” kata Ing Wibisono.

“Pak Affandi memerintahkan mengeluarkan barang. Semua barang-barang ini harus diselamatkan. Mulai dari mesin tulis sampai alat-alat berat kita keluarkan. Begitu perintahnya."

 

pt pal

Marine Establishment (ME) sebuah galangan kapal terbesar di Asia di Surabaya. Foto dok net

 

Seminggu sebelum Affandi memberi perintah agar barang-barang di Ujung dipreteli dan dikeluarkan. Dia terlebih dahulu memberi perintah supaya Angkatan Laut membentuk kesatuan khusus senjata. "Ternyata apa yang jadi perintah Pak Affandi itu benar. Seandainya kita tidak bergerak leih cepat menyelamatkan barang-barang itu, bisa jadi anak-anak PAL berantakan. Dengan adanya aktivitas yang dikerjakan, kita jadi punya wadah. Dan hasilnya ternyata bermanfaat sekali bagi perjuangan," kata Ing Wibisono menambahkan.

 

Mengeluarkan barang-barang dari Ujung bukan perkara mudah. Berat betul. Dalam masa perjuangan itu, ada larangan bagi laki-laki keluar dari Surabaya. Aturan itu sudah menjadi kesepakatan bersama rakyat Surabaya untuk berjuang mempertahankan wilayah.

 

Mensiasati itu, buruh-buruh PAL membentuk panitia persiapan mengeluarkan barang-barang. Setelah dipersiapkan dengan matang, akhirnya berhasil. Selain barang-barang, panitia juga bertugas mengeluarkan orang-orang dan ahli-ahli. "Susah payah mengeluarkan (barang-barang dari Ujung) tapi toh berhasil," Ing Wibisono mengenang suka duka saat itu.

 

Barang-barang itu ditempatkan di sejumlah tempat yang dipastikan aman dan tidak mungkin dikuasai Sekutu, seperti di beberapa bangunan bekas pabrik gula. Dari beberapa pabrik itulah, orang-orang PAL yang latar belakangnya teknisi memproduksi senjata.

 

Pada Oktober 1945, Belanda datang ke Surabaya membonceng Sekutu. Mereka ke Ujung. Belanda kaget mendapati perkakas milik ME di Ujung telah raib.

 

Berbekal perkakas dan teknisi dari Ujung, anak-anak PAL mendirikan tiga pabrik. Pertama, Tulungagung Mojopanggung (sekarang pabrik gula Mojopanggung) aktif sejak Agustus 1946, dipimpin Ruslani. Pabrik ini memproduksi senjata karaben, mitraliur kecil, luplup mitraliur, kakidanto beserta pelurunya dan mortir. Mereka juga mereparasi, membuat laras dan handel kayu. Bengkel khusus reparasi kendaraan di Tulungagung dipimpin Mustadjab.

 

Kedua, Karang Sari Blitar. Alat-alat di sini cukup lengkap untuk memproduksi dan mereparasi segala jenis senjata. Di sini juga bisa membuat detonator. Selain senjata, mereka juga memproduksi pakaian untuk Angkatan Laut.

 

Ketiga, Pare Kediri. Peralatan di daerah ini mampu membuat penyemprot/penyembur api, granat api. Pabrik ini dipimpin seorang ahli torpedo bernama Suwardi.

 

Untuk mengatur tiga pabrik dan bengkel senjata tersebut, Affandi berkedudukan di Blimbing. “Setelah keluar dari Ujung, Markas Besar PAL di Thumpu Andaan. Dua hari di sana kemudian mundur ke Blimbing Karang Lo. Di sini sekitar satu bulan. Setelah itu saya memimpin Markas Gabungan Gerakan Sunda Kecil selama empat bulan. Jadi, saya mimpin pabrik, juga mimpin anak-anak pertempuran,” kenang Affandi.

 

Anak-anak PAL tidak hanya mengurus alat-alat berat untuk produksi senjata, mereka juga mengurus kapal dan peralatannya. Sewaktu keluar dari Ujung, kapal-kapal didistribusikan ke Probolinggo, Sumenep, dan Banyuwangi. Kalau ada kapal yang rusak di wilayah-wilayah itu, ahli dari PAL dikirim untuk memperbaiki.

 

Pernah pada 1947, Sukarno datang ke Mojopanggung atas undangan Affandi. Sukarno heran, dalam sekejap telah siap pabrik senjata, tidak hanya bengkel.

 

Menurut Affandi, semua itu otaknya seorang agen Jepang bernama Yoshizumi. “Saya punya orang pintar. Seorang opsir tinggi Jepang yang ikut sama saya. Dia yang memberi masukan kepada saya dalam perjuangan. Termasuk letak pabrik-pabrik yang tidak dapat dikuasai musuh. Pendapat Jepang itu betul. Lama kita dapat bertahan dari serangan Belanda," kata Affandi.

 

Pasca pengakuan kedaulatan tahun 1949, Affandi lantas mengorganisir para pekerja untuk mendirikan PT PAL. PAL merupakan singkatan dari Penataran Angkatan Laut. Organisasi ini didirikan oleh bekas pekerja galangan kapal terbesar di Asia, yang berlokasi di Ujung, Surabaya.  (pul)

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Begini Pengaruh Marga Han di Jatim

Pulung Ciptoaji

Jan 09, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022