images/images-1685115379.jpg
Budaya

Hikayat Sesak Nafas Penumpang Bus Kota Jakarta

Pulung Ciptoaji

May 26, 2023

777 views

24 Comments

Save

Ali Sadikin sudah berulang kali memperingatkan agar sopir-sopir bus kota tidak memuat penumpang lewat dari 50 orang. Nyatanya, banyak sopir tidak menghiraukan peringatan Ali Sadikin. Mereka tidak memperhatikan keselamatan para penumpang.

 

 

abad.id- Namanya Bus Robur. Kehadiran bus pada tahun 1965-an sanat menjadi idola warga Jakarta ini, menggantikan keberadaan trem. Di tahun 1965, Presiden Soekarno menghapus trem sebagai alat transportasi karena dinilai sudah tidak efektif dengan kebutuhan dan kondisi jalan Jakarta. Alasan Jakarta semakin padat dan ramai membuat keberadaan trem justru menjadi penyebab kemacetan.

 

Akhirnya, pemerintah membuat terobosan baru dengan mendatangkan bus yang dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bus Robur merupakan produk dari Volkseigener Betrieb/VEB Robur-Werke Zittau yang berasal dari Jerman Timur. Tiba di Jakarta bulan Juli dan Agustus 1965, sebanyak 200 badan (body) untuk tahap pertama.  Perusahaan importir di Indonesia ditangani oleh PT Imermotors Djakarta.

 

bus kota

Bus Robur produk dari Volkseigener Betrieb/VEB Robur-Werke Zittau yang berasal dari Jerman Timur, masih melintas di jalan Jakarta hingga akhir tahun 1980. Foto dok net

 

Pada awal Januari 1967, 50 bus Robur mulai melayani berbagai trayek yang dipilih PT Tavip sebagai perusahaan pengelola. Jalur paling padat dilewati dari Grogol-Lapangan Banteng sejumlah 25 bus; Jembatan Semanggi-Harmoni-Lapangan Banteng 5 bus, Stasiun Jatinegara 5 bus, dan 5 bus untuk cadangan. Selaku penyelenggara transportasi saat itu, PT Tavip memasang tarif jauh-dekat Rp 20 sen untuk uang baru dan Rp 200 untuk nilai pecahan lama.

 

Namun keberadaan dan rasa nyaman naik bus Robur ini hanya sesaat. Sebab jumlah peminat lebih besar dari jumlah armada bus yang melintas. Persoalan lain, infrastruktur penunjang juga belum memadahi, seperti terminal yang permanen dan halte yang bikin nyaman calon penumpang. Mereka yang sudah menunggu lama masih juga dikecewakan mendapatkan Bus yang sengat buruk kondisinya. Sudah berkarat, tempat duduk banyak kutu. Sudah tidak ada tempat duduk untuk penumpang baru. Bau busuk dalam bus bercampur dengan pengamen dan asongan.

 

Rupanya kesulitan warga jakarta ini sudah terbaca Gubernur Ali Sadikin. Dua hari setelah dilantik tahun 1966, dia langsung keliling Jakarta naik bus kota. Hujan-hujanan waktu itu. Ali Sadikin ikut berdesak-desakan dengan penumpang bus. Waktu berdesakan itulah Ali Sadikin rasakan betapa tidak enaknya. Di situ Ali Sadikin tahu betapa runyamnya masalah transportasi di kota ini. “Tak ada sistem. Alat angkutan sangat kurang. Orang turun dari bus di mana saja, dan naik di mana saja. Tak ada terminal bus. Orang menunggu bus kepanasan, kehujanan. Orang menyeberang jalan di mana saja,” kesan Ali Sadikin seperti yang ditulis dalam buku Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977 tulisan Ramadhan KH.

 

Bus Damri Mercy paling digemari pelajar saat jam berangkat sekolah. Foto FB  

 

 

Di tengah orang-orang yang berdesakan dan berlari-larian, di tengah bau apek, bau keringat dan kebrengsekan Ali Sadikin mengadakan tanya jawab dengan para penumpang bus. Ali Sadikin jadi tahu apa yang mereka perlukan. Maka Ali Sadikin berpikir,  harus tempat buat orang menunggu bus. dan jumlah kendaraan umum harus diperbanyak.

 

Ali Sadikin pergi menghubungi Widjojo Nitisastro dan Ali Wardhana di Bappenas. Ali Sadikin bilang kepada mereka, Jakarta sangat perlu bus. Akhirnya mendapat bantuan pinjaman dari Amerika. Pada tahun 1967 sudah bisa menambah fasilitas angkutan dengan 500 buah bus, dari total jumlah kebutuhan angkutan umum seluruhnya yang berjumlah 2.500 armada.

 

Ali Sadikin juga mendirikan jembatan penyeberangan untuk mengamankan orang menyeberang jalan dan pemagaran jalan-jalan tertentu. “Untuk memecahkan persoalan angkutan umum harus ada devisa sebesar 1 juta dollar US. Serta harus membeli suku cadang untuk memperbaiki bus-bus Mercedes yang 80 % tidak jalan,” cerita Ali.

 

Memasuki akhir tahun 1970 harga bensin mulai naik,  maka terpaksa tarif bus harus menyesuaikan. Ali Sadikin sendiri yang mengumumkan kenaikan tarif angkutan bus kota itu di tengah suasana protes kalangan DPR.

 

Ali Sadikin juga sangat berang dan dianggap mengurangi pendapat, atas tingkah oknum ABRI yang tidak mau membayar jika naik bus. Maka Ali Sadikin mengadakan seruan kepada semua pihak, jika naik kendaraan umum agar membayar tarif bus dengan jujur.

 

Rupanya ketegasan Ali Sadikin itu masuk di kepala para pengemudi bus. Sebab kemudian terjadi dua puluhan orang supir dan kondektur bus kota datang di Balaikota, menghadap dan menceritakan pe-ngalaman mereka. Ada oknum-oknum ABRI yang bukan saja tidak mau membayar waktu baik bus, malahan meninju dan menginjaknya dengan sepatu yang bergigi. Kepala Direktorat II DKI Hutasoit yang menerima rombongan supir-supir bus itu, kemudian pergi ke Kodam, membicarakan masalah keamanan dan jaminan keselamatan para supir dan kondektur bus.

 

Ali Sadikin juga mencatat, sebenanya banyak juga contoh yang baik dari pihak oknum ABRI yang lain. Misalnya seorang Sersan Mayor dari CPM yang dengan baik-baik mengulurkan uang bayarannya sewaktu naik bus. Ia pun menceritakan, saat apel pagi komandan kesatuannya menginstruksikan kepada anak buahnya agar membayar ongkos naik bus. (pul)

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022