Suharto menerima kunjungan di Hari Anak Nasional. pada momen tersebut Suharto terkejut mendenar satu pertanyaan dari salah satu anak, "kenapa presiden Indonesia hanya satu". Foto youtube
abad.id- Setiap presiden Indonesia punya hobi yang berbeda antara satu dengan lainya. Hobi itu biasanya berasal dari kebiasaan dan didikaan masa kecil. Atau muncul karena teman di lingkungan istana. Sukarno misalnya, sangat hobi dengan keindahan lukisan. Sukarno berlatar belakang arsitek. Saking gilanya Sukarno terhadap lukisan, tidak jarang pelukis diboyong dan menginap di istana.
Presiden BJ Habibi hobinya berenang. Gus Dur punya hobi bakar-bakar sampah sambil diskusi di belakang rumah. Sementara Susilo Bambang Yudoyono punya hobi main gitar dan mengarang lagu. Kegiatan positif Presiden Joko Widodo yaitu blusukan dan mbolang. Hobi yang belum disebut yaitu Presiden RI ke dua Suharto.
Umumnya mengira Suharto punya hoby main golf saat senggang, atau berkebun dan memelihara sapi di Tapos. Padahal hobi positif yang dianggap berbeda pada masa itu yaitu membaca surat dari kiriman anak-anak se Indonesia.
Keluarga Suharto. Foto dok net
Pada era tahun 1980-an, memang serentak anak-anak Indonesia diberi kesempatan mengirim surat kepada sang presiden. Bagi Suharto, memberi magna surat ini tidak sekedar memupuk rasa solidaritas dan cita-cita anak-anak Indonesia, namun juga bagian menyerap aspirasi dari anak-anak yang polos. Bahkan Soeharto selalu meluangkan waktunya untuk membaca atau mendengarkan para pembantunya membacakan surat-surat yang dikirimkan anak-anak dari seluruh Indonesia kepadanya. Soeharto sangat terhibur dengan kehadiran surat-surat itu.
"Lucu-lucu. Segar-segar. Ada yang menanyakan mengapa harga buku sejenis 'lima sekawan' (buku cerita anak-anak yang populer di tahun 80-an) cepat naik, padahal mereka sangat membutuhkan buku-buku itu," cerita Soeharto seperti dituturkannya di buku Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang tuliskan kembali oleh G.Dwipayana.
Menggunakan bahasa yang polos dan sederhana, Soeharto bahkan seperti teringat pada masa kecilnya. Masa kecil di mana dirinya hanya seorang anak petani miskin di Bantul yang hanya berharap bisa menjadi orang berguna di negara yang dia cintai.
Soeharto juga sering geli saat membaca pertanyaan yang anak-anak itu ajukan. Salah satunya seperti surat yang dia terima dari seorang anak asal Kabupaten Deli Serdang.
"Sebenarnya saya sudah lama sekali ingin mengirim surat kepada Bapak, tetapi saya tidak tahu alamat Bapak yang jelas. Dan saya takut kalau-kalau surat ini nyasar ke tangan polisi dan kemudian saya dipanggil. Saya kagum sekali melihat Bapak sebagai Kepala Negara. Mengapa Bapak bisa menjadi Presiden?" kata Soeharto menceritakan kembali isi surat itu.
"Apakah rakyat biasa seperti saya ini bisa menjadi Presiden?" tanya anak itu lagi pada Soeharto.
Untuk pertanyaan bagian terakhir itu, Soeharto jadi terharu. Dengan segera dia memerintahkan anak buahnya menjawab surat itu. "Saya pada waktu kecil tentunya tidak terlepas dari lingkungan. Sebagaimana kamu ketahui, saya ini anak petani. Jadi, saya tidak punya cita-cita jadi Presiden. Dan waktu itu belum tahu Presiden itu apa," balas Soeharto dalam surat .
Soeharto menambahkan, “kalau mempunyai cita-cita harus belajar dengan tekun dan membantu orang tua serta. Tapi jangan lupa semua itu ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa," pesan Soeharto di akhir surat balasannya.
Sebagai kenang-kenangan, Soeharto menyelipkan selembar fotonya dan ibu Tien. Itu bukan pemberian khusus, melainkan Soeharto selalu melakukan hal yang sama untuk anak-anak yang berkirim surat.
Syarat Surat Kepada Suharto
Program surat untuk presiden, benar-benar memberi ruang kepada siapapun untuk mengetahui banyak hal. Mulai kondisi keluarga sang presiden, kondisi negara, tentang budaya, membahas politik, bahkan membahas hal yang sederhana.
Jika orang dewasa ingin mengirim surat pasti akan bingung dengan syarat-syarat suratnya. Misalnya tulisan Kepada yang terhormat Presiden Republik Indonesia Bapak Suharto? Atau kepada Suharto atau Soeharto. Boleh disingkat apa tidak. Sebagaiknya menggunakan kertas folio atau kwarto ? ditulis huruf latin atau tegak berbaris atau pertimbangan boleh pakai pena merah biru atau hitam. Nah, menulis harus pakai aturan kaidah Bahasa Indonesia atau boleh dicampur bahasa daerah. Namun bagi anak-anak yang menulis surat mengalir apa adanya. Mereka terkesan tidak peduli denan tata krama, tata bahasa dan tidak kawatir akan disensor atau dilitsus.
Pengirim surat umumnya dari anak SD dan SMP, prinsipnya hanya ingin mengobrol dengan sang Presiden tentang apa saja. Serta paling terakhir pasti minta kenang-kenangan foto keluarga atau aktifitas keseharian Pak Harto dan Ibu Tien.
Jika ingin sekali mendapat balasan, ya.. permintaan surat harus diulang kembali. Bahkan jika perlu ditambah NB pada bagian pojok paling bawah, digarisi jika perlu. Atau penegasan yang isinya berharap segera dibalas. Kertas yang dipakai juga terbatas. Ada sobekan buku tulis, atau bahkan kertas buram. Juga terdapat kertas warna warni dan hiasan hiasan bunga-bunga. Semua berbaur antara kreatif atau apa adanya.
Dengan hormat,
Dengan perantara surat ini, Tri Oktaviana Damayanti (Pipin) kabarkan kepada bapak Presiden Republik Indonesia ( Suharto) bahwa Pipin ingin sekali mempunya foto keluarga pak Presiden. Tapi Pipin tidak mempunyainya. Maka oleh sebab itu Pipin ingin sekali meminta kepada bapak Presiden, tapi Pipin ingin minta poto Bapak Presiden dan Sekeluarga harus sudah dibingkai. Karena Pipin hendak meletakan poto di ruangan rumah Pipin. Itu poto kenangan Bapak Presiden dan keluarga kepada Pipin. Bapak Presiden yang terhormat, saya ingin bertanya, bagaimana bapak bisa meraih sebagai Presiden. Nah...itu saja yang hendak Pipin ucapkan e...e tunggu dulu Pipin ingin meminta satu lagi yaitu Pipin meminta sepeda mini, bolehkah?
Sekian dan terimakasih saya ucapkan sebelumnya, lain kali disambung ya pak.
4 x 4 = 16 Sempat atau tidak sempat harus dibalas
Hormat saya
Tri Oktaviana Damayani
Tanjung Karang
Bapak Presiden yang terhormat
Harus dibalas ya..
Lalu, bagaimana dengan nasib surat-surat lain yang jumlahnya seribu lebih itu. Ternyata banyak yang telah dibalas. Menurut G Dwipayana yang menjabat sebagai Asisten Menteri/Sekretaris Negara Usuran Dokumentasi dan Mass Media, selalu mendapatkan tugas menjawab surat-surat itu. soal permintaan hadiah tidak semuanya diberikan.
Bahkan jika ada permintaan poto Presiden dengan latar belakang yang sulit dipenuhi juga tidak mungkin diberikan. “Misalnya ada surat yang minta Foto Presiden dengan latar belakang bunga bangkai, kan sulit momen itu didapat,” kata G Dwipayana. Sedangkan surat dari Pipin, dia beruntung mendapatkan kiriman sepeda mini impiannya.
Soeharto yang berlatar belakang militer juga bercerita bagaimana mendidik anak-anaknya. Selain soal Agama, juga memberikan putra-putrinya buku panduan hidup yang berjudul 'Butir-butir budaya Jawa, Hanggayuh Kasampurnaning Hurip, Berbudi bawa leksana, ngudi sajatining becik.'
Sedangkan sebagai bentuk kedekatannya dengan anak-anak Indonesia, Soeharto membuat buku yang berjudul Anak Indonesia dan Pak Harto. Di buku itu, kedekatan sangat terasa meski Soeharto seorang kepala negara. Di buku itu anak-anak bebas memanggil Soeharto dengan sebutan Eyang, Pakde, dan kakek.
Dihadapan anak-anak yang kelak mewarisi bangsa Indonesia ini, Suharto tidak menganggap dirinya sebagai pejabat tinggi yang sulit didekati. Pak Harto mengibaratkan dirinya teman, atau paman mereka yang kapanpun bisa disapa. (pul)