Para aktivis berkampanye dengan mengunakan atribut hitam memakai topi dari daun dengan membawa bermacam macam poster bertuliskan temuan kasus- kasus lingkungan di Jawa Timur. Foto Ecoton
abad.id- Hari Bumi Sedunia diperingati setiap tanggal 22 April. Di balik peringatannya, ada peristiwa penting terjadi perubahan gerakan dalam isu lingkungan. Setiap tahunnya, Hari Bumi diperingati dengan tema beragam.
Sejarah Hari Bumi atau Earth Day lahir dari gerakan lingkungan berkelanjutan pada tahun 1970 di Amerika Serikat (AS). Mengutip dari Environmental Protection Agency (EPA), Hari Bumi lahir karena mengkhawatirkannya kondisi lingkungan di AS sebelum tahun 1970.
Saat itu, marak aktivitas pabrik yang menghasilkan asap beracun hingga dibuangnya berton-ton limbah beracun ke sungai terdekat. Perbuatan tersebut tidak bisa dihentikan dan tidak bisa ditindak ke meja hijau. Hal itu terjadi karena itu belum ada EPA. Seperti tidak ada Clean Air Act dan Clean Water Act. Serta tidak ada mekanisme hukum atau peraturan untuk melindungi lingkungan.
Melihat kondisi seperti itu, Senator AS Gaylod Nelson, pada tahun 1970 menyertakan isu lingkungan berkelanjutan dalam agenda nasional AS. Nelson juga menjadi salah satu orang yang mengembangkan gagasan Hari Bumi di konferensi Seattle 1969.
Saat pertama kali peringatan Hari Bumi tahun 1970, dua puluh juta orang Amerika ikut berpartisipasi dengan demontrasi di berbagai kota. Gerakan tersebut dilakukan oleh ribuan sekolah dan komunitas lokal yang turut menyuarakan masalah lingkungan yang terjadi di AS.
Gerakan tersebut berhasil membawa dampak positif di AS. Terbukti pada Desember 1970, Kongres AS menyetujui pembentukan badan federal baru untuk menangani masalah lingkungan, yang dikenal sebagai Badan Perlindungan Lingkungan AS atau EPA.
Sejalan dengan peristiwa di Amerika, peringatan hari bumi juga ikut diperingati di Tanah Air setiap tahunnya. Senin 17 April 2023 siang misalnya, Peringatan Hari Bumi Sedunia diikuti 50 lebih aktivis lingkungan Ecoton bersama elemen masyarakat dan mahasiswa se - Jawa Timur yang berasal dari Komunitas Capy Brantas dari Universitas Brawijaya, Komunitas Coensis dari Universitas Trunojoyo Madura, Untag Surabaya dan gabungan mahasiswa dari Universitas Airlangga. Mereka menggelar mimbar bebas dan Teatrikal di depan gedung negara Grahadi Jalan Gubernur Suryo, Surabaya.
Para aktivis berkampanye dengan mengunakan atribut hitam memakai topi dari daun dengan membawa bermacam macam poster besar bertuliskan temuan kasus- kasus lingkungan di Jawa Timur.
Koordinator aksi Iqbal Ivan Ammar Fauzi mengungkapkan, dalam satu dekade terakhir Jatim sedang dalam kondisi sekarat akibat pencemaran lingkungan. Kasus-kasus lingkungan muncul tanpa ada penanganan serius.
Bumi di Jatim sudah akrab dengan permasalahan sampah impor yang ramai di tahun 2019, limbah slag aluminium, timbunan limbah B3 kawasan militer, sungai tercemar Mikroplastik, udara sudah dalam koondisi Buruk karena asap industri dan pembakaran sampah plastik hampir setiap hari.
“Yang paling memalukan, ternyata Jawa Timur dinobatkan menjadi provinsi dengan peringkat nomor 1 memiliki sungai paling tinggi kontaminasi Mikroplastik diantara 34 provinsi lain di Indonesia,” kata Iqbal Ivan Ammar Fauzi.
Hasil peneliti Ecoton menyebutkan bahwa kontaminasi bakteri E coli di 70 % air minum masyarakat Jawa Timur. Hal ini menandakan bahwa sumber air sudah mengalami kerusakan dan tercemar. Sungai Brantas yang menjamin kebutuhan air masyaraat Jatim untuk saat ini kualitas airnya sedang mengalami penurunan.
Selain temuan bakteri E coli di air minum, penyebab menurunnya kualitas air di Jawa Timur disebabkan limbah domestik, limbah industri dan limbah B3 yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu agar tidak melebihi baku mutu.
Banyaknya temuan kasus - kasus pencemaran lingkungan di Jawa Timur, mencerminkan bahwa bumi Jatim sudah menjadi toilet bagi para penguasa dan pelaku industri untuk membuang limbahnya tanpa diolah.
Jawa Timur diibaratkan seperti toilet umum, sebab banyak kasus lingkungan hidup hanya ditimbun tanpa diselesaikan. Foto ecoton
“Kami sudah muak dengan kasus - kasus pencemaran yang sering terjadi di wikayah Jawa Timur, para penguasa seakan angkuh dan tidak menghormati dimana bumi dan tanah yang mereka pijak dengan terus melakukan perusakan dimuka bumi, khusunya di Jawa Timur," ungkap Kholid Basyaiban salah satu aktivis Ecoton yang aktif melakukan pembelaan bagi masyarakat terdampak pencemaran di Jawa Timur.
Melalui peringatan hari bumi ini, Gabungan pegiat lingkungan dari berbagai wilayah di seluruh Jawa Timur, meminta alokasi anggaran APBD Pemprov dan Pemda digunakan untuk program pemulihan lingkungan dan tata Kelola sampah.
“Semua dana hibah yang tidak jelas arah dan tujuannya, serta rawan terjadi tindak pidana korupsi. Maka lebih tepat dialokasikan untuk program pemulihan lingkungan, khusunya program pemulihan sungai dan hutan kritis di Jawa Timur,” jelas Kholid Basyaiban
Pemprov Jatim juga dituntut harus segera merombak dan melakukan penyidikan serta penegakan hukum terhadap ASN yang tidak serius dalam bekerja dan rawan melakukan korupsi. Terutama pejabat ASN yang bekerja di instansi Pekerjaan Umum dan Lingkungan Hidup
“Pemprov Jawa Timur harus segera memikirkan cara inovatif dan efektif dalam proses pengawasan aktivitas industri yang berpotensi mencemari lingkungan,” jelas Kholid Basyaiban. (pul)