images/images-1681282649.jpg
Sejarah

Masa Bersiap, Peristiwa Brutal Paling Ditakuti Belanda

Pulung Ciptoaji

Apr 12, 2023

820 views

24 Comments

Save

Kegembiraan karena telah merdeka telah memunculkan kebencian terhadap bangsa penjajah. Hiruk pikuk pasca proklamasi telah memunculkan insiden-insiden kekejaman tak terkendali atas warga Belanda dan Indo-Belanda di beberapa daerah. Sisa tulang belulang korban kekerasan dibawa pulang ke negeri Belanda pada tahun 1946. Foto FB

 

 

Orang Belanda memiliki istilah yang jarang muncul di buku sejarah Indonesia: "masa bersiap". Ini adalah masa di penghujung 1945 hingga ke 1946, ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri, namun para pemuda dan pejuang belum terkonsolidasi dan terkontrol secara solid. Sementara warga Belanda yang tersisa di Indonesia masih mengandalkan sisa-sisa KNIL dan sedikit tentara Belanda yang sudah datang untuk memberi rasa aman.

 

 

massa bersiap

Setelah pasukan reguler dikapalkan dari Belanda, dan militer Belanda menguasai beberapa wilayah penting, pihak Belanda menggali kuburan-kuburan dari korban tindak kekerasan. Foto Fb

 

Sementara itu di pihal lain kelompok pejuang telah mempunyai banyak senjata sisa rampasan Jepang. Dengan bangga dan penuh percaya diri mereka memamerkan kekuatan tempurnya di depan publik. Seakan kelompok pemuda ini tidak takut terhadap ancaman dan bahaya musuh.

 

Dalam buku Biografi Soekarno tulisan warga Belanda Lambert Giebelt mengartikan, seruan jika sebelum maju adalah 'Siap. Artinya siap menghadapi siapa saja yang danggap menghalangi kemerdekaan. Alasan munculnya aksi massa bersiap akibat selama masa kolonialisasi Belanda telah melakukan banya kejahatan. Mulai perkosaan, dan pembunuhan-pembunuhan dengan keji tanpa kuasa dan hukum.

 

Dalam catatan sejarahdigambarkan aksi massa bersiap terjadi di Aceh akhir 1945. Di sana para Pemuda tanpa koordinasi bergabung dengan para ulama dan petani membunuh para hulubalang Belanda. Kemadian merampas tanah-tanah yang luas. Aksi serupa juga banyak dilakaukan di daerah lain seperti di Tegal, Semarang, Solo dan Madiun.  

 

Menurut Lambert Giebelt, aksi pembunuhan dan penjarahan sebagai 'revolusi sosial', kurang bernilai historis. Masa bersiap lebih cocok disebut masa anarkis sejarah revolusi. Memang betul bahwa dalam masa ini berkembang pendapat istilah revolusi nasional (memperjuangkan kemerdekaan). Sesuai dengan pendapat marxisme, harus diselesaikan dalam waktu singkat, yaitu dengan mengadakan revolusi sosial (perombakan struktur kekuasaan yang ada).

 

Soekarno sudah berusaha menjalankan kewibawanya sebagai pemimpin. Yaitu berusaha meredam amarah rakyat dengan jalan diplomasi. Namun semuanya gagal. Bahkan peristiwa yang menonjol ketika berusaha menghentikan massa bersiap di Surabaya.

 

Aksi kekerasan ini berawal dari desakan pemerintah Belanda. Mountbatten memutuskan untuk menempatkan Tentara pendukung di kota-kota pesisir Padang, Palembang, dan Medan di pulau Sumatra, serta Bandung, Semarang, dan Surabaya di pulau Jawa. Rakyat Surabaya mengira bahwa para tentara Inggris hendak pembuka jalan rezim kolonial Belanda. Mereka yang sudah menenteng senjata siap melakukan perlawanan.

 

Mustopo, seorang dokter gigi yang mengangkat dirinya sebagai komandan tentara Republik Indonesia di Surabaya, ingin langsung menghabisi pasukan-pasukan yang mendarat. Namun, Soekarno berhasil membujuknya melalui relepon sehingga pendaratan pasukan berjalan tanpa halangan.

 

Dua hari pertama keadaan tenang-tenang saja. Pada 27 Oktober tampak pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet persis di atas kota yang isinya menurut penduduk untuk menyerahkan senjata. Aksi ini maksudnya baik, dilancarkan markas besar Inggris di Batavia untuk memunjang usaha Mallaby melakukan pelucutan tentara Jepanag dan mempertahankan Status Quo. Namun ternyata langkah itu tidak diketahui Mallaby.

 

Radio Pemberontakan sebagai radio perjuangan menyiarkan bahwa pamflet-pamtlet tersebut sebagai tantangan perang.  Maka perangpun pecah. Untr-unit BKR dengan didampingi rakyat bersenjata kapak, parang dan bambu runcing dengan jumlah seratus ribu orang, melakukan penyerbuan. Beberapa pos penjagaan pasukan Inggris ditembaki dan dikepung massa yang mengamuk.  Bagi Tentara Inggris tidak ada pilihan lain kecuali menembak. Tentara yang kehabisan peluru kemudian jatuh ke tangan massa. Mereka pasti dibunuh secara mengerikan.

 

Nasib naas juga menimpa sebuah konvoi truk berisi wanita dan anak-anak Belanda, yang sedang dipindahkan dari daerah Darmo ke pelabuhan untuk diungsikan. Konvoi truk ini dikawal tentara Gurka Inggris. Sebagian diataranya ditembak mati ketika masih berdiri di bak terbuka. Mereka yang berhasil melarikan diri dari kendaraan mencari perlindungan di rumah penduduk di sepanjang jalan. Jika tertangkap langsung dibunuh secara biadab. Bahkan ada yang dibakar hidup-hidup di rumah tempat mereka belindung.

 

Beberapa orang Gurkha yang berhasil lolos dan melaporkan ke pos penjagaan terdekat dengan kondisi luka parah. Sementara tentara Inggris lain yang berhasil lolos membuat pertahanan di lima gedung yang tersebar di pusat kota. Tentara Inggris yang konon sudah terlatih dalam perang dunia ke II ini berusaha menangkis serbuan beribu-ribu orang yang hendak masuk untuk membunuh mereka. Mallaby yang takut pasukannya akan disapu bersih, mengirim berita kepada Christison di Batavia. Christison minta kepada Soekarno untuk langsung terbang ke Surabaya untuk meredam aksi brutal rakyatnya. (pul)

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023