images/images-1687332708.jpg
Sejarah
Data

Tragedi Kemanusiaan di Pondok Pesantren Tengku Bantaqiah

Pulung Ciptoaji

Jun 21, 2023

1418 views

24 Comments

Save

 Pondok pesantren Babul Mukarramah Aceh menjadi tempat pemunuhan keji Tengku Bantaqiah bersama 54 santrinya. Foto dok Kontras 

 

Tengku Bantaqiah

 

abad.id- Sebenarnya GAM kurang mendapat respons dari warga di kawasan sepanjang Aceh Barat dan selatan. Selama bertahun-tahun GAM hanya terlokalisasi di Aceh Timur, utara, dan Pidie. Namun sejak aksi pembantaian terhadap Tengku Bantaqiah, rakyat Aceh Barat dan selatan mulai sepakat untuk menentang TNI dan pemerintah pusat.

 

Dalam buku Sejarah Dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Tulisan Neta S Pane menyebutkan, sebenanya banyak ulama Aceh yang disegani. Namun, sejak rezim Soeharto menggelar DOM di wilayah tersebut, ulama Aceh yang konsisten dan kritis praktis menyusut total. Dari banyak ulama yang paling disegani Tengku Bantaqiah dan Tengku Ahmad Dewi. Tengku Bantaqiah berada di kawasan hutan antara Aceh Barat dan Tengah. Sementara Tengku Ahmad Dewi mengambil posisi di pesisir Aceh Timur hingga ke Aceh Utara.

 

Baca Juga : Tangisan Sukarno Meluluhkan Daud Beureueh Untuk Membantu RI

 

Aksi Tengku Bantaqiah pertama sempat mengagetkan publik, ketika rakyat Aceh sedang menunaikan ibadah puasa di bulan Mei 1987. Bantaqiah bersama pengikutnya turun gunung. Dengan memakai jubah putih dan bersenjatakan pedang dan tombak, mereka long march di kota Sigli dan kota Meulaboh. Sepanjang jalan mereka meneriakkan “Allah Akbar”dan menyebarkan selebaran, yang isinya mengajak masyarakat membasmi kemaksiatan serta menegakkan kebenaran.

 

Aksi yang kemudian disebut sebagai “Gerakan Jubah Putih" ini sempat dihadang aparat keamanan. Seorang pengikut Bantaqiah tewas tertembak aparat saat itu. Setelah diamankan beberapa saat, Bantaqiah dan pengikutnya dibebaskan. Namun, pasca peristiwa itu aksi Tengku Bantaqiah dinilai MUI Aceh ajaran sesat.

 

Bantaqiah mengenyam pendidikan formal hanya sampai kelas V madrasah. Kemudian ia mempraktikkan ajaran tarekat di Beutong Ateuh. Di kawasan ini Bantaqiah membangun Pondok Pesantren Babul Mukarramah di desa Blang Meraude, Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten AcehBarat.

 

Baca Juga : Jejak Sukarno Dibalik Pemberontakan Peta di Blitar Meragukan

 

Tak jarang Tengku Bantaqiah bersama pengikutnya bermukim di dalam hutan belantara selama berminggu-minggu, untuk memperdalam ilmu tarekat. Mungkin, karena sering keluar masuk hutan, Tengku Bantaqiah sering bertemu dengan para pimpinan GAM. Dari persentuhan kehidupan sosial ini, Tengku Bantaqiah menjadi sangat dekat GAM. Ini terbukti cukup banyak anggota GAM yang belajar ilmu tarekat di pondok pesantrennya maupun saat melakukan ritual di hutan belantara.

 

Padahal, antara Tengku Bantaqiah dengan organisasi GAM tidak ada hubungan sama sekali. Menurut Panglima GAM Tengku Abdulah Syafei, sebagai ulama dan guru, Tengku Bantaqiah selalu terbuka menerima murid baru. Ia tak pernah mempermasalahkan muridnya anggota GAM atau bukan. “Yang penting, mereka serius mempelajari agama Islam, dan saat masuk ke pondok pesantrennya, para muridnya tak pernah pula menyinggung atau membawa-bawa organisasi GAM. Semua atas nama pribadi dan atas kesadaran sendiri,” kata Tengku Abdulah Syafei yang dikutip Neta S Pane.  

 

Namun ternyata, dari proses belajar mengajar ini, GAM memperoleh banyak keuntungan. Pertama, GAM semakin menyebar ke wilayah Aceh Barat, tengah, tenggara, selatan hingga ke perbatasan Aceh Sumatera Utara di bagian selatan. Kebetulan, dari kawasan inilah kebanyakan murid Tengku Bantaqiah berasal.

 

Keuntungan kedua, dari memperdalam ilmu di Pondok Pesantren Bantaqiah, anggota GAM umumnya bisa mengembangkan diri. Dalam artian, anggota GAM yang belajar pada Tengku Bantaqiah umumnya menjadi kebal terhadap senjata. Keampuhan ilmu yang diberikannya membuat Tengku Bantaqiah sangat populer di kalangan anggota GAM. Sehingga semakin banyak anggora GAM yang ingin belajar ke Pondok Pesantren Tengku Bantaqiah.

 

Baca Juga : Petualangan Mayor AV Michiels Terlibat Perang di Nusantara

 

Dari keuntungan inilah yang rupanya membuat sebagian besar anggota TNI kesal. Apalagi, dalam setiap operasi penyergapan ke lokasi persembunyian, pasukan TNI selalu kelabakan menghadapi tentara GAM yang tahan peluru.

 

Berbagai rekayasa pun dilakukan untuk menghentikan 'aksi' ini. Di tahun 1993, Tengku Bantaqiah sempat ditangkap. Tuduhannya, ulama besar ini terlibat dalam perkebunan dan bisnis gelap peredaran ganja. Penangkapan bermula dari sejumlah aparat ABRI yang tergabung dalam Operasi Siwa menemukan 1,5 ton ganja di sekitar Beutong Ateuh pada 24 Oktober 1993.

 

Menurut investigasi aparat, kepemilikan ganja itu melibatkan Bantaqiah dan Guru Rahman, Komandan GAM Wilayah Pase. Akibat tuduhan ini, Tengku Bantaqiah terpaksa mendekam selama enam tahun di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Sementara Guru Rahman berhasil meloloskan diri, dengan cara kabur ke Malaysia.

 

Akhir September 1999, Bantaqiah dibebaskan dari tahanan. Meski baru sekitar dua bulan menghirup udara bebas, rekayasa hukum untuk melegistimasi aksi pembantaian terhadap Tengku Bantaqiah. Saat itu Jumat pagi, 23 Juli 1999, muncul 200 pasukan berbaju TNI ke sekitar pondok pesantren Tengku Bantaqiah. Seperti Jumat biasanya murid Tengku Bantaqiah menghabiskan waktunya di mesjid pondok pesantren, untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an sambil menunggu Sholat Jumat. Saat itu, Tengku Bantaqiah yang berusia 55 tahun berada di tengah-tengah 50 muridnya. Melihat kedatangan pasukan militer, mereka spontan terhenti.

 

Baca Juga : Ini Alasan Trunojoyo Ikut Terlibat Perang Jawa

 

Pimpinan pasukan militer memerintahkan Tengku Bantaqiah keluar. Para muridnya pun khawatir dan tidak mengizinkan gurunya keluar. Sebagai gantinya, keluar salah seorang ustad pondok pesantren, Tengku Yusuf. Pasukan tanpa identitas bersenjata lengkap itu tak menggubrisnya, dan tetap meminta Tengku Bantaqiah keluar.

 

Tengku Bantaqiah pun keluar, dan kemudian diikuti para murid yang berjalan berbaris di belakang. Lalu,Tengku Bantaqiah menyambut tamunya dengan akrab dan terjadi dialog yang diiringi dengan senyum dan tawa. Tiba-tiba, seorang anggota pasukan memukuli seorang murid Tengku Bantaqiah. Melihat hal ini sang guru langsung berteriak Allah Akbar.

 

Belum usai teriakannya serentetan tembakan menghantam tubuh Tengku Bantaqiah. Entah kenapa, tak satu pun tembakan itu melukai tubuhnya. Melihat hal ini, seorang anggota pasukan militer tersebut kesal dan langsung mengambil pelontar granat. Tembakan granat sebanyak dua kali diarahkan ke bagian dadanya, hingga membuat Tengku Bantaqiah tersungkur. Di bagian dadanya hancur berantakan. Bersamaan dengan itu para murid Tengku Bantaqiah pun diberondong dengan senjata M-16. Mereka jatuh bergelimpangan ke tanah. Hanya sebagian kecil yang berhasil lolos dengan luka-luka tembakan di bagian tubuhnya.

 

Kasus pembantaian ini terbongkar, setelah diketahui Tengku Bantaqiah dikubur secara massal dan asal-asalan oleh para pelakunya. Pembantaian keji semakin membuat situasi Aceh memanas. Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Rahman Gafar menyebutkan, Tengku Bantaqiah diketahui menyimpan ratusan pucuk senjata api di pondok pesantrennya. Selain itu, Tengku Bantaqiah bersama muridnya dituduh terlibat dalam penanaman ganja di sekitar pondok pesantrennya.

 

Namun, tuduhan itu tidak dipercayai rakyat Aceh yang sudah terlancur berprasangka buruk terhadap TNI dan pemerintah pusat. Bahkan, istri kedua Tengku Banraqiah, Aman Farizah mengatakan, suaminya tak ada sangkut pautnya dengan GAM. Cap itu sengaja dilontarkan agar seolah-olah Tengku Bantaqiah benar-benar anggora GAM. “Padahal, Panglima Komando Pusat Angkatan Perang GAM Tengku Abdullah Syafei menegaskan, Tengku Bantaqiah bukanlah tokoh GAM. Sebab itu, Syafei sangat menyayangkan oknum TNI tega membantai Tengku Bantaqiah dan muridnya secara keji,” kata Neta S Pane

 

Baca Juga : Perang Candu di Tanah Jawa

 

Sejak aksi pembantaian massal di Pondok Pesantren Tengku Bantaqiah ini, dirasakan rakyat Aceh sebagai luka yang sangat dalam. Sehingga, mereka semakin dendam kepada TNI dan pemerintah pusat. Soalnya,Tengku Bantaqiah adalah ulama yang sangat dihormati rakyat Aceh, dan saah satu ulama yang dengan tegas menentang dan mengecam tindakan aparat selama masa Daerah Operasi Militer (DOM).

 

Sejak peristiwa pembantaian Tengku Bantaqiah, GAM menjadi begitu populer di daerah ini. Rakyat sangat mengidolakan GAM yang dipimpin Panglima Komando Tengku Abdullah Syafei. Mereka menyebut Syafei sebagai wali rakyat Aceh. (pul)

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023