Bung Karno muncul di film propaganda Jepang
abad.id- Ada alasan penting Soekarno memutuskan bekerja sama dengan Jepang saat dirinya dalam masa pembuangan di Bengkulu oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Riwayat Bung Karno bertemu dengan utusan tentara Jepang dan dibawa kembali ke Jawa yang ditulis dalam otobiografinya. Mengisahkan, waktu ada kabar tentara Jepang akan segera mendarat di Sumatera, petugas Belanda datang ke rumah Bung Karno di Bengkulu. Mereka memutuskan membawa Bung Karno ke Padang, dan dari sana hendak dibawa ke Australia bersama dengan petinggi Belanda.
Belanda mungkin takut Bung Karno akan dimanfaatkan oleh Jepang. Agar tidak diketahui Jepang yang sudah mendekati pantai barat Sumatera, Bung Karno dan istrinya, disuruh jalan kaki di dalam hutan menuju ke Padang. Beberapa hari kemudian mereka keluar dari hutan, naik bus ke Padang.
Seniman juga dilibatkan sebagai agen propaganda program pemerintah militer Jepang
Tulisan Aiko Kurasawa dalam Buku Dialog Dengan Sejarah Soekarno Seratus Tahun, waktu itu situasi Kota Padang sangat kacau, dan kebanyakan orang Belanda sudah lari. Ternyata sudah tidak ada kapal lagi yang bisa membawa Bung Karno ke Australia. Artinya Bung Karno ditinggalkan Belanda. Sukarno memutuskan tinggal di Padang, menumpang di rumah teman. Seminggu kemudian, tentara Jepang memasuki kota tersebut.
Suatu hari, seorang perwira tentara Jepang, Kapten Sakaguchi dari Barisan Propaganda, mendatangi tempat tinggal Bung Karno. Menanyakan kondisinya. Mereka berkomunikasi dalam bahasa Perancis. Sakaguchi mengundang Bung Karno ke Bukittingi, Markas Besar Angkatan Darat Bung Kamo. Sejak saat itu Soekarno bekerja sama dengan pemerintahan Jepang untuk mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dan Jawa Hokokai.
Sukarno juga diberi tugas memberikan ceramah dan pidato untuk membangkitkan rasa benci terhadap Belanda dan rasa nasionalisme yang sudah lama ditindas Belanda. Sukarno sering menjadi "bintang film" dalam propaganda Jepang.
Pada masa tersebut, film menjadi media yang sangat menonjol sebagai sarana komunikasi. Tentara Jepang mempelajari strategi itu dari Nazi dan membuat banyak film propaganda dan film berita. Alasan Jepang meggunakan film, sebab angka buta huruf di kalangan rakyat Indonesia sangat tinggi. Jika komunikasi melalui surat kabar atau selebaran, hanya orang terpelajar dan kaum melek huruf yang bisa memahami pesan pemerintah jepang. Oleh karena itu, film yang sifatnya audio-visual, lebih mudah dimengerti dan punya dampak besar daripada media cetak.
Kantor cabang sebuah perusahaan film Jepang, Nippon Eigasha, dibuka di Jakarta. Dan mereka setiap bulan meluncurkan dua film berita dan dua film "budaya”(istilah terjemahan dari bahasa Jerman, artinya hampir sama dengan film dokumenter yang dibuat untuk maksud pendidikan dan propaganda).
Bung Karno sendiri yang di shoting sebagai figur. Baik dalam film berita maupun film budaya. Dalam film-film itu ia menyampaikan pidato yang cukup panjang. Suara dan wajah Bung Kamo ditayangkan dan tersebar ke seluruh Pulau Jawa dalam film 35 mm. Filmnya diputar tidak hanya di gedung bioskop di kota, tetapi juga dibawa ke seluruh pelosok oleh Barisan Propaganda dan diputar di lapangan. Penduduk diajak nonton secara gratis. Jika sebelumnya Bung Kamo hanya terkenal di antara kaum intelektual, kini semakin dikenal di kalangan rakyat biasa. Dengan film-film itu mereka menjadi biaya dengan wajah dan suara Bung Karno.
Rakyat mulai tertarik pada pidato Bung Karno yang isinya membangkitkan rasa nasionalisme. Padahal sebenar-nya Jepang meminta Bung Karno menyampaikan pidato yang menggerakkan rakyat untuk bekerja sama dengan Jepang demi kepentingan usaha peperangan Asia Timur Raya.
Pamfel dan baleho dianggap kurang efektif menyampaikan propaganda, sebab banyak rakyat yang masih buta huruf
Bung Karno ternyata berhasil agak mengesampingkan "pesan sponsor" itu. Dalam usaha menggerakkan hati rakyat, dia hati-hati memilih kosakata yang tidak berbau fasisme, dan menghindari kosa-kata yang mementingkan kepentingan Jepang. Di lain pihak, dia juga pintar. Dia tidak memakai kosakata yang menyinggung perasaan tentara Jepang. Misalnya, dia selalu memakai istilah kesejahteraan, kebahagiaan dan kemuliaan bangsa, sebaliknya tak pernah memakai istilah "kemerdekaan"bangsa.
"Masyorakat baru yang kita sedang susun itu, tak mungkan kekal kalau kita tidak mencapai kemenangan akhir kanena itu marilah kita taruhkan perdjuangan ini sampai ke ujung. ujungnya, tahanlah menderita, tahanlah kesukaran. Kebesaran kita tidak dapat kita capai di atas kasur bantalnya kesenangan, kebesaran kita itu hanyalah kita bisa capai di dalam api unggunnya perjuangan." (Menoedjoe ke Arah Mengambil Bagian Pemerintahan Dalam Negeri, Oktober, 1943).
Pidato ini,berjudul Upacara Pembukaan Chuo Sangiin, hanya menyinggung saja perjuangan bangsa Indonesia dan tidak berbau fasisme dan militerisme Jepang.
"Kita harus...mengulangi di dalam hati kita, bulatkan di dalam hati kita, bahwa peperangan sekarang ini bukanlah hanya peperangan Dai Nippon saja, tetapi adalah peperangan kita pula, peperangan seluruh Benua Asia, baik dari rakyat Indonesia maupun Filipina, maupun Burma, maupun Thai, maupun Tiongkok, maupun Manchukuo. Seluruh rakyat di Benua Asia ini adalah ikut berperang. Pada tanggal 8 Maret yang lalu, di lapangan Ikada ini pula, saya telah gemblengkan di dalam kamu punya hati semuanya, bahwa kamu semuanya, kita semuanya adalah ikut berperang. Bung Kamo ikut berperang! Bung Hatta ikut berperang! 1943).
Apa yang dimaksud dalam pidato ini adalah solidaritas bangsa Asia menghadapi kekuatan Barat. Bung Karno menginterpretasi perang Jepang sebagai perang bangsa Asia sendiri, dan menganggap Amerika dan Inggris sebagai musuhnya sendiri. Agitasi anti-Barat bisa dilihat dalam pidato berikut yang disampaikan pada bulan April 1943.
“Saudara-saudara, musuh kita yang terbesar yang selalu merusakkan keselamatan dan kesejahteraan Indonesia ialah Amerika dan Inggris. Oleh karena itu, di dalam peperangan Asia Timur Raya ini, maka segenap kita punya tenaga, segenap kita punya kemauan, segenap kita punya tekad harus kita tujukan kepada hancur-leburnya Amerika dan Inggris itu. Selama kekuasaan dan kekuatan Amerika dan Inggris belum hancur-lebur maka Asia dan Indonesia tidak bisa selamat.
Karena itu,semboyan kita sekarang ini ialah, 'Hancurkan kekuasaan Amerika.Hancurkan kekuasaan Inggris.Amerika kita setrika, Inggris kita linggis!'"(ulang tiga kali) (Jawa News, No 2 April 1943). (pul)