Demak Adalah Majapahit Dalam Konteks Maritim ?
Abad.id – Judul diatas mengandung pertanyaan. Sengaja karena banyak perdebatan mengenai apakah peradaban Majapahit maritim ataukah agraris . Anakronisme antara Demak dan Majapahit, dalam konteks maritim dan ekspansi teritorial, yang berekspansi adalah Majapahit saat beribukota di Demak, bukan Majapahit saat beribukota di Mojokerto, hanya saja klaim ekspansi itu diambil oleh Majapahit ketika beribukota di Mojokerto yang sudah terkenal, karena suka tidak suka, Raden Patah, Sultan, Raja, Bintara Demak adalah juga keturunan Brawijaya V, sementara raja-raja setelah Demak atau setelah Raden Kusen bukan keturunan Brawijaya.
Ada dugaan bahwa sebutan kapal Jung atau Jong atau Jong Java ya memang kapal-kapal (vesel) dengan desain Jung Cina, dan secara luas dipergunakan sebagai "flag ship” di era Demak pada 1513 (kerajaan Demak 1475-1518). Dan kemampuan navigasi, membuat peta, serta desain Cina itu diteruskan kepada orang Jawa.
Pembuatan kapal oleh orang Jawa
Diogo de Couto dalam bukunya yang berjudul: "Da Asia". Buku tersebut diterbitkan tahun 1645. Dalam buku tersebut menjelaskan tetang kemampuan dan keahlian navigasi orang Jawa sebagai berikut ini:
"Orang Jawa adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dalam seni navigasi, sampai mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini, walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah orang Jawa yang dahulu berlayar ke Tanjung Harapan dan mengadakan hubungan dengan Madagaskar, dimana sekarang banyak dijumpai penduduk asli Madagaskar yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa."
Alfonso De Alburque juga menceritakan kemampuan orang Jawa dalam membuat kapal armada Demak yang juga dibekali oleh keahlian ilmu navigasi dan kemampuan untuk membuat peta. Bukti ini dapat dilihat dalam surat yang ditulis oleh Afonso de Albuquerque untuk Raja Portugal yaitu Manuel I pada bulan April tahun1512.
"... peta besar seorang pilot Jawa, yang berisi Tanjung Harapan, Portugal dan tanah Brazil, Laut Merah dan Laut Persia, Kepulauan Cengkeh, navigasi orang Cina dan Gom, dengan garis rhumb dan rute langsung yang bisa ditempuh oleh kapal, dan dataran gigir (hinterland), dan bagaimana kerajaan berbatasan satu sama lain. Bagiku, Tuan, ini adalah hal terbaik yang pernah saya lihat, dan Yang Mulia akan sangat senang melihatnya memiliki nama-nama dalam tulisan Jawa, tetapi saya punya saya orang Jawa yang bisa membaca dan menulis, saya mengirimkan karya ini kepada Yang Mulia, yang ditelusuri Francisco Rodrigues dari yang lain, di mana Yang Mulia dapat benar-benar melihat di mana orang Cina dan Gore (Jepang) datang, dan tentu saja kapal Anda harus pergi ke Kepulauan Cengkeh, dan di mana tambang emas ada, pulau Jawa dan Banda, tindakan seperiodenya, dari siapa pun sezamannya, dan tampaknya sangat mungkin bahwa apa yang dia katakan adalah benar..." (Alfonso de Albuquerque, Surat untuk raja Manuel I dari Portugal, April 1512).
Alfonso Albuquerque menggambarkan kapal jung memiliki empat tiang layar dan memilikii bobot sampai dengan 600 ton. Kapal terbesar dalam catatannya dimiliki oleh Kerajaan Demak yang bobotnya mencapai 1.000 ton.
Penggambaran kapal Jung Jawa juga dapat dibaca dari surat Fernao Peres de Andrade yang menjadi Komandan Armada Portugis di Malaka. Surat tersebut ditulis ditahun 1513 kepada Afonso de Albuquerque.
Isi surat Fernao Peres de Andrade sebagai berikut ini:
“Kapal Jung adalah suatu yang menakjubkan. Kapal Anunciada yang dekat dengannya sama sekali tak terlihat sebagai kapal karena ukurannya amat kecil jika dibandingkan dengan Jung itu. Kami menyerangnya dengan meriam besar, tetapi tembakan tersebut tak dapat melubanginya di bawah garis air, dan tembakan espera juga tidak dapat tembus; pada jung itu terdapat tiga susunan, semuanya lebih tebal daripada satu cruzado. Kapal Jung itu pasti begitu besar dan dahsyat, dan untuk membangun kapal itu perlu tiga tahun.”
Dalam catatan Tome Pires seorang penjelajah Portugis lainnya penggunaan kapal jung sebagai kapal armada pasukan laut Pati Unus yang tidak lain adalah seorang raja kerajaan Demak yang kedua. Tome Pires mencatat kapal Pati Unus memiliki kemampuan untuk menampung sekitar seribu penumpang.
Jadi bukan Majapahit(Mojokerto), tetapi Majapahit(Demak) yang dengan konteks budaya pesisirnya menjadi cikal bakal kemaritiman Jawa, karena aliansinya dengan armada Tiongkok waktu itu, dan seperti itu yang dijelaskan oleh Tome Pires dalam Suma Oriental pada kisaran tahun 1504.
Maka, hanya dibutuhkan satu temuan kapal Majapahit di laut Jawa, cukup satu saja, itu akan bicara jauh lebih menggelegar dari ribuan halaman cerita-cerita grandiosity saja. Demikianlah persoalannya, sampai ada fakta keras, bukti keras, maka semua klaim bahwa Majapahit itu kerajaan maritim hanyalah cerita.
Demak memang pewaris kerajaan Majapahit, tetapi kekuasaan dan ekspansi Demak lah yang membesarkan Majapahit hingga dikenal oleh kemaritiman Portugis. Demak mempunyai orientasi maritim, sementara Majapahit yang merupakan kerajaan agraris belum atau tidak memiliki itu.
Keberadaan dunia maritim di Indonesia sangat bergantung pada usaha pengkajian ruang laut, terutama letak dan posisi-orientasi setiap teluk yang ada di Kepulauan Indonesia, dan melihat pulau serta kepulauan sebagai rangkaian cluster yang terikat oleh hasil sumber daya alam utamanya.
Kesadaran tentang "ruang" masih sangat sedikit pada bangsa kita, karena itu juga sangat sulit membangun konsep maritim yang sangat didasarkan pada pengetahuan soal ruang, dan perencanaan apapun yang juga didasarkan pada pengetahuan tentang ruang, karena ruang dan waktu adalah sumber daya utama.
Kalau etnis-etnis di Indonesia menjadi kapabel dalam menguasasi faktor produksi lokal, menguasai sumber daya air, beras, dan teknologi pengolahan pangan, dan terhubung jalur distribusi niaga maritim Minang-Bugis-Madura (mibura), saya yakin kesenjangan ekonomi antar etnis bisa lebih diseimbangkan, dan kita lebih berdaulat ! (mda)