Sekelompok pasukan KNIL menyerah kepada pasukan Jepang. Foto dok net
abad.id- Setelah Jepang berhasil menguasai Cina, Korea, dan Rusia bagian timur, dalam upayanya menguasai Asia Tenggara diadakan Konferensi Kemaharajaan 6 September 1941. Hasilnya pembentukan Tentara Umum Selatan atau Tentara Selatan-Nampo Cun di bawah pimpinan Jenderal Terauchi Hisaichi. Tentara Selatan membawahi kesatuan pimpinan dan wilayah operasi. Yaitu tentara ke 14 dipimpin Letnan Jenderal Hamma Masaharu untuk Filipina. Tentara ke 15 dipimpin Letnan Jenderal lida Shojiro untuk wilayah Thailand, Birma atau Myanmar. Tentara ke 16 dipimpin Letnan Jenderal Imamura Hitoshi untuk Indonesia. Serta tentara ke 25 dipimpin oleh Letnan Jenderal Yamashita Tomoyuki untuk Malaya atau Malaysia.
Dari sini tergambar bagaimana upaya Jepang sebagai negara imperialis Timur akan melakukan ekspansi ke Asia Tenggara. Disiapkan tentara penyerang untuk membalikkan penjajah Barat di Asia Tenggara. Yaitu Perancis di Indo Cina, Inggris di Malaya atau Malaysia, Birma atau Myanmar, Singapura. Amerika Serikat di Filipina dan Belanda di Indonesia.
Gerakan tentara Jepang dikenal sangat taktis dan cepat. Untuk menguasahi Serawak pada 16 Desember 1941 dan Penang 17 Desember 1941, butuh waktu 9 hari. Jepang mampu menunjukkan prestasi serangannya dalam melumpuhkan imperialis Inggris di Asia Tenggara
Serangan terhadap Malaya ini membangkitkan terbentuknya kerjasama pertahanan antara America, British, Dutch, Australia-ABDA. Pertahanan laut dipimpin oleh Admiral Hart. Perahanan darat dipimpin Heinter Poorten. Pembentukan kesatuan pertahanan sangat mendadak, dianggap sebuah kelemahan bagi Jepang.
ABDA mencoba menahan serangan Jepang yang akan ke Indonesia dengan pembagian wilayah. British-Inggris mencoba memertahankan Asia Tenggara belahan barat meliputi Sumatra dan Malaysia serta Singapora. Dutch-Belanda di belahan tengah Asia Tenggara disentralkan di Laut lawa. Sedangkan America-Amerika Serikat mengambil bagian fron belakang dengan mengambil posisi Asia Tenggara belahan timur, di Bali dan Indonesia Timur.
Sebaliknya, Jepang tidak penah takut akan kekuatan ABDA. Dalam buku Api Sejarah 2 tulisan Ahmad Mansur Suryanegara, di bawah pimpinan Admiral Kurita, Jepang bergerak dari Filipina menuju Nusantara. Diarahkan terlebih dahulu ke Tarakan yang memiliki tambang minyak. Kemudian menyebang ke Balikpapan dan Banjarmasin pada Januari dan Pebruari 1942. Setelah Menado diduduki, berlanjut menyerang Kendari, Ujung Pandang atau Makasar, dan Bali. Selanjutnya, serangan Jepang diarahkan ke wilayah timur yaitu Ambon, diteruskan ke Timor Kupang dan Timor Dili. Serangan Jepang dilancarkan dari laut dan udara menjadikan pertahanan ABDA tidak berdaya.
Usai membersihkan Laut Jawa dari armada-armada Inggris dan Belanda, Tentara ke-16 berhasil sampai di Teluk banten pada awal Maret 1942. Seolah tak terbendung, mereka lantas bergerak ke arah timur. Kolone pertama masuk melalui rute Serang-Balaraja menuju Tangerang. Kolone kedua, bergerak melalui rute Serang-Rangkasbitung menuju Bogor.
Sebelum masuk ke kota Bogor, kolone kedua Tentara ke-16 sempat dihadang kekuatan Sekutu dari tiga negara. Brigade Blackforce (Australia), Texas Guard (Amerika Serikat) dan Resimen Tank ke-3 Hussars (Inggris) serta sejumlah kecil prajurit dari Batalyon Perintis (Australia). Pertempuran besar pun pecah di Leuwiliang dan sepanjang Jembatan Cianten dengan akhir kekalahan pihak Sekutu.
Dari Leuwiliang, sisa-sisa pasukan Sekutu mundur ke wilayah Buitenzorg (Bogor kota). Di sana, mereka berharap bisa menyusun kembali perlawanan dengan bantuan pasukan KNIL dan sekelompok Stadswacht (Pasukan Penjaga Kota) yang direkrut dari para penduduk sipil. Namun permintaan itu seolah tanpa hasil ampun, sebab kekuatan Tentara ke-16 Jepang sanat kuat dan terus mengejar mereka.
Ketika menyerang Buitenzorg, tentara Jepang datang dari dua arah. Yaitu dari Leuwiliang-Semplak-Cilendek-Kota Bogor dan Serang-Balaraja-Tangerang-Jakarta-Kota Bogor. Kedatangan Tentara Rikugun nyaris tak mendapat perlawanan berarti. Alih-alih ikut mempertahankan kota, para prajurit KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) malah kocar kacir dan tak berdaya.
Cukup 3 hari saja, tentara Jepang berhasil menguasai Keresidenan Bogor pada 8 Maret 1942. Sebagian besar pasukan KNIL meletakkan senjata. Sisanya menyingkir bersama tentara Australia ke Cianjur melalui Puncak dan Cipanas.
Goebemoer Djenderal Tjarda van Starkenbegh Stachouwer, menyerahkan Indonesia tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Immamura dalam Kapitulasi Kalijati Subang pada 8 Maret 1942. Foto dok net
Serangan Jepang yang sistemik, menjadikan Belanda seakan-akan berperang sendirian dan sulit mempertahankan pulau Jawa. Dampak serangan tersebut Panglima Tertinggi Angkatan Perang Keradjaan Belanda, Jenderal Hein ter Poorten, bersama Goebemoer Djenderal Tjarda van Starkenbegh Stachouwer, menyerahkan Indonesia tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Immamura dalam Kapitulasi Kalijati Subang Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Goebernoer Djendral Tjarda van Starkenborgh sebenarnya menolak menyerahkan Indonesia, namun lebih patuh atas nasihat PM. Prof Gebrandy dari London.
Djenderal Ter Porten hanya bersedia melakukan penandatanganan penyerahan Indonesia tanpa syarat kepada Djendral Hitoshi Imamura. Sejak saat itu Tjarda dan Ter Porten harus merasakan pedihnya di Penjara Sukamiskin Bandung. Penjara yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda untuk memenjarakan para Ulama dan pejuang kemerdekaan Indonesia, berbalik memenjarakannya. Sebelum akhirnya dipindahkan ke Jakarta, Singapira, Taiwan dan Manchuria. (pul)