images/images-1679979702.jpg
Sejarah
Tokoh

Ulah Gila Anak Sultan Agung, Raja dan Putra Mahkota Rerbutan Perawan Kencur

Pulung Ciptoaji

Mar 28, 2023

760 views

24 Comments

Save

Raden Mas Rahmat atau Amangkurat II. Foto dok net

abad.id- Kerajaan Mataram konon terus mengalami pergolakan di internal istana ketika Sultan Amangkurat I berkuasa. Sosok putra Sultan Agung ini kerap kali memicu konflik. Bahkan Sultan Amangkurat I pernah berselisih dengan putranya sendiri Raden Mas Rahmat. Perselisihan ini tergolong cukup aneh, apalagi status Raden Mas Rahmat yang merupakan putra mahkota kerajaan.

 

Perselisihan antara ayah dan anak di Kerajaan Mataram salah satunya dilatarbelakangi adanya berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dialihkan kepada Pangeran Singasari putra Amangkurat I lainnya. Dari sanalah, pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta terhadap ayahnya. Tetapi gagal. Amangkurat I lalu menumpas seluruh pendukung putranya tersebut. Amangkurat I juga berusaha meracun Mas Rahmat pada tahun 1663, tetapi usaha itu gagal.

 

Perselisihan lain terjadi tahun 1668, saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya Raja Amangkurat I yang bernama Rara Oyi. Ceritanya berawal dari Pangeran Pekik orang tua dari permaisuri Amangkurat I (1646-1677) yang melahirkan putra mahkota, Pangeran Adipati Anom. Sejak putrinya menjadi permaisuri raja Amangkurat I, ia tinggal di ibu kota kerajaan. Pangeran Pekik juga dipercaya untuk mengasuh Pangeran Adipati Anom atau Raden Mas Rahmat sejak kecil.

 

Suatu ketika penguasa Kerajaan Mataram, Amangkurat I memerintahkan Mantri Nayatruna dan Yudakarti untuk mencari perempuan untuk dijadikan selir ke wilayah Mancanegara. Raja berpesan agar mereka mencari perempuan itu di suatu tempat, di mana ditemukan sumber air yang menebarkan aroma wangi.

 

Pencarian berhenti di Surabaya. Ketika itu rombongan Mataram menemukan sumber air yang menabarkan bau wangi. Kedua utusan kemudian mendatangi rumah Ngabehi Mangunjaya, orang kepercayaan Pangeran Pekik sebagai penunggu Surabaya. Setelah mengetahui kedatangan kedua utusan raja tersebut, Ki Mangunjaya mengatakan bahwa ia memang memiliki seorang putri yang cantik bernama Oyi. Tetapi rara Oyi masih belum cukup dewasa.

 

Setelah melihat Rara Oyi, kedua utusan raja sepakat untuk memboyong beserta Ki Mangunjaya ke Mataram untuk dihaturkan kepada raja. Raja pun sangat tertarik, tetapi karena belum dewasa (belum menstruasi), Rara Oyi dititipkan kepada Ngabehi Wirareja agar diasuh. Kelak kalau sudah waktunya akan dinikahi Amangkurat I.

 

Suatu ketika raja menjodohkan Pangeran Adipati Anom dengan seorang putri Cirebon. Hal ini dilakukan setelah diketahui Pangeran Adipati Anom berselingkuh dengan saudara ipar, istri dari Pangeran Singasari. Namun setelah datang dan melihat sendiri calon istrinya di Cirebon, Pangeran Adipati Anom tidak mau dan tidak berminat.

 

Sepulang dari Cirebon Pangeran Adipati Anom singgah ke rumah Ngabehi Wirareja. Di tempat itu ia Pangeran Adipati Anom melihat Rara Oyi sedang asyik membatik. Melihat paras cantik Rara Oyi, Pangeran Adipati Anom jatuh cinta dan berniat menikahinya. Tetapi Ngabehi Wirareja tidak memberikan Rara Oyi kepadanya, sebab anak dari KI Mangunjaya hanya titipan dan calon selir ayahnya Raja Amangkurat I. Hal ini membuat Pangeran Adipati Anom sangat kecewa.

 

Pangeran Pekik menjadi prihatin dengan kondisi cucunya. Karena rasa sayang berlebihan, Pangeran Pekik membuat keputusan penuh resiko untuk mengambil Rara Oyi dari Wirareja dan dinikahkan dengan Pangeran Adipati Anom. Pangeran Pekik sadar bahwa upaya tersebut akan menimbulkan kemarahan raja. Benar saja, Raja menjadi murka setelah mendengar Rara Oyi diculik oleh Pangeran Pekik. Raja memerintahkan membuang Wirareja ke Panaraga karena tidak bisa dipercaya dan dibunuh.

 

Sementara Raja memerintahkan kepada Pangeran Adipati Anom untuk membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. Jika dilakukan, Pangeran Adipati Anom tidak akan diakui sebagai putra. Dengan berat hati, Pangeran Adipati terpaksa membunuh Rara Oyi yang dicintainya itu di atas pangkuannya sendiri. Dengan penuh kecewa dan kemarahan, Pangeran Adipati Anom mengasingkan diri ke Lipura. Saat meninggalkan Mataram, kediamannya dibakar dan harta bendanya dijarah habis oleh prajurat Amangkurat I. Tidak hanya itu, hukuman paling sadis kepada Pangeran Pekik mertuanya sendiri bersama 50 anggota keluarga lainnya ikut dibunuh.

 

Ada banyak kebijakan yang penuh kontroversi dilakukan ketika Amangkurat I menjadi raja.  Ia memutuskan berkhianat dengan amanah ayahnya Sultan Agung yang terang-terangan berani melawan VOC. Justru di masa Amangkurat I Kerajaan Mataram memberikan karpet merah berkerjasama dengan VOC. Amangkurat I menjalin kerjasama dengan VOC pada tahun 1646. Beberapa poin kerjasama yang disepakati Mataram antar lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram. Sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan.

 

Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluknya VOC terhadap kekuasaan Mataram. Padahal anggapan Amangkurat I ini salah besar, sebab tak lama kemudian ia tergoncang atas keputusan VOC yang berhasil merebut Palembang tahun 1659 dari tangan Mataram.

 

Stabilitas politik dan keamanan di Kerajaan Mataram juga kian parah, ketika sang raja kerap melakukan kekerasan dan bermain siasat jelek. Hal ini diikuti para bupati, mantri, dan keluarga istana yang bertindak semaunya terhadap rakyat. Akibatnya seluruh penduduk Mataram dirundung ketakutan. Konon di saat itulah, Kerajaan Mataram kerap kali dilanda gerhana bulan dan matahari. Bahkan hujan turun menyalahi musim dan bintang berekor terlihat setiap malam. Terjadi hujan abu dan gempa bumi. Banyak pertanda jelek menampakkan diri ini, konon sebagai petunjuk bahwa negara akan rusak. (pul)

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023