images/images-1683905685.jpg
Budaya
Indonesiana

Alasan Gus Dur Senang Ziarah Kubur

Pulung Ciptoaji

May 12, 2023

628 views

24 Comments

Save

Makam Gus Dur di Jombang tidak pernah sepi dari peziarah. Foto dok ngopibareng.id

 

abad.id- Ketika baru dilantik menjadi presiden pada Oktober 1999, Gus Dur langsung berziarah ke makam KH Ahmad Mutamakin di Pati, Jawa Tengah. Mbah Mutamakin merupakan tokoh yang telah berjuang melawan sistem yang salah dan berupaya menegakkan keadilan demi kepentingan rakyat.

 

Aktivitas tersebut menginspirasi Gus Dur untuk melanjutkan perjuangan. Di samping ia juga mengaku sebagai keturunan Mbah Mutamakin Ini bukan untuk syukuran, tetapi selametan. Karena bisa melanjutkan perjuangan Mbah Mutamakin. “Beliau melawan sistem yang salah. Beliau menegakkan keadilan demi kepentingan rakyat dan mudah-mudahan ini bisa terwujud tidak lama lagi"ujar Gus Dur.

 

Gus Dur menganggap berkunjung atau berziarah ke makam orang-orang yang dinilai baik dan memiliki kelebihan spiritual pada masa hidupnya, merupakan sesuatu yang tidak sia-sia. Bagi Gus Dur, ziarah kubur, termasuk juga shalawatan, merupakan manifestasi kultural yang mesti dilestarikan. Hilangnya garis pembeda antara institusi dan kultur inilah yang dianggap Gus Dur telah melahirkan sikap keberagamaan yang eksklusif dan cenderung keras. Karena seringkali menganggap Islam Indonesia harus sama dengan Islam di Arab.

 

Gus Dur seringkali mendapatkan pesan dari para amwat. Hal itu pernah diakui sendiri oleh Gus Dur." Kiai-kiai yang rajin tirakat sering dititipi salam untuk saya dari para mendiang itu.”

 

Salah satu contohnya, ketika Gus Dur digadang-gadang oleh Poros Tengah, yang diketuai Amein Rais, untuk mencalonkan diri menjadi presiden. Para kiai terus melakukan Istikharah, dan pada akhirnya-berdasarkan berbagai pertimbangan, meski banyak yang berat hati-Gus Dur maju dan siap dicalonkan sebagai presiden.

 

Menurut sebuah cerita, ulama sepuh NU di Pati, K.H.Abdullah Salam, yang dipercaya orang memiliki derajat kesufian paling tinggi, menerima isyarat dari Mbah Mutamakin agar Gus Dur maju sebagai kandidat presiden. Tetapi ia harus bernadzar untuk mengunjungi Mbah Mutamakin begitu terpilih menjadi presiden.  

 

Selain itu, Gus Dur juga banyak mendapatkan informasi dari para amwät tentang berbagai hal, yang tidak terdapat dalam dunia nyata. Menurut Kiai Cholil Bisri, salah satu kelebihan Gus Dur adalah kemampuannya membumikan pesan "langit" para amwät tersebut, bahkan memainkannya dengan begitu cantik dalam kehidupan riil.

 

"Gus Dur sering bercerita kepada saya tentang amwāt. la pernah mengatakan di lereng gunung Tangkuban Parahu ada makam waliyullah. Makam Sunan Bonang itu sebenarnya di Desa Medalem Kecamatan Senori, tidak di Tuban atau di Madura seperti kata orang selama ini. Komandan auliya di Jakarta itu adalah wali yang disemayamkan di Luar Batang, Tanjung Priok. Sedang panglimanya adalah Sunan Ampel Surabaya. Dan, masih banyak lagi cerita Gus Dur tentang amwat. Menurut amwat kejadian negeri kita akan begini akan begitu. Begitu pernah barang-barang sakti (seperti keris, akik, besi kuningal-Qur'an punya penilaian bahwa Gus Dur  satu-satunya yang mampu membumikan kelangitan amwat,” cerita Kiai Cholil.

 

Akan tetapi, yang perlu ditekankan, Gus Dur tidak senang sesumbar dengan berita-berita langit tersebut. Andaikan Gus Dur menceritakannya, maka hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan cerita tersebut. Jika harus disampaikan secara lebih terbuka maka hal tersebut disampaikan dengan gaya yang tidak serius dan setengah hati. Pada saat menyampaikan pesan dari K.H. Hasyim Asy'ari baha Gus Dur akan menjadi presiden, pesan itu disampaikan kepada orang-orang dekatnya, secara spontan, tanpa rencana, dan dengan gaya bahasa yang tidak serius bahkan mendekati guyon Sehingga. tersebut, bahkan menertawakannya.

 

Ketika ditanya oleh wartawan Matra yang ikut mendampingi perjalanan Gus Dur, termasuk ziarah ke makam Sunan Ampel di Surabaya, setelah lewat tengah malam, bukannya ziarah kubur itu malah buang-buang waktu?. Gus Dur menjawab,“Saya melihat dari sisi positifnya. Apa sih yang orang maksud dengan buang-buang waktu itu. Menonton sepak bola di televisi, apa nggak buang-buang waktu,”

 

Bahkan, dengan sedikit memberikan kritik terhadap pola keberagamaan kelompok NU dan Muhammadiyah, Gus Dur mengatakan, "Yang sekarang perlu diteliti adalah ada orang Muhammadiyah yang suka ke kuburan dan orang NU yang tidak suka kuburan."

 

Bagi Gus Dur, aktivitas ziarah tersebut juga merupakan kesempatan untuk "bercermin", melihat diri secara lebih mendalam, membandingkan perjuangan yang dilakukan dengan perjuangan orang diziarahi, melakukan refleksi terhadap berbagai hal yang terjadi pada dirinya. Termasuk tokoh yang diziarahi tersebut. Semua itu akan memberikan efek positif bagi perkembangan kepribadian seseorang. Dalam salah satu wawancara dengan Matra, Gus Dur pernah mengatakan, "Paling tidak, secara psikologis, tradisi  dapat berfungsi sebagai alat penguji keikhlasan kita kepada NU, kepada umat dan kepada perjuangan. Kesempatan ziarah kota pakai untuk mengaca diri. Sewaktu menghadapkan kepada para pendahulu di makam mereka, tentu kita malu karena kita belepotan. Yah, semacam alat psikologi untuk check and recheck.

 

Lebih jauh lagi, bagi Gus Dur, ziarah merupakan kesempatan untuk mendapatkan bimbingan spiritual dari para tokoh tersebut. Tidak aneh kalau Gus Dur seringkali harus berlama-lama kalau sudah sedang melakukan ziarah ke makam-makam orang-orang shalih tersebut.

 

AS Hikam pernah mendampingi Gus Dur dan Megawati saat ziarah ke Batutulis, Bogor, tempat Bung Karno pernah tetirah sebelum wafat. Ziarah dilakukan setelah lewat tengah malam, Gus Dur dan Megawati lama sekali melakukan doa serta wirid di tempat tersebut hingga baru selesai sekcitar jam 02.00 dini hari.

 

Disebabkan oleh keahlian dan keistimewaan dalam melakukan ziarah kubur, Gus Dur seringkali menemukan makam-makam para wali yang sudah dilupakan orang, bahkan hilang sama sekali. Misalnya, makam Syekh Abdullah Qutbuddin, pembawa tarekat Qadiriyah pertama, yang terdapat di desa Candirejo puncak Dieng, tidak jauh dari pusat kerajaan Kalingga yang beragama Hindu. Selain karena datangnya budaya campuran Hindu-Buddha, keberadaan Syekh Qutbuddin juga berperan penting runtuhnya kerajaan Kalingga tersebut.

 

Untuk mencapai tempat tersebut, Gus Dur harus berjalan lebih dari 3 km dengan melintasi dua buah sungai tanpa jembatan, pematang sawah, dan tanah-tanah perawan yang melintasi sebuah lembah. Dalam berbagai kesempatan, Gus Dur merekomendasikan makam-makam yang mesti diziarahi, karena ketokohan dan kelebihannya.

 

Ketika sedang berkunjung ke suatu kota, Gus Dur pasti akan mampir ke makam ulama setempat. Sekretaris Gus Dur, Adhie Massardi, mengungkapkan cerita nyeleneh ketika diajak Gus Dur naik kereta selama 7,5 jam dari Jakarta ke Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Gus Dur dan Adhie datang untuk berziarah ke sebuah makam ulama, dan tak sampai 30 menit keduanya pun kembali pulang ke Jakarta.

 

Yang ditangkap Adhie, salah satu manfaat Gus Dur ziarah kubur ke sejumlah makam ulama adalah warga sekitar makam akan menghormati Gus Dur karena menziarahi makam orang yang mereka hormati. "Selama ini Gus Dur sudah lakukan ribuan ziarah makam. Masuk akal dia dihormati jutaan orang di Indonesia," kata Adhie mantan jubir Gus Dur tersebut. (pul)

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023