images/images-1684906002.jpg
Riset

Ali Sadikin Dikotak Orde Baru Karena Pernah Diusulkan Jadi Calon Presiden

Pulung Ciptoaji

May 24, 2023

595 views

24 Comments

Save

Gubernur Ali Sadikin mendampingi Presiden Suharto di Balai Kota Jakarta. Foto Istimewa

 

abad.id-Tanggal 5 Mei 1980 menjadi peritiwa bersejarah, sebab 50 tokoh nasional menandatangani surat protes yang kemudian dibacakan di depan para anggota DPR-RI di Jakarta. Isi Petisi 50 jelas, lugas, menggugat Presiden Soeharto lantaran telah menodai serta menyalahgunakan filosofi bangsa sekaligus dasar negara, Pancasila.

 

Tokoh-tokoh nasional yang merasa prihatin dengan manuver Soeharto demi melanggengkan kekuasaannya. Mereka Mohammad Natsir, Kasman Singodimedjo, S.K. Trimurti, M. Jasin, A.H. Nasution, Hoegeng Imam Santoso, Syafruddin Prawiranegara, Ali Sadikin, dan deretan sosok besar lainnya. Petisi 50 disusun dengan harapan dapat menyadarkan Soeharto agar tidak lupa diri. Kendati begitu, tentunya amat tinggi risiko bagi mereka yang melibatkan diri dalam urusan ini.

 

DPR tampaknya terkejut dengan datangnya Petisi 50 ini. Apalagi setelah melihat nama-nama pendukungnya yang ternyata bukan orang sembarangan. Apakah Petisi 50 yang diajukan barisan tokoh nasional itu membuahkan hasil? Tampaknya nyaris nihil. Soeharto kala itu terlampau sakti.

 

Soeharto tidak tinggal diam terhadap orang-orang yang berani mengecamnya. Pemerintah menerapkan boikot terhadap para tokoh Petisi 50. Mereka dikucilkan dari kehidupan ekonomi dan politik, bahkan dihabisi atas instruksi penguasa Orde Baru. Rumah mereka diawasi dengan amat ketat oleh intel-intel kiriman pemerintah.

 

Natsir dan ke-49 tokoh yang menandatangani Petisi 50 dicekal dan dilarang ke luar negeri. Mereka juga menjalani hidup yang amat sulit; bisnis dan penghidupan keluarga mereka kocar-kacir karena tidak bisa mendapatkan kredit dari bank. Saking alerginya Soeharto terhadap orang-orang ini, mereka tidak boleh datang ke acara yang juga dihadiri presiden.

 

Ali Sadikin misalnya, sempat menyebut Soeharto sempat ingin mengirim mereka ke Pulau Buru di Kepulauan Maluku, tempat pembuangan tahanan politik. Beruntung, kehendak itu batal terlaksana karena Panglima ABRI sekaligus Menteri Pertahanan dan Keamanan, Jenderal M. Jusuf, tidak sepakat dengan rencana tersebut.

 

Ali Sadikin sadar, sejak menjelanag lengser menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 1977 dirinya sudah menjadi ancaman Suharto. Apalagi 2 orang mahasiswa, yakni Dipo Alam dan Bambang Sulistomo menyampaikan pernyataan blunder di depan media. Mereka bicara di depan wartawan di sebuah acara di Taman Ismail Marzuki, yang dianggap tempat bebas menyampaikan aspirasi.

Dipo Alam dan Bambang Sulistomo mengeluarkan sebuah petisi. Mereka mengajukan seorang calon untuk diikutsertakan dalam pemilihan Presiden dan Wakil Persiden pada Sidang Umum MPR di bulan Maret 1978. Yang mereka ajukan adalah Ali Sadikin.

 

ali sadikin

Gubernur Ali Sadikin bersama Presiden Suharto di sebuah acara HUT Jakarta tahun 1968. Foto Istimewa

 

Lalu kedua orang itu mengirimkan petisi mereka itu ke mana-mana. Kepada pimpinan MPR dan DPR, DPRD DKI Jaya, Kaskopkamtib, pimpinan parpol, Golkar, ABRI dan LBH DKI Jaya.

 

Maka ributlah seluruh warga Jakarta. Banyak apresiasi dan harapan kepada Ali Sadikin yang dianggap pernah membuat Jakarta maju. Apa lagi dihubungkan dengan posisi Ali Sadikin yang sedang persiapan lengser  dari jabatan ubernur.

 

Usut-punya usut, Dipo Alam adalah bekas Ketua Umum DM-UI, mahasiswa kimia FIPIA-UI yang tinggal menulis skripsi waktu itu. Sedangkan Bambang Sulistomo adalah anak Bung Tomo, mahasiswa politik FIS-UI, tingkat terakhir yang pernah ditahan sehubungan dengan peristiwa Malari. Umur mereka rata-rata 27 tahun.

 

Ali Sadikin tidak tahu apa-apa tentang petisi ini. Kedua mahasiswa itu muncul di TIM di saat banyak orang sedang menghitung kekuatan Suharto tampil kembali sebagai Presiden. “Jangankan Saya, pihak TIM sendiri tidak tahu menahu akan adanya pernyataan kedua mahasiswa itu. Ketua DKJ Iravati Sudiarso justru mengatakan, TIM itu kan milik umum, jadi siapa saja bisa mempergunakannya. Dan saya tak bisa melarang atau meneliti KTP setiap orang yang masuk ke TIM," kata Ali Sadikin dalam buku Bang Ali demi Jakarta 1966-1977 tulisan Ramadhan KH.  

 

Benar juga, dalam kesempatan tertentu Dipo dan Bambang mengaku kepada media tidak ada siapa-siapapun di belakang mereka. Mereka menjelaskan, itu tanggung jawab mereka kepada kelangsungan kehidupan kenegaraan yang demokratis, disertai kemauan yang didasarkan atas hati nurani yang bersih untuk mencoba mengembangkan pola kebudayaan politik sesuai dengan dan berasaskan Pancasila dan UUD 1945 pasal 6 ayat 2.

 

"Presiden Soeharto bukan tidak berhasil. Justru keberhasilan Soeharto itu harus digalakkan. Dan percepatan pembangunan memerlukan orang seperti Ali Sadikin." Kata Dipo Alam.

 

Seperti bom di siang bolong, seketika media mengejar Ali Sadikin. Wartawan-wartawan bertanya kepada Ali Sadikin, dan dijawab merasa terkejut dengan petisi dua mahasiswa UI tersebut. Karena Ali Sadikin tidak tahu apa-apa tentang hal itu, bahkan ditawari oleh kedua orang itupun tidak. Tapi Ali Sadikin pikir, itu adalah hak mereka.

 

Hanya saja Ali Sadikin harus memberikan jawaban kepada para wartawan secara hati-hati tanpa menyinggung perasaan pihak lain. Meskipun dalam hati Ali Sadikin tidak bisa berbohong.

Pers bertanya, apa reaksi Ali Sadikin mengenai petisi kedua orang itu. Ali Sadikin jawab: "Itu adalah urusan mereka. Dan itu adalah hak mereka berbicara sebagai warga negara yang ingin menyatakan pendapatnya sendiri. Kebetulan nama Ali Sadikin yang dibawa-bawa. Tetapi bisa saja kejadian itu menyebut nama orang lain,” kata Ali Sadikin diplomatis

"Apa ada undang-undang yang melarang orang menyatakan pendapat? Toh nanti prosedurnya ada di MPR. Yang terpenting bagi saya bukan nama yang dicalonkan, tapi maknanya. Kebetulan saja nama Ali Sadikin yang disebut. Bisa juga nama Ali Murtopo, atau Idham Chalid, atau Usep yang mereka ajukan," jawab Ali.

Wartawan mendesak terus: "Apakah Bang Ali sedia dicalonkan?"

Ali Sadikin jawab: "Saya tidak peduli dengan omongan orang. Soal Presiden dan Wakil Presiden mendatang, itu urusan MPR. Tanyakan saja kepada MPR."

 

Bagi Ali Sadikin, Dipo dan Bambang sebagai orang muda, dianggap berani menyatakan pendapat. Itu bagus. Mereka lain dibandingkan dengan orang-orang tua yang masih terikat oleh feodalisme.”Sedangkan kita ingin menghancurkan feodalisme di samping kolonialisme," tambah Ali Sadikin.

Bahwa kedua pemuda itu punya keberanian moral di tengah masyarakat yang takut menyatakan pendapatnya. Tak ada UU yang melarang warga Indonesia menyatakan pendapat. "Kalau ada, tentu Ali Murtopo, Mintaredja, Amir Murtono yang pernah menyatakan pendapatnya tentang calon Presiden dan Wakil Presiden juga ditangkap."

 

Sebelum muncul Petisi Dipo Alam dan Bambang Sulistomo ini, rupanya Ali Murtopo dan Amir Murtono telah melakukan cek sound politik. Yaitu menyampaikan rencana pencalonan Soeharto dan Hamengku Buwono IX, masing-masing untuk Presiden dan Wakil Presiden. Menurut Ali Sadikin, bisa jadi  yang dicalonkan dua mahasiswa itu justru Ali Murtopo, Idham Chalid atau Sanusi Hardjadinata.

 

Lalu pers masih menguber Ali Sadikin lagi. Bukan sekali. Karena penasaran atau ingin panas-panasan.

"Apakah gejala kultur oposisi itu termasuk Petisi Dipo Alam dan Bambang?"

Menurut Ali Sadikin, Jika demikian dianggapnya, apa tidak termasuk juga ucapan Ali Murtopo dan Amir Murtono?"

"Kalau MPR mencalonkan Pak Ali?"tanya wartawan TEMPO. Ali Sadikin jawab: "saya kan tak punya backing. Lagi pula Indonesia ini bukan Amerika Serikat di mana orang bisa menyatakan keinginannya sendiri untuk jadi Presiden, serahkan soal Presiden dan Wakil Presiden itu pada Sidang Umum MPR yang akan datang," tambah Ali Sadikin. (pul)

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022