Potret Tan Malaka, pahlawan nasional Indonesia asal Padang bernama asli Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka.
abad.id- Tanggal 28 Maret 60 tahun yang lalu, Presiden Soekarno menetapkan pejuang kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional. Keputusan tersebeut tak dapat diganggu gugat. Soekarno meyakini Tan Malaka adalah pejuang sejati yang mencintai bangsa dan negara Indonesia.
Sebelumnya, Tan Malaka yang lahir 1894 dan meninggal dunia tahun 1949 ini, menyaksikan sendiri penderitaan kaum bumiputra. Baginya, penjajahan adalah pembodohan. Apalagi akses pendidikan terbatas. Ia pun bergerak untuk membangun sekolah. Ia mengabdikan dirinya sebagai guru untuk menanamkan kesadaran akan kemerdekaan kepada kaum bumiputra.
Upaya itu dibarengi dengan andilnya bergabung dengan di Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV), yang menjadi cikal-bakal Partai Komunis Indonesia. Perjuangan itu membuat Belanda berang. Ia kemudian diasingkan ke Belanda.
Rupanya pengasingan jusrtu menjadi guru berharga bagi Tan Malaka. Ia dapat melanglang buana ke berbagai negara. Bahkan, ia sempat membuat mahakarya berharganya bagi bangsa Indonesia dil luar negeri: Naar de Republiek. Buku kecil itu berisikan konsep bangsa Indonesia.
Tan Malaka baru kembali ke Indonesia menggunakan nama samaran pada tahun 1942 saat pendudukan Jepang. kembalinya Tan Malaka ini setelah 20 tahun mengembara. Pada masa Hindia Belanda, ia bergabung di Komintern (organisasi komunis revolusioner intemasional), kemudian memimpin Partai Repoeblik Indonesia yang ilegal dan antikolonial pada tahun 1927.
Namun kehadirannya tidak diberi peran dalam massa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Meskipun tokoh kemerdekaan lainnya sangat mengenal Tan Malaka, tetapi mereka tidak sejalan saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Tan Malaka menghendaki sikap tak mau berdamai dengan Belanda yang ingin memulihkan kembali kekuasaan kolonialnya. la memilih jalan 'perjuangan dan bukan jalan 'diplomasi'. la mendirikan Persatoean Perdjoeangan yang dalam beberapa bulan menjadi altematif dahsyat terhadap pemerintah moderat. Namun di konfrontasi Parlemen ia kalah, dan beberapa minggu kemudian Tan Malaka dan sejumlah pengikutnya ditangkap dan ditahan tanpa proses sama sekali-dari Maret 1946 sampai September 1948.
Setelah pembebasan Tan Malaka, ia menghilang pada Februari 1948. Rupanya Tan Malaka sedang menghimpun pendukungnya yang telah bercerai-berai dan pada November 1948 mendirikan partai baru yang bernama Partai Murba. Akan tetapi pembentukan partai terganggu oleh Serangan Belanda Kedua pada Desember 1948. Kemudian Tan Malaka bermarkas di Kediri di bawah perlindungan batalyon TNI yang dipimpin Sabarudin.
Sabarudin memiliki reputasi buruk sebagai seorang panglima perang yang bengis dan kejam. Di Kediri, Tan Malaka mempersiapkan tentara dan rakyat melakukan perang gerilya terhadap Belanda. Tan Malaka juga ikut bergerilya ke Gunung Wilis. Namun dalam pamflet yang ditulisnya tiap hari, ia selalu menyerang Soekarno dan Hatta yang saat itu tengah ditahan Belanda dan menuduh TNI di daerah yang bersikap putus asa.
Buah pikiran Tan Malaka yang juga dijuluki sebagai Bapak Bangsa, meskipun tak semua pemikiran Tan Malaka diterima oleh segenap pejuang kemerdekaan. Harry A. Poeze dalam buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 34 menyebutkan, ia sempat memproklamirkan dirinya menggantikan Sukarno. Serentak TNI beraksi. Markas besar Tan Malaka dan Sabarudin ditumpas. Setelah suatu rangkaian peristiwa yang luar biasa, Tan Malaka dieksekusi oleh satuan lokal TNI di desa Selopanggung, 21 Februari 1949. Kematiannya dirahasiakan.
“Bahwa sejak 1945 rakyat Indonesia dibawa pemimpin-pemimpinnya mula-mula ke kiri lalu kemudian ke kanan. Rakyat dimanfaatkan, mengikuti dan mempercayai kemampuan dan ketulusan para pemimpin. Sebaliknya para pemimpin berkewajiban menanamkkan keberanian dan kejujuran, serta mencurahkan daya-upayanya untuk kepentingan rakyat.”
“Apabila pemimpin naik mobil, tinggal di gedung yang bagus, dan berpakaian mahal-mahal, mereka tidak akan mendapatkan dukungan. Rakyat tidak paham tentang diplomasi, sementara itu mereka harus mengungsi. Rakyat tidak tahu, bahwa Perdana Menteri Republik Indonesia berunding dengan boneka-boneka Belanda, dan bukan dengan Perdana Menteri Belanda,” kata Tan Malaka sebagaimana dalam buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 3 tulisan Harry A. Poeze.
Nama Tan Malaka memang tak setenar Soekarno dan Hatta. Namun, bukan berarti sumbangsih Tan Malaka kecil bagi kemerdekaan Indonesia. Andilnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia membuat banyak orang kagum. Termasuk Sukarno yang sejak muda sudah menunggu gebrakan dan propaganda serta mengidolakan sosok Tan Malaka.
Boleh jadi Tan Malaka telah meninggal dunia. Namun, jasanya sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia tak lantas dilupakan sejarah. Presiden Soekarno kemudian mengangkat Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 28 Maret 1963. (pul)