Cerita Gus Dur sedang tidur ditengah-tengah acara, namun ketika gilirannya bicara tetap bisa nyambung dalam konteks yang dibicarakan sudah diketahui banyak orang. Banyak saksi menganggap ini merupakan bukti ilmu linuwih dari Gus Dur. Sementara pengamat lain menganggap Gus Dur hanya menduga-duga arah pembicaraan terakhir sebelumnya dia tidur, lalu menyimpulkannya. Ini hanya kecerdasan saja, tak ada hubungannya dengan sesuatu yang sifatnya supra natural.
abad.id- Ada orang yang mendapatkan karunia mampu berkomunikasi antar hubungan rohani dengan orang-orang yang berada di dekatnya, yang masih berada dalam kerangkeng jasmani, tidak merasakan dan mendengar isi percakapan. Seperti terjadi pada para nabi, mereka sedang dalam keadaan terjaga meskipun tertidur. Sebab, bagi mereka, terjaga atau tertidur itu secara hakikat sama saja.
Gus Dur, mungkin, tidak sampai pada tingkat ini. Namun, ia juga memiliki semacam kelebihan untuk bisa melakukan dialog dengan para arwah manusia, baik yang sudah meninggal atau belum. Model komunikasi tingkat tinggi yang dimiliki Gus Dur yaitu kemampuannya untuk membuat kesadaran batinnya tetap terjaga mesti matanya sedang tertidur. Salah satu misteri yang bamyak diperbincangkan orang, adalah keterjagaannya saat tertidur.
Saat tidur, Gus Dur bisa melakukan komunikasi dengan yang lain, seperti mampu mendengarkan, membaca, dan memahami yang terjadi di sekitarnya. Pemahaman Gus Dur terhadap yang diperbincangkan atau didiskusikan oleh mereka nyaris semparna, layakya saat Gus Dur terjaga. Dalam berbagai acara diskusi, penting kenegaraan bersama para menteri dan lain lain Gus Du sering terlihat tidur. Hal seperti itu juga terjadi tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga negeri.
Sahabat Gus Dur, Mohammad Sobary, pernah menulis kesaksiannya tentang hal itu. Ia mengatakan banyak menteri yang terheran-heran dengan yang dilakukan presiden ke 4 RI ini. Hal yang sama juga dikemukakan pakar komunikasi politik UI, Effendi Ghazali. Ia mengatakan bahwa dalam sebuah diskusi Gus Dur tertidur pulas. Saat itu, banyak orang yang bertanya pada Gus Dur. "Saya sampai mencatat lengkap semua pertanyaan mereka," kata Effendi yang takut Gus Dur tidak tahu ada yang tanya. Namun, dugaan Effendi Ghazali meleset, saat bangun Gus Dur tahu semua pertanyaan dan siapa yang bertanya. Mulai saat itu Effendi percaya tentang cerita misteri tidurnya Gus Dur.
Kisah lain tentang tidurnya Gus Dur diceritakan oleh Mahfud MD, mantan menteri pertahanan di kabinet Gus Dur. Mahfud MD mengatakan, "Selama saya duduk di kabinet, menjadi menteri Presiden Gus Dur, hal itu (tidur, tapi menyerap materi) juga saya saksikan. Saat sidang kabinet, biasanya Gus Dur membuka sidang dengan pengantar singkat, kemudian menyerahkan kepada Mbak Megawati (wapres) untuk memimpin sidang. Gus Dur kemudian tertidur. Tapi, begitu sidang kabinet selesai dan forum dikembalikan kepada presiden untuk ditutup, ternyata resume serta ulasan yang dibuat Gus Dur sangat cocok dengan yang dibicarakan dalam sidang kabinet itu. Padahal,Gus Dur tertidur ketika para menterinya berdiskusi."
Pengalaman Mahfud MD yang lain, pada 2001, ketika Perdana Menteri India Rajvaje beserta rombongannya diterima resmi oleh rombongan Presiden Gus Dur. Lagi-lagi Gus Dur tertidur. Padahal, perdana menteri India itu sedang berbicara serius, persis di seberang meja Gus Dur. Ajudan Gus Dur mengantarkan permen kepada Mahfud MD sambil berbisik, "Pak, ini berikan kepada presiden. Mohon presiden diajak berbicara agar tidak tertidur," kata ajudan itu.
Mahfud MD yang memang duduk persis di samping kiri Gus Dur mencolek paha Gus Dur, sambil mengajak bicara. “Gus, rencana kunjungan ke Mesir..." belum selesai Mahfud MD berbicara, Gus Dur sudah memotong. " Ssst, tak usah laporan dulu, nanti saja. Ini ada tamu penting, harus kita mendengarkan”.
Namun, begitu tiba giliran berbicara, Gus Dur menanggapi satu per satu dengan tepat masalah-masalah yang dikemukakan perdana menteri India dan para menterinya tersebut. bahkan, Gus Dur memberikan arahan tertentu untuk menteri-menterinya tentang segi-segi penting yang harus ditindaklanjuti dari pertemuan tersebut.
Kisah yang tidak kalah unik dituturkan oleh Jalaludin Rakhmat. Suatu kali, pada akhir 1980-an, Pemerintah Iran mengundang sejumlah pemuka Indonesia, termasuk Gus Dur dan Jalaludin Rakhmat. Begitu sampai di negeri para mullah itu, rombongan Indonesia menemui sejumlah pejabat negara Iran untuk saling mengenal dan bertukar pikiran. Namun, menurut Jalaludin Rakhmat, hampir di setiap pertemuan resmi itu, Gus Dur selalu tertidur. Sudah tentu, tuan rumah pun tahu kalau salah satu tamunya ada yang tertidur. Semua rekan rombongan Gus Dur pun merasa tidak enak hati kepada tuan rumah, khawatir disangka kurang menghormati mereka. Maka, menjelang pertemuan utama atau pertemuan yang terakhir dengan Presiden Iran, Kang Jalal (panggilan akrab Jalaludin Rakhmat) merasa perlu mewanti-wanti agar kali ini jangan tidur lagi.
"Tolong ya, Gus, sekali ini jangan tidur. Yang kemarin-kemarin itu bolehlah, tapi yang bakal kita temui kali ini itu adalah Presiden Iran. Jadi,tolong di tahan dong, kantuknya," pinta Kang Jalal.
Pada saat yang ditentukan, bertemulah rombongan Indonesia dengan Presiden Rafsanjani di istana kepresidenan. Beberapa orang Indonesia mulai bicara, memperkenalkan diri, mengemukakan maksud kedatangan, dan basa basi lainnya. Lalu, giliran tuan rumah menyampaikan sambutannya, dan menguraikan perjalanan revolusi Iran, kemajuan-kemajuan yang dicapai, peluang dan prospek pembangunan-pembangunan yang dicapai setelah negeri itu menjadi Republik Islam Iran selama sekian tahun.
Sebagian tamu dari Indonesia menyimak dengan saksama. Namun, bagaimana dengan Gus Dur? Ternyata, ia seperti dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya; sedang terlelap di kursinya.
Namun, ketika dibangunkan untuk mengungkapkan tanggapannya, Gus Dur segera menanggapi pembicaraan Presiden Rafsanjani dengan lancar dan cerdas. Semuanya diungkapkan dalam bahasa Arab
Komunikasi tingkat tinggi dalam keadaan tidur juga terjadi antara Gus Dur dengan seorang wali nyentrik dari Aceh, Tengku Ibrahim Woyla. Tengku ini dikenal sebagai orang yang memiliki keistimewaan spiritualitas yang sangat tinggi (wali). Masyarakat di sana sangat mencintai dan menghormati tokoh tersebut, meskipun ia selalu tampil apa adanya sesuai dengan kehendak hatinya, pakaian compang camping, seperti pengemis ataupun penjual dawet di jalanan.
Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama pengembara. Ulama ini oleh masyarakat Aceh lebih dikenal dengan Abu lbrahim Keramat. la wafat pada Juli 2009, dalam usia 90 tahun. Belum pernah terjadi dalam sejarah di Woyla (Aceh Barat), bila seseorang meninggal akan ada ribuan orang datang melayat (takziah), kecuali waktu wafatnya Abu Ibrahim Woyla. Hampir 30 hari meninggalnya Abu Ibrahim Woyla, masyarakat Aceh berduyun-duyun melayat ke kampung Pasi Aceh Kecamatan Woyla Induk, Aceh Barat sebagai tempat peristirahatan terakhir Abu Ibrahim Woyla.
Selama 30 hari itu, ribuan orang setiap hari tidak kunjung henti datang menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Abu lbrahim Woyla. Sehingga, pihak keluarga menyediakan 400 kotak air mineral gelas dan tiga ekor lembu setiap hari dari sumbangan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk menjamu tamu yang datang silih berganti ke tempat wafatnya Abu Ibrahim Woyla.
Nuruddin Hidayat, salah satu santri Gus Dur, menceritakan bahwa ia terheran-heran, ketika ada tamu Gus Dur minta digantikan pakaiannya dengan kain sarung dan peci, seperti hendak shalat Idul Fitri. Selama ini, Nurudddin Hidayat belum pernah melihat Gus Dur seperti itu. Rombongan tamu tersebut sampai ditahan-tahan agar tidak masuk rumah dahulu, sampai Gus Dur dipinjami salah satu sarung milik santrinya agar bisa cepat berganti pakaian. Tamu, yang diketahuinya ternyata dari Aceh tersebut berpakaian sederhana, dekil, dan memakai celana, seperti yang biasa dipakai oleh penjual dawet. Tamu tersebut diantar oleh aktivis Aceh.
Perilaku Gus Dur dan tamunya juga aneh. Setelah keduanya bersalaman, Gus Dur pun duduk di karpet, demikian pula tamunya. Namun, tidak ada obrolan di antar keduanya. Gus Dur tidur, tamunya pun begitu. Suasana menjadi sunyi yang berlangsung sekitar 15 menit. Setelah sang tamu bangun, ia langsung pamit pulang. Tidak ada pembicaraan.
Setelah tamu tersebut pulang, karena penasaran, Udin (panggilan akrab Nuruddin Hidayat) bertanya kepada Gus Dur.
"Gus, nggak biasanya menerima tamu seperti ini,"tanya Udin.
"Itu wali," jawab Gus Dur.
"Apa ada wali seperti itu selain beliau di Indonesia?"tanya Udin lagi.
"Tidak ada. Adanya di Sudan,"timpal Gus Dur.
Sayangnya, tidak ada yang mendapat penjelasan dari Gus Dur tentang yang dibicarakan antara ia dan tamunya saat mereka sama-sama tidur.
Ada hal lain yang keistimewaan yang dimilikinya Gus Dur, yang selalu berusaha merasionalkan peristiwa dengan memberikan alasan yang kira-kira bisa diterima oleh nalar. Misalnya, Effendi Ghazali yang menyaksikan kelebihan Gus Dur tersebut diliputi rasa penasaran yang mendalam. Ia bertanya kepada Gus Dur tentang misteri tersebut. Ia mengatakan, "Saya termasuk yang penasaran. Maka, dalam sebuah kesempatan bertemu ia, saya menanyakan hal itu. Mengapa saat tertidur ia bisa tahu pembicaraan yang terjadi, bahkan tahu pertanyaan yang diajukan pada dirinya"
Namun, Gus Dur tidak menjawab. Kemudian Gus Dur menjawab dengan santai," Biasa saja, saya ingat saja topik terakhir sebelum ketiduran, paling nanti pembicaraannya tak jauh dari situ."
Jawaban tersebut sama persis seperti yang dikatakan mantan ajudan tidak resmi Gus Dur, Bambang Susanto, saat berkunjung ke redaksi merdeka.com, "Biasanya Gus Dur mengingat topik terakhir sebelum tertidur. Bahasannya pasti tak jauh-jauh dari situ,” cerita Bambang menirukan Gus Dur.
Dalam sebuah acara Kick Andy, ditayangkan oleh Metro TV, Andy juga mencoba mengorek keterangan langsung dari Gus Dur tentang fenomena tidurnya tersebut. Namun,Gus Dur menjawab bahwa ia hanya memerhatikan topik atau tema pembicaraan, karena yang dibicarakan pasti tidak jauh dari hal tersebut.
Husein Muhammad juga pernah menanyakan persoalan itu ke-pada istri Gus Dur, Shinta Nuriyah. Selengkapnya Husein Muhammad bercerita:
Suatu hari di rumahnya, Ciganjur,saya bertanya kepada lbu Shinta Nuriyah, istri Gus Dur dalam suatu pertemuan rutin di sana. Katanya,"Gus Dur memang sering ditanya orang soal sebutan tadi, yang dianggap aneh atau misteri itu. Mas Dur hanya menjawab, Wah, itu sebetulnya begini, saya mendengar apa yang dikatakan pembicara pada topik dan kalimat pertamanya. Lalu saya tidur. Karena dari situ, saya tahu apa akhirnya dan apa kesimpulannya."
Artinya, Gus Dur sebenarnya tetap menginginkan agar orang yang melihat atau menyaksikan peristiwa tersebut adalah hal yang wajar dan alami, yang bisa juga dilakukan oleh orang lain. Namun, sampai sekarang, sepandai dan secerdas apa pun orangnya, belum pernah ada setidaknya di Indonesia tokoh yang mampu melakukan hal yang sama. Belum pernah ada tokoh yang mampu dan berani melakukan hal tersebut dengan menjadi "dewa tidur" dalam acara-acara resmi. (pul)