images/images-1686391158.jpg
Riset

Orang Kaya di Jaman Pak Harto

Pulung Ciptoaji

Jun 10, 2023

780 views

24 Comments

Save

Liem Sioe Liong bersama Presiden Soeharto di sebuah acara. Keduanya sudah kenal sejak era Revolusi 1945. Foto dok net 

 

abad.id-Sejak dulu penguasa selalu mengumumkan daftar kekayaan kepada publik pasti dengan tujuan. Bukan mencari pemenang siapa yang paling dinggap kaya, namun untuk memupuk kepercayaan tentang  sukses secara adil. Pengusaha yang besar sejak orde baru sudah kerja keras dan menuai hasilnya dengan membayar pajak kepada negara. Namun banyak khalayak pembaca hanya melihat sisi pemberitan sukses, dan jarang melihat proses memperoleh kekayaan itu.

 

Dalam buku Indonesia Beyond Soeharto Tuilisan Donald K Emmerson mencatat, sejak awal Orde Baru, urutan orang kaya masih dipimpin konglomerat Liem dari Salim Group, Soerjadjaja di Astra, Rachman Halim dan pabrik rokok Gudang Garam.

 

Pada tahun 1989 majalah mingguan bisnis terkemuka Warta Ekonomi mengundang diskusi tentang grup-grup bisnis dengan menyoroti sekaligus mengurut 40 konglomerat. Nama-nama group bisnis ini diumumkan setiap tabun berdasarkan urutan. Pemberitaan periodik ini dianggap membantu agar konglomerat-konglomerat tersebut tetap diperbatikan khalayak ramai.

 

“Namun sebagian besar diskusi yang muncul justru penyorotan proses terbentuknya kekayaan yang dinilai tidak fair sebagian orang. Ada campur tangan penguasa mendukung memupuk kekayaan. Misalnya sasaran publik monopoli pabrikan tepung PT Bogasari,” tulis Donald K Emmerson.

 

Sebagai besar saham dari Salim Grup. Bogasari telah didirikan pada 1970 oleh Liem Sioe Liong dengan kemitraan Sudwikatmono. Nama pengusaha pribumi ini dikenal masih kerabat Suharto. Akte pendirian Bogasari menyatakan bahwa 26 persen laba perusahaan yang diubah menjadi 20 persen pada 1977, akan disalurkan kepada dua konglomerat itu. Hal ini dianggap sebagian orang kurang adil, sebab  diduga ada kegiatan monopoli komoditi dengan keluarga presiden.

 

Hubungan kerjasama diantara sesama unsur konglomerat juga sering digunjingkan banyak pihak. Begitu pula hubungan keluarga di antara konglomerat yang satu dengan sesamanya. Misalnya dari dua grup akan bekerja sama membentuk usaha baru, bahkan grup baru. Dalam hal peluncuran-peluncuran serupa ini, grup yang satu dapat saja terlibat dengan berbagai mitra yang berbeda-beda.

 

Sebagai contoh,  disebut asalnya Sinar Mas Inti Perkasa, sebuab usaha yang dihasilkan kerja sama antara tiga grup yaitu Sinar Mas, Humpuss, dan Sadang Mas. Mitra yang ketiga itu, Sadang Mas, ternyata diciptakan sebagai hasil kerja sama antara mitra pertama, Sinar Mas dengan grup Salim. Salim ialah nama keluarga, yang berkonotasi "asli Indonesia", yang dipakai Liem Sioe Liong. Humpuss dipimpin putra bungsu Soeharto, Hutomo Mandala Putra.

 

Ada juga di antara konglomerat era Soebarto yang sempat memperluas kegiatan bisnis di luar Indonesia. Contohnya Grup Salim, Sinar Mas, dan Dharmala. Perkembangan ini mestinya membuat orang Indonesia merasa bangga bahwa perusahaan lokal sudah cukup kuat untuk menghadapi dunia, lepas corak nonpribuminya.

 

Namun bisnis serupa itu juga dikecam mereka yang menyebut dirinya nasionalis, yang menafsirkan investasi di luar sebagai pelarian modal. Pihak kritis ini condong beranggapan bahwa Liem dan taipan etnis Tionghua lainnya tidak loyal terhadap Indonesia.

 

Menurut Donald K Emmerson dalam Buku Indonesia Beyond Soeharto, nama keluarga elite semakin banyak di daftar tahunan konglomerat versi Warta Ekonomi tahun 1996. Di mana semakin banyak nama lokal orang Indonesia. Fenomena ini dianggap tidak adıl oleh sebagian pihak, seakan memperkuat gabungannya pengaruh ekonomi dengan kekuasaan politik sehingga merugikan perusahaan kecil dan masyarakat biasa.

 

“Paling kontroversial ialah kelima grup bisnis yang dimiliki anak-anak presiden. Pada 1997, konglomerat dan anak-anak Soeharto mulai Bimantara (Bambang Tribatmodjo), Citra Lamtoro Gung (Siti Hardiyanti Rukmana), Humpuss (Hutomo Mandala Putra), Arseto (Sigit Harjojudanto), dan Datam/Mabarani (Siti Hediati Harijadi),” tulis Donald K Emmerson.

 

Juga terdapat group  lain milik keluarga pejabat yang berbisnis. Misalnya Timsco di bawah Sujatim Abdurachman Habibie, Fajar Satrio anak lelaki Try Sutrino, Garma di bawab anak-anak Menteri Koordinator bidang Produksi dan Ditribusi Hartarto, Manggala di bawah Tantyo Sudharmono anak Soedharmono SH, Panagan Ratu di bawah anak-anak mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alamyah Ratu prawiranegara, Citra San Makmur di bawah anak-anak mantan Menteri Koperasi Bustanil Anifin, Nugra Santana di bawah Pontjo Sutowo dan Aditarina di bawah Endang Utan Mokodompit anak-anak mantan kepala Pertamina Ibnu Sutowo, Majutama di bawah Hasyim Djojohadikusumo anak Sumitro DJoyohadikusumo, Kanza di bawah anak Radius Prawiro, Kresna dı bawah Bambang Riady Soegomo mantan kepala intelijen negara, dan Kuningan Persada di bawah Bambang Atmanto Wiyogo anak mantan gubernur Jakarta. Dalam hal kemitraan beberapa juga disebut kaya yaitu Sudwikatmono.

 

Menurut laporan Warta Ekomomi, keluarga  kaya tersebut dominan mengelola sebagian besar dari 200 kelompok bisnis. Namun semakın bertambah tua dekade 1990-an, peran dominan keluarga dalam grup bisnis mengalami tiga jenis restrukturisasi yang membawa perubaban. Mulai Dipisahkan pemilıkan dari manajemen, konsolidasi sub unit yang tumpang tindih atau serupa, dan penjualan saham pada BEJ. (pul)

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022