Sejarawan Australia dan Pegiat Sejarah Surabaya, Salah Jalan Berbuah Kenangan
Abad.id - Hari Rabu sore, 15 Maret 2023, pk 16.00 saya ada janji bertemu dengan Prof. Katherine McGregor dari Melbourne University, Australia. Ia seorang sejarawan yang sedang melakukan penelitian di Surabaya tentang Aktivitas Komunitas terkait dengan Sejarah Indonesia dan Belanda.
Dalam janji itu saya menentukan titik bertemu. Yaitu di angkringan Baladewa di seberang gedung PTPN X di Jalan Jembatan Merah. Dari sana, sesuai rencana kami mulai menelusuri jejak jejak masa lalu kota Surabaya yang dulu menjadi kawasan permukiman warga Eropa.
Sebetulnya, penelusuran jejak Kampung Eropa ini menjadi kelanjutan atas interview yang dilakukan oleh Katherine sehari sebelumnya di Lodji Besar Peneleh pada Selasa, 14 Maret 2023. Kali ini, di hari kedua, adalah kegiatan verifikasi faktual atas cerita sejarah yang saya ceritakan pada hari pertama.
Sesuai rencana, Profesor Katharina, yang akrab dipanggil Kate, saya ajak bertemu di Angkringan Baladewa yang bertempat di jalan Jembatan Merah, persis di seberang gedung PTPN X.
Untuk janji bertemu itu, saya sengaja berangkat menuju the meeting point lebih awal agar tidak terlambat. Pukul 15.30 saya sudah sampai di lokasi pertemuan, Angkringan Baladewa.
Saat itu cuaca sangat bersahabat. Mendung tapi tidak hujan. Sinar matahari bersinar tipis, karena tertutup mendung. Angin pun bertiup semilir di tapal batas kota Eropa sisi timur, dengan batas alami yang berupa sungai Kalimas. Angkringan Baladewa berada di tepian Kalimas.
Untuk memastikan agar Kate tiba di lokasi dengan mudah, maka dari Angkringan itu, saya kirim lokasi (shareloc). Tapi, dalam pesan Whatsapp, saya keliru menuliskan lokasi dimana saya sedang menunggu. Saya menuliskan, sebagai caption shareloc itu adalah Jalan Rajawali. Mestinya tertulis jalan Jembatan Merah. Ini yang jadi penyebab peristiwa yang tidak diinginkan dan sekaligus yang tidak mudah dilupakan.
Tidak lama, Kate memberi kabar melalui Whatsapp bahwa ia sudah dalam perjalanan menuju meeting place. Saya pun menunggu Kate sambil minum kopi di bawah suasana yang redup dan menyejukkan. Waktu sudah hampir menunjukkan pk 16.00.
Pesan Whatsapp berikutnya yang datang dari Kate mengatakan bahwa dia sudah di Jalan Rajawali. Ia naik gojek. Ketika Kate mengatakan ia sudah di Jalan Rajawali, saya baru tersadar bahwa saya keliru menulis caption. Mestinya turun di jalan Jembatan Merah, tapi turun di jalan Rajawali.
Mestinya PTPN X itu di jalan Jembatan Merah, tapi tertulis Jalan Rajawali. Menyadari ada kesalahan dalam penulisan lokasi pertemuan, maka saya beranjak dari duduk di warung kopi untuk menyusul Kate yang sudah sampai di jalan Rajawali.
Jalan utama di kawasan Kota Tua Surabaya
Saya pikir, ia berada di jalan Rajawali yang tidak jauh dari jalan Jembatan Merah.
Sambil berjalan menuju jalan Rajawali, saya telpun Kate untuk memastikan posisinya dimana.
"Saya di jalan Rajawali, saya melihat gedung bank BCA", info dari Kate.
Ternyata dan ternyata… !
Saya pun berjalan di sepanjang jalan Rajawali sambil memperhatikan bangunan bangunan yang barang kali ada gedung bank BCA. Ternyata tidak ada!!
Kemudian saya terus berkomunikasi dengan Kate karena saya merasa bahwa Kate tiba di alamat yang salah. Dalam komunikasi itu, Saya memberi arahan kepada Kate agar dia tetap berjalan di jalan Rajawali.
"Kate, tetap saja di jalan Rajawali ya dan silakan berjalan ke arah Timur", pintaku ke Kate.
Sementara saya juga sampaikan ke Kate bahwa saya berjalan ke arah Barat di jalan Rajawali. Saya berharap kami bisa bertemu di suatu titik di jalan Rajawali. Kate jalan ke Timur. Saya jalan ke Barat.
Semakin saya berjalan ke Barat dan hampir sampai di depan SMP 55 di jalan Rajawali sisi barat, saya belum melihat sosok Kate. Ini membuktikan bahwa Kate turun di alamat yang salah.
Begitu benar benar sadar bahwa Kate salah alamat, saya pun bingung.
"Saya sekarang di depan gedung Keuangan Negara Surabaya, tapi jalan apa ya… ?", tanya Kate sambil menggumam.
Lalu Kate bertanya kepada orang di sekitar gedung itu dan akhirnya terjawab bahwa Kate berada di depan gedung Keuangan Surabaya di jalan Indrapura.
"Kate, tetap di situ saja ya… saya kesana, tapi saya bawa sepeda motor", saran saya kepada Kate.
Dari jalan Rajawali, saya bergegas berjalan balik menuju ke Jalan Jembatan Merah untuk ambil sepeda motor yang memang saya parkir di Angkringan Baladewa, tempat rencana bertemu.
Ketika bergegas berjalan, saya berfikir dan sadar lagi bahwa ternyata sepeda motor saya tidak mampu untuk dipakai berboncengan. Alamak!!
Ada riwayat bahwa saya pernah membonceng rekan sesama komunitas. Namanya Agus Santoso alias Agus Jobong. Saya membonceng dia dan sialnya, schok becker sepeda motor saya ambles sehingga selebor motor bergesekan dengan ban belakang.
Padahal Kate lebih besar dari Agus. "Tidak mungkin saya membonceng Kate dengan sepeda motor", pikir saya dalam hati.
Maka dalam hati terjadi diskusi dan gejolak internal. Karenanya, kecepatan jalan kaki berkurang karena saya sempatkan berfikir untuk mencari solusi bagaimana menemui Kate. Mau jalan kaki ke Indrapura akan membutuhkan cukup waktu dan pastinya upaya verifikasi data faktual di Kampung Eropa akan gagal karena kehabisan waktu.
Mau saya bonceng, ada kendala dengan fisik kendaraan. Lagi pula saya tidak bawa helm untuk membonceng Kate. Juga plat nomor polisi mati per bulan Januari 2022. Ini pelanggaran hukum kalau saya teruskan. Saya berfikir bahwa saya tidak boleh melakukan pelanggaran. Apalagi bersama tamu yang seorang profesor.
Saya semakin kebingungan mencari cara menemui Kate. Saya pun berhenti berjalan, hanya untuk berfikir mencari solusi.
Akhirnya ketemu lah solusi ketika di depan mata ada bentor, becak motor. Bentor nya lagi ngetem (berhenti menunggu penumpang). Maka sayalah penumpangnya.
Saya panggil si tukang bentor untuk mengantarkan saya ke jalan Indrapura. Jasa antar deal. Maka saya pun naik bentor dengan pikiran lega. Angin semilir pun menerpa wajah yang sudah berkeringat.
Becak Motor jadi solusi kebingungan di bekas Kampung Eropa Surabaya
Sambil bentor melaju, saya berfikir bahwa bentor menjadi bahan cerita jika nanti bertemu Kate.
Kebingungan
Untuk menuju ke Angkringan Baladewa di depan PTPN X, Kate naik gojek sesuai dengan arahan saya. Yaitu mengikuti pesan yang saya sampaikan lewat pesan Whatsapp. Isi pesannya yaitu ke alamat "PTPN X di jalan Rajawali". Ternyata pesan yang saya tulis salah. Saya salah tulis. Mestinya PTPN X di jalan Jembatan Merah.
Saya bisa membayangkan sang driver ojol (ojek online) ketika mengantarkan Kate ke alamat tujuan. Tentunya dia bingung. Dia mungkin saja tau dimana PTPN X berada, tapi alamatnya kok di jalan Rajawali. Mestinya di jalan Jembatan Merah.
Bisa dibayangkan bagaimana kerancuan tentang alamat itu. Mungkin abang ojek online (ojol) mau bertanya kepada Kate, tapi merasa bingung karena penumpangnya bule. Padahal penumpangnya bisa bicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lancar. Karena merasa tidak bisa komunikasi, driver online bingung. Ya masalah komunikasi itu. Abang ojol malu bertanya. Akibatnya sesat di jalan.
Ketika driver online menghentikan kendaraannya di ujung Barat jalan Rajawali, tepatnya di depan jalan Krembangan Bakti, Kate bingung.
Kate tidak menemui alamat yang dituju. Dia diantarkan ke tempat yang berbeda. Mestinya diantar ke PTPN X di jalan Jembatan Merah, dia diturunkan di ujung barat jalan Rajawali, di mulut gang jalan Kemayoran Bakti.
Kate pun sadar betul bahwa dirinya diantar dan diturunkan di tempat yang salah. Apa yang dilihat Kate disana (sekitar Krembangan Bakti) tidak sama dengan penampakan sekitar PTPN X yang saya foto dan kirimkan ke Kate.
Saya bisa membayangkan betapa bingung nya Kate saat itu. Saya pun melalui HP menginstruksikan Kate agar berjalan ke arah Timur di jalan Rajawali. Kate tidak tau arah, tidak memiliki orientasi arah di kota Surabaya. Tidak tau mana itu Timur, Barat, Utara dan Selatan.
Dari tempat dimana Kate diturunkan, lantas ia melakukan apa yang saya instruksikan. Yaitu berjalan balik arah atau ke arah Timur.
Tetapi dari ujung Barat jalan Rajawali ketika berjalan berbalik arah atau ke arah Timur, di depannya ada persimpangan. Ada jalan Rajawali (lurus) dan jalan Indrapura (sedikit belok ke kanan). Kedua jalan ini memang berada di Timur Kate.
Kate mengikuti jalan yang memang menyambung dari depan gang Krembangan Bakti (jalan Rajawali) ke arah Timurnya yang langsung terkoneksi dengan jalan Indrapura. Maka berjalanlah Kate di jalan Indrapura. Pikir Kate dia berjalan di Jalan Rajawali dan terus mengikuti instruksi saya. Padahal sebenarnya dia melangkah di jalan Indrapura.
Sementara saya berada di jalan Rajawali dan melangkah ke Barat dengan harapan bisa papasan dengan Kate di satu titik di jalan Rajawali.
Karena kami berjalan di dua jalan yang berbeda, kami pun tidak berpapasan. Saya berjalan sampai hampir di depan SMP 55 di jalan Rajawali. Tapi belum bisa, melihat sosok Kate.
Sementara Kate yang melangkah di jalan Indrapura juga tidak pernah berpapasan dengan saya. Karena bingung, akhirnya Kate berhenti di depan sebuah gedung yang berwarna biru dan putih. Di sana dia membaca nameboard yang bertuliskan Gedung Keuangan Surabaya.
"Saya di depan Gedung Keuangan Surabaya", jelas Kate melalui HP.
Di sana lah dia berhenti sambil menunggu saya. Saya pun akhirnya datang dengan bentor dan akhirnya sama-sama naik bentor menyusuri jalan Indrapura dan jalan Rajawali yang sempat memisahkan kami.
Gedung gedung moderen di abad 20 bukti perkembangan kota Surabaya
Di jalan Rajawali bentor berhenti di pangkalan bentor dimana saya tadi memulai naik bentor. Pangkalan ini persis berada di tapal batas tembok kota sisi barat. Kami pun turun dan mulai jelajah Kampung Eropa Surabaya.
Syukur, tujuan utama datang ke bekas kawasan kota Eropa Surabaya terpenuhi. Rasa bingung, karena Kate salah alamat, juga sirna karena bentor. (Nanang)
vv