abad.id- Prasasti Pucangan selama 2 abad tersimpan di Museum Kolkata, India. Sejarah prasasti tersebut nyasar ke India karena ambisi Gubernur Jendral asal Inggris Rafles yang ingin menguasai pulau Jawa sepenuhnya. Tidak hanya rakyat dan sumber daya alam, namun juga sejarah dan budaya. Rafles sangat berambisi mengusung benda purbakala kekayaan budaya nusantara ke rumahnya di Inggris. Tujuannya agar bisa menjadi penelitian serta kepemilikan yang berharga selayaknya harta karun. Namun prasasti yang diambil dari kawasan petirtaan Jolotundo itu tidak pernah sampai ke Inggris. Ternyata prasasti itu hanya berhenti di India. Sebab rupanya kapal yang membawa prasasti tersebut nyaris karam karena beban. Enath apa penyebabnya, sebaba ukuran batu prasasti tidak terlalu besar, namun dianggap beban. Setelah prasasti itu dibawa turun ke daratan India, akhirnya kapal bisa melanjukan perjalanan menuju Inggris.
Rencana prasasti yang rencananya akan dipulangkan ke Indonesia tahun depan, setelah lebih dari 200 tahun di India. Lalu, apa yang istimewa dari Prasasti ini, ternyata berisi tentang perjalanan kekuasaan Airlangga, pewaris tahta Medang Kamulan dari Mataram Kuno pada 1019-1043. Salah satunya adalah kisah pelarian Airlangga dari serbuan Raja Wurawari dan pasukannya.
Vernika Hapri Witasari dari program studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) tahun 2009 dalam penelitianya mengatakan, Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka: Suatu Kajian Ulang berisi kisah pelarian Airlangga. Di Prasasti Pucangan dimuat dalam Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Pelarian Airlangga terjadi karena serbuan pasukan Raja Wurawari tahun 1016 masehi. Di Prasasti Pucangan Jawa Kuno, peristiwa ini disebut dengan Pralaya.
Kala itu, Airlangga baru berusia 16 tahun. Airlangga merupakan putra Raja Udayana dari Wangsa Warmadewa di Bali. Ibunya, Mahendradatta adalah keturunan Mpu Sindok pendiri Kerajaan Medang Kamulan sekaligus Wangsa Isana dari Mataram Kuno. Pasukan Raja Wurawari menyerbu ketika pesta pernikahan Airlangga dengan putri Raja Medang Kamulan, Dharmawangsa Teguh sedang digelar. Malam yang begitu meriah, mendadak menjadi mencekam. Darah berceceraan, banyak orang berteriak kesakitan. Melihat situasi genting, pesta itu bubar.
"Tiba-tiba keraton dibakar hingga hancur tak bersisa. Cuplikan cerita tersebut ada pada prasasti Pucangan Sansekerta pada bait ke-24. Sedangkan, kejadian tersebut lebih jelas tercantum dalam prasasti Pucangan Jawa Kuna yang disebut dengan peristiwa Pralaya," terangnya.
Berdasarkan Prasasti Pucangan Jawa Kuno, penyerangan Wurawari dari kerajaan Lwaram terhadap Medang Kamulan menewaskan banyak petinggi kerajaan. Salah satunya Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan saudara sepupu Airlangga. Dharmawangsa lantas dicandikan di Dharma Parhyangan di Watan pada bulan Caitra tahun 939 Saka atau 1917 masehi.
Prasasti Pucangan Menguak Silsilah Airlangga
Raja Wurawari berkuasa di daerah Banyumas, Jateng. Ia menyerbu dari Lwaram yang bisa jadi berada di sebelah selatan Cepu, Blora, Jateng atau di Ngloram, Kudus. Pusat kerajaan Dharmawangsa Teguh kala itu diperkirakan berada di Madiun. Sedangkan Watan diperkirakan terletak di Maospati, Magetan.
Ketika Kerajaan Medang Kamulan dihancurkan Wurawari, Airlangga selamat karena berhasil kabur ke hutan bersama abdi setianya, Narottama. Selama di hutan mereka hidup dengan para pendeta menjadi rakyat dan makan apapun yang ada di alam.
Airlangga sepat timggal di kawasan penanggungan sebelum mendirikan kerajaan Kahuripan. Selama 2 tahun tingga di hutan itu, pewaris tahta Medang Kamulan berkali kali didatangi bekas orang orang yang masih setia dengan kerajaan. Tepat di usia ke 18 tahun, Airlangga dilantik menjadi raja Kahuipan dengan dukungan rakyat, pendeta dan para ksatria. Airlangga dikukuhkan menjadi raja tahun 941 saka atau 1019 masehi, dengan gelar Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmmwangsa Airlangga Anantawikrama Uttunggadewa. Lalu, saatnya Airlangga menggempur seorang ratu kuat bak raksasa dari kerajaan Wurawuri.
Sementara itu bagi Peneliti Pusat Riset Prasejarah dan Sejarah, Organisasi Riset Arkeologi, Sastra, dan Bahasa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Titi Surti Nastiti, Prasasti Pucangan Sansekerta yang dibuat 1037 masehi juga mengisahkan pengangkatan Airlangga sebagai Raja Medang Kamulan. Ia menggantikan Dharmawangsa Teguh yang tewas dalam penyerbuan Raja Wurawari.
Beberapa pertempuran penting dimenangkan Airlangga. Hingga akhirnya Kerajaan Kahuripan atau Panjalu ini bena-benar mampu mengusir prajurit Wurawuri hingga kembali ke wilayah jawa bagian tengah. Airlangga akhirnya benar-benar menduduki tahta kerajaan tanpa gangguan siapapun. Sebagai bentuk rasa hormat bakti dan rasa terimakasih kepada para brahmana dan pendeta, Airlangga mendirikan sebuah pertapaan di Pugawat.
Diantara Puing Puing Bukti Cinta Raja Udayana
Ada dua versi bangunan petirtaan Jolotundo di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Petirtaan Jolotundo merupakan kolam pemandian raja – raja zaman Kerajaan Kahuripan.
Air Petirtaan Jolotundo tidak pernah berkurang sekalipun pada musim kemarau. Dari hasil penelitian, air di Petirtaan Jolotundo merupakan air terbaik dengan kandungan mineral yang tinggi. Petirtaan Jolotundo dibangun raja Airlangga. Foto Pulung
Versi pertama petirtaan Jolotundo dibangun oleh raja Kerajaan Udayana sebagai wujud cintanya kepada putri dari Jawa yaitu Putri Guna Priya Dharma yang dinikahinya dan menyambut kelahiran anaknya, Airlangga yang lahir pada tahun 991 M. Pembangunan Petirtaan Jolotundo dilaksanakan pada tahun 997 M. Sedangkan versi lain petirtaan ini merupakan tempat pertapaan Airlangga setelah memutuskan untuk mengundurkan diri dari singgasana Kahuripan. Di Petirtaan Jolotundo terdapat dua kolam yang diperuntukkan kepada sang raja dan ratu. Petirtaan Jolotundo telah mengalami 2 kali pemugaran yaitu pada tahun 1923 oleh pemerintahan Hindia Belanda dan pada tahun 1990 – 1994 oleh pemerintah Indonesia.
Petirtaan Jolotundo memiliki ukuran panjang 16,85 meter; lebar 13,52 meter; dan tinggi 5,2 meter. Bangunan berbahan dasar batu andesit dengan pahatan yang halus. Hal ini menandakan bahwa dahulu Petirtaan Jolotundo dibangun oleh tenaga terampil. Juga terdapat 52 pancuran yang bersumber dari Gunung Penanggungan.
Terdapat ratusan ikan dan tumbuhan liar di kolam bagian bawah. Meski begitu, pengunjung tak satupun berani mengambil ikan dari kolam petirtaan. Disekitar Petirtaan Jolotundo terdapat bongkahan batu candi yang merupakan bagian candi yang belum terekonstruksi.
Sementara itu menurut Deny Bagus Sulistyo, J. Priyanto Widodo, A. Fatikhul Amin A dari Program Studi Pendidikan Sejarah, STKIP PGRI Sidoarjo, dalam artikel ilmiah "Sejarah Wisata Jolotundo Trawas Mojokerto pada 1986-2010" menyebut, bahwa yang membangun Petirtaan Jolotundo bukanlah murni dari Prabu Airlangga. Melainkan dari kerajaan Wangsa Isyana keturunan Mpu Sindok. Karena pada relief prasasti di dinding Jolotundo sebelah Selatan terbaca 899 Saka/977M. Hal ini dianggap sebagai tahun berdirinya Jolotundo. Sedangkan Prabu Airlangga lahir pada tahun 990 Masehi, berarti bisa dikatakan Jolotundo dibuat terlebih dahulu daripada kelahiran Prabu Airlangga.
Namun pendapat ini dibantah oleh masyarakat umum, yang mengatakan kalau Petirtaan Jolotundo itu bekas peninggalan Prabu Airlangga atau pertapaan Prabu Airlangga. Karena Petirtaan Jolotundo berada di wilayah Kerajaan kahuripan yang didirikan oleh Prabu Airlangga pada tahun 1019-1045, pada saat usia 29 tahun Airlangga dan dinobatkan untuk menjadi raja oleh Pendeta Budha, Ciwa, Brahmana.
Selama masa kepemimpinan Prabu Airlangga berusaha meningkatkan kesejahteraan di bidang politik dan ekonomi. Yaitu melakukan penyederhanaan pada sistem birokrasi pejabat pemerintahan. Airlangga juga memberi perhatian kepada kesejahteraan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian hadiah kepada siapapun yang berjasa atas berdirinya kerajaan Kahuripan. Maka dibangunlah pertitaan, bangunan suci, bendungan dan irigasi.
Raja Airlangga melakukan beberapa perbaikan pada sarana ekonomi, misalnya memperbaiki bendungan Waringin Sapta agar pelabuhan regional Hujung Galuh bisa berfungsi lagi. Sehingga rakyat di kerajaan Kahuripan yang di perintah Prabu Airlangga menjadi makmur. (pul)