images/images-1685602538.jpg
Sejarah
Data

Sejarah Pancasila Lahir di Bawah Pohon Sukun

Pulung Ciptoaji

Jun 01, 2023

665 views

24 Comments

Save

Presiden Soekarno 

 

abad.id- Buah pemikiran Soekarno tentang Pancasila tidak muncul secara tiba-tiba. Pancasila hasil dari proses perenungan Soekarno selama 4 tahun selama diasingkan ke Endeh. Pengasingan sengaja dilakukan oleh kolonial Belanda untuk memutus hubungan Soekarno dan loyalisnya.

 

Mulai 14 Januari 1934 Soekarno bersama sang istri, Inggit Garnasih, serta ibu mertua (Ibu Amsi) dan anak angkatnya, Ratna Djuami, mulai tinggal di rumah tahanan yang terletak di Kampung Ambugaga, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Soekarno dan keluarga hidup di lingkungan terpencil di tengah-tengah penduduk berpendidikan rendah. Kehidupan Soekarno dan keluarganya serba sederhana dan jauh dari hiruk-pikuk politik seperti di kota besar.

 

Meski demikian, Soekarno jadi lebih banyak berpikir dan melakukan perenungan. Soekarno memperdalam pengetahuannya tentang agama-agama. Berkat kontaknya dengan para pater ia memperoleh pengertian tentang Katolik Roma. Dengan seorang guru Kristen, Georgette Manafe, ia membahas ajaran Protestan. Enerji paling banyak dituangkan Soekarno dalam mempelajari agama Islam.

 

Dalam buku Soekarno Biografi tulisan warga negara Belanda Lambert Giebels menyebutkan, Soekarno juga berkorespondensi secara intensif dengan seorang ulama bernama A. Hasan, yang ia kenal sewaktu di Bandung. Hasan adalah seorang India dari Madras yang dalam tahun 1924 pindah ke Bandung. A Hasan termasuk pimpinan Persatuan Islam (Perkumpulan Islam) atau di-singkat Persis, yang reformis. Persis terutama bergerak di bidang pengajaran agama Islam dan untuk tujuan itu mengeluarkan buku pelajaran agama. Buku pelajaran yang paling terkenal yang ditulis oleh Hasan sendiri berjudul Soal Jawab. Di dalamnya Hasan membeberkan visinya mengenai Islam dalam bentuk tanya jawab.

 

Korespondensi antara Soekarno dan Hasan dimulai pada 1 Desember 1934. Dalam suratnya yang pertama ia meminta Hasan untuk mengirimkan buku-buku pelajaran tentang Islam. “Tidak ada agama yang lebih mendukung kesamaan manusia daripada Islam", demikian Soekarno dalam suratnya. Dalam surat-menyurat sesudah itu, Soekarno menganalisis Islam dengan cara berpikir yang kritis. Terutama hadish. “Mempelajari hadish bagi saya sangat penting”, demikian ia menulis pada 26 Maret 1935.

 

"Adalah keyakinan saya yang terdalam (.....) bahwa dunia Islam terbelakang karena banyak orang terlalu memperhatikan hadish-hadish yang tidak berisi dan palsu. Dengan demikian agama Islam diselubungi oleh kabut konservatisme, tahayul, fitnah, anti-rasionalisme, dsb. Padahal tidak ada agama yang lebih rasionil dan sederhana daripada Islam," tulisa Soekarno.

 

Kritik Soekarno terhadap kebekuan dalam agama Islam juga berlaku untuk pelaksanan figh."Islam adalah keringgalan seribu tahun", tulis Soekarno kepada gurunya di Bandung. la berpendapat bahwa inilah sebabnya mengapa agama Islam tidak berhasil untuk menjadi lebih modern.

 

Soekarno menyalahkan para pimpinan spiritual, ulama dan kiai, yang menurut dia menolak ilmu pengetahuan modern dan yang “dengan kesalehan yang lugu dan ketaatan atas apa saja yang berasal dari negar-negara Arab" menjadikan Islam Indonesia 'agama serban'. Soekarno menulis kepada Hasan bahwa ia sering bertukar pikiran dengan 'para pastor dari Endeh'.

 

Pada waktu itu Soekarno, seperti juga bagian terbesar penduduk Jawa, tergolong 'abangan'. Ia menikahi dan menceraikan putri Tjokro menurut tata cara Islam, dan dengan Inggit ia memasuki pernikahan di hadapan seorang penghulu Islam. Di Endeh Soekarno adalah penganut Islam yang tekun beribadah, dengan cara yang baik menurut dia. "Islam is progress,”demikianlah ia merangkum dengan singkat dan jelas visinya dalam salah satu suratnya.

 

Soekarno ingin membuang tradisi-tradisi yang kolot, mencari jalan menuju penghayatan agama yang lebih dewasa, lebih modern. Ia juga akan mempraktekkannya di Bengkulu. Di Endeh Soekarno setia melaksanakan ibadah sembahyang. Di rumahnya ada satu kamar khusus yang dipakai sebagai kamar meditasi yang bersahaja. Di sanalah lima kali sehari Soekarno menarik diri untuk bersembahyang. Setiap hari Jumat, Soekarno bersama seisi rumah melaksanakan sembahyang.

 

Hasan meminta izin Soekarno untuk menerbitkan surat-suratnya. Soekarno tidak keberatan.Surat-surat itu diterbitkan di bawah judul surat-surat Islam dari Endeh. Dalam masa enam tahun antara 1933-1938, hanya surat-surat Soekarno inilah yang diterbitkan.

 

Mengenai nasionalisme, selama di Flores Soekarno tidak mempublikasikan apa-apa. Akan tetapi, ia merenungkannya secara mendalam. Ini biasa ia lakukan di bawah sebuah pohon sukun yang berdiri di samping alun-alun. Dalam otobiografi Soekarno mengingat kembali pohon sukun itu dengan nostalgia yang meluap-luap.

 

"Pohon itu di atas sebuah bukit berumput, dan dari sana saya dapat memandang seluruh teluk. Di sana selama berjam-jam saya bermimpi dengan mata terbuka, sambil memandang luasan langit yang biru dengan tepi-tepinya yang putih berawan. Kadang-kadang seekor kambing tersesat lewat di depan saya (...).

 

Soekarno kerap berkontemplasi di bawah pohon sukun yang berjarak 700 meter dari kediamannya. Biasanya, Soekarno pergi sendiri ke tempat itu pada Jumat malam.  Di tempat tersebut Soekarno mengaku mendapatkan pemikiran soal butir-butir Pancasila. Ia memiliki cerita sendiri soal itu.

 

 

"Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari... Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada."

 

“Saya melihat ombak-ombak raksasa dari lautan datang bergulung-gulung dan irama pasti memukul pantai. Dan saya berpikir bahwa orang tidak akan pernah dapat menghentikan gerakan laut. Ada pasang dan ada surut, tetapi gelombang akan menggulung terus. Demikian juga dengan revolusi kami. Revolusi kami,  tidak pernah akan berhenti".

 

Di Endeh, Soekarno menjadi seorang muslim yang aktif menjalankan agamanya. Ia dibesarkan dalam suasana sinkretisme agama. Dari pihak ibunya ia mengenal ajaran Hindu Bali, dari bapaknya ia mempelajari Primbon Jawa sebelum Islam dan ia juga dibekali sedikit teosofi. Di Flores ia berkenalan dengan ajaran Katolik dan mempelajari sedikit tentang ajaran Protestan. Ia mempunyai toleransi keagamaan. Demikianlah ia pernah mencatat dalam suratnya kepada pater Van der Heijden, “Seorang Hindu Sanyasin berkata bahwa pengikut-pengikut Kristus, Buddha maupun Mohammad adalah ombak-ombak di samudera luas. Samudera luas itulah Aku”.

 

Sambil merenungkan revolusi dan kemerdekaan Indonesia, gambaran tentang 'jembatan emas' yang menghubungkannya dengan tanah perjanjian yang menunggu Marhaen dan Kromo, kembali muncul dalam hatinya. Sambil duduk di bawah pohon sukun Soekarno, seperti yang diceritakannya di kemudian hari, merumuskan ideologi negara untuk suatu negara Indonesia yang merdeka. Inilah yang belakang hari dinamai Pancasila dan mencakup Ketuhanan yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Nasionalisme, Demokrasi,dan Keadilan Sosial.

 

Kelak, gagasan tentang butir-butir Pancasila itu disampaikan Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang digelar 1 Juni 1945. Kala itu, Soekarno mengemukakan ide tentang lima dasar negara yakni Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhananan Yang Maha Esa. Lima prinsip dasar itu akhirnya dipilih menjadi rumusan dasar negara, dan disempurnakan menjadi Pancasila. Hingga kini, Pancasila menjadi dasar negara yang nilai-nilainya dianut oleh bangsa Indonesia. Tanggal 1 Juni pun diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. (pul)

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022