images/images-1680533151.png
Sejarah
Data

Tentara Inggris Sempat Ketar-Ketir Melawan TRI Wanita

Pulung Ciptoaji

Apr 04, 2023

459 views

24 Comments

Save

Suasana pengosongan Bandung oleh rakyat dan TRI banyak melibatkan tentara wanita. Sumber Bandung Merdeka.com

 

abad.id-Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka.  Sebab masih ada tugas melakukan pelucutan senjata tentara Jepang yang kalah, dengan ancaman kedatangan tentara sekutu. Berita Proklamasi Kemerdekaan diterima warga Bandung melalui kantor Berita DOMEI, dan naskah teks proklamasi baru tersebar pada tanggal 18 Agustus 1045 di Bandung.

 

Sejak saat itu tekat warga Bandung untuk mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan membentuk laskar-laskar kepemudan Keamanan Rakyat (BKR). Salah satunya pada 27 Agustus 1945 terbentuk Laskar Wanila Indonesia, yang bergerak di bidang penyelidikan dan perbekalan.

 

Peristiwa paling buruk dirasakan Laskar Wanila Indonesia saat terjadi serangan tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi sekutu di Cikapundung, Laskar Wanila Indonesia harus menghadapi banjir besar meluapnya sebuah sungai. Banyak warga menjadi korban hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggalnya.

 

Sebelumnya juga harus bertempur melawan tentara Jepang pada bulan September dan Oktober 1945. Perang melawan tentara Jepang dapat diselesaikan dengan damai. Rakyat Bandung dan TKR berhasil mendapatkan senjata dari pabriknya dan mesiu di Kiaracondong. Akan tetapi, bersamaan dengan itu datanglah tentara sekutu memasuki Kota Bandung pada tanggal 21 Oktober 1945. Kedatangan pasukan sekutu itu membuat suasana Kota Bandung menjadi tegang. Pertempuran-pertempuran kecil pun tak terhindarkan.

 

Dalam buku Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949 tulisan Hermawan Dwi Putra menyebutkan, pasukan sekutu sempat merasa terdesak. Sekutu memberika ultimatum agar seluruh rakyat Bandung paling lambat tanggal 29 November 1945, pukul 24.00 untuk meninggalkan Bandung Utara. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, rakyat Bandung tidak mematuhinya.

 

Pada tanggal 24 Maret 1946, sekutu kembali mengeluarkan ullimatum agar rakyat Bandung meninggalkan Kota Bandung. Caranya dengan menghujani ribuan kertas yang diturunkan pesawat Dakota Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF). Sebagian besar jatuh di atap-atap rumah penduduk. Sebagian lagi luruh ke tanah. Orang-orang saling berlomba menangkap kertas-kertas. Namun, lagi-lagi ultimatum itu tidak digubris.

 

Berdasarkan Musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, diambil langkah meninggalkan kota Bandung diambil sambil melakukan operasi "bumihangus". Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi IIl TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. “Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam hari pembakaran kota masih berlangsung,” tulis Hermawan Dwi Putra.

 

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekulu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Sementara tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi.

 

Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan Belanda terhadap tentara Inggris. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban banyak berjatuhan terutama rakyat dan pejuang.

 

Pertempuran paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung. Di tempat itu terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam perlempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut.

 

Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Awalnya pasukan Muhammad Toha akan tetap tinggal di dalam kota, namun demi keselamatan maka pada pukul 21.00 ikut dalam rombongan meninggalkan Bandung. Sejak saat itu, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga sejak saat itu Bandung disebut telah menjadi lautan api.

 

Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang, karena kekuatan TRI dan milisi rakyat sangat tidak sebanding dengan kekuatan Sekutu dan NICA yang berjumlah besar.  Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan gerilya.

 

Berita Bandung Lautan Api Menginspirasi Berburu Orang Asing

 

Istilah Bandung Lautan Api pertama muncul di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Alje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

 

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api'. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".

 

Isi berita itu dalam waktu tujuh jam, sekitar 200 ribu penduduk mengukir sejarah sengaja membakar rumah dan harta benda lalu meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta.

 

tentara Inggris

 

Brigade Infanteri India ke-37 pimpinan Brigadir N. MacDonald sejak menginjakan kakinya di Bandung pada 17 Oktober 1945, sudah tak merasa nyaman.

 

Peristiwa Bandung Laulan Api ini memberikan kerugian yang bagi masyarakat Bandung, karena banyak infrastruktur yang rusak akibat peristiwa itu. Banyak rumah rakyat sipil juga terbakar sehingga menyebabkan kerugian besar. Sedangkan dampak terhadap Sekutu, hanya terjadi hambatan terhadap gerak ekspansi. Sedangkan rencana sekutu membangun basis disekitar Bandung Utara tidak mendapat hambatan sama sekali meskipun banyak bangunan dibakar. Sebab sejak awal sekutu memang berencana menggempur daerah Bandung sebelah selatan yang merupakan basis Tentara Republik Indonesia. Sehingga bagi sekutu tidak banyak dirugikan atas aksi pembakaran tersebut.

 

Selain itu pula, bangunan-bangunan besar buatan masa kolonial dengan tembok dan struktur bangunannnya yang kokoh yang dicoba untuk diledakan dengan peledak buatan lokal oleh pihak TRI ternyata tidak menghasilkan kerusakan yang berarti. Dalam beberapa pekan kemudian bangunan-bangunan itu sudah bisa dipergunakan kembali. Begitu memasuki Bandung, militer Inggris langsung memposisikan sebagai penguasa perang. Kaum nasionalis Indonesia tentu saja tak senang.

 

Sejatinya Brigade Infanteri India ke-37 pimpinan Brigadir N. MacDonald sejak menginjakan kakinya di Bandung pada 17 Oktober 1945, sudah tak merasa nyaman. Sambutan sebagai 'tentara pembebas' yang biasa mereka dapat dari penduduk kota-kota di Asia Tenggara lainnya, seolah tak berlaku di Jawa. Alih-alih diperlakukan ramah, orang-orang Indonesia memandang kehadiran mereka dalam sorot curiga dan mengancam.

 

Ketidaknyamanan itu memang terbukti setelah beberapa minggu tinggal di Bandung. Meskipun sudah mengisolasi kekuatan kaum nasionalis Indonesia ke bagian selatan, ancaman-ancaman masih tetap berdatangan. Apalagi setiap berupaya menembus wilayah-wilayah kekuasaan TRI (Tentara Repoeblik Indonesia) akan dilawan laskar-laskar bersenjata.

 

Tentara Inggris Nyaris Hilang Kesabaran

 

Ultimatum sudah 2 kali dilakukan pihak Inggris kepada orang-orang Indonesia. Namun itu semua dianggap angin lalu. Hingga akhirnya Panglima Tertinggi Sekutu di Jakarta Letnan Jenderal Montagu George Nort Stopford memberikan peringatan kepada Perdana Menteri Sutan Sjahrir, agar kaum nasionalis Indonesia meninggalkan Bandung selatan sampai radius 11 km dan dilarang melakukan aksi bumi hangus.

 

Ultimatum yang disebarkan ternyata dianggap tidak berguna. Panglima Divisi India ke-23 Mayor Jenderal D.C. Hawthorn juga mengumumkan ancaman mereka melalui lewat radio.

 

Karena pertimbangan politik dan kepentingan diplomasi, Perdana Menteri Sjahrir menyanggupi permintaan Inggris. Ketika menerima Panglima Komandemen Jawa Barat Jenderal Mayor Didi Kartasasmita dan Panglima Divisi III Kolonel A.H. Nasution, Sjahrir menyatakan agar TRI di Jawa Barat bersikap taktis dan tidak menghambur-hamburkan kekuatan untuk melawan Inggris yang sebenarnya bukan musuh Republik Indonesia.

 

"Kerjakan saja. TRI kita adalah modal yang harus dipelihara, jangan sampai hancur dahulu. Harus kita bangun untuk kelak melawan NICA," ujar Sjahrir seperti dikutip A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid III: Diplomasi Sambil Bertempur.

 

Ada dua pilihan yang bisa dilakukan rakyat Bandung pada 24 Maret 1946. Yaitu bertahan di kota atau menjadi pengungsi. Nyatanya, sebagian besar memilih untuk hengkang meninggalkan kota tercinta. (pul)

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023