images/images-1685725391.jpg
Riset

Alasan Hubungan Habibie Dengan Suharto Semakin Renggang

Pulung Ciptoaji

Jun 03, 2023

733 views

24 Comments

Save

Hubungan B. J. Habibie dengan Soeharto semakin menjauh setelah Suharto turun, sekaligus menandakan berakhirnya orde baru. Soeharto merasa Habibie telah keluar garis haluan yang diharapkan, sejak dilantik menjadi presiden.Foto dok net

 

abad.id- Hubungan Bacharuddin Jusuf Habibie, dengan Soeharto pernah begitu dekat. Hubungan keduanya sudah seperti guru dengan murid sendiri terbaik. Kedua orang bertemu hampir setengah abad sebelumnya, di kota asal Habibie, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

 

Saat itu tahun 1950an, Soeharto berusia 29 tahun dan Habibie 14 tahun. Sebagai perwira tentara muda, Soeharto dikirim ke sana guna menumpas pemberontakan melawan Jakarta. Saat itu Suharto sedang berkunjung ke rumah tokoh masyarakat yang kebetulan ayah Habibie. Tanpa dinyana, di rumah tersebut terjadi peristiwa genting. Ayah Habibie mengalami sakit keras dan meninggal dunia tepat di pangkuan perwira muda Suharto. Seperti ada  pesan untuk menitipkan masa depan sang anak di kemudian hari, kepada perwira tanpan tersebut.

 

Setelah kejadian itu mereka masih berhubungan. Keluarga Habibie  pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya, sementara Suharto berada di Jakarta melanjutkan karier militer. Kemudian Habibie melanjutkan sekolah di Jerman hingga menjadi seorang insinyur. Habibie berada di lajur cepat kenaikan pangkat di perusahaan pesawat udara Messerschmitt-Boelkow-Blohm, di mana menjadi wakil presiden perusahaan tersebut.

 

Keduanya bertemu pada tahun 1973 saat Soeharto melakukan kunjungan ke Jerman sebagai Presiden. Kedekatan keduanya tersambung kembai setelah Soeharto meminta B. J. Habibie pulang dari Jerman. Melalui Ibnu Sutowo, Soeharto meminta Habibie untuk kembali ke Indonesia, padahal Habibie saat itu sedang dalam masa jayanya selama berada di Jerman.

 

Meskipun demikian, ketika dia diminta untuk pulang, Habibie tidak pikir panjang dan memutuskan untuk kembali ke Tanah Air. Selama berada di Tanah Air, Habibie langsung diangkat sebagai penasihat pemerintah bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi, yang posisinya langsung berada dibawah Presiden.

 

Soeharto saat itu juga mempercayai Habibie untuk memimpin pengembangan industri di Indonesia. Habibie akhirnya ditunjuk sebagai direktur Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Selain itu, dia juga dipercaya untuk menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi selama tiga periode.

 

Selama masa jabatannya yang panjang sebagai menteri riset dan teknologi, Habibie selalu memuji presiden, dan menyebutnya "SGS" -"Super Genius Soeharto". Soeharto sungguh terkesan karena akhimya Habibie bersedia meninggalkan posisi serta gaji yang tinggi di Jerman untuk kembali ke Indonesia

 

Menurut Soeharto dalam otobiografinya, Habibie selalu mencari nasihatnya mengenai asas kehidupan dan memandangnya sebagai orangtuanya sendiri. Menurut Soeharto, Habibie sering meminta nasihatnya dan mencatat tentang falsafah hidup yang disampaikan. Kelak nasihat dan falsafah ini akan membantu pekerjaan Habibie di masa depan.

 

Habibie sudah lama tinggal di rumah politik Soeharto, dan Soehartolah yang menjadikannya wakil presiden. Sebagai orang yang akan menggantikan presiden seandainya presiden meninggal, Habibie hanya sedenyut jantung dari jabatan tertinggi itu. Ini bukan untuk mengecilkan rencana Habibie bagi reformasi, melainkan untuk mencatat bahwa asalnya menyiratkan keberlangsungan. Rezim Soeharto akan diperbaiki, bukan diganti, itupun tidak dengan segera.

 

Dalam buku Indonesia Beyond Soeharto tulisan Donald K Emmerson mengingatkan, Habibie memiliki apa yang disebut pengamat politik Amerika sebagai high negatives, yaitu aspek-aspek seseorang yang amat menghalangi popularitasnya sebagai pemimpin. Habibie tidak populer di kalangan militer. Penggunaan uang negara yang dilakukannya banyak untuk industri teknologi tinggi, serta tidak membuatnya disenangi di kalangan teknokrat. Bahkan ia buta huruf saja di bidang ilmu ekonomi. Contoh mencolok tentang "Habibienomics" adalah gagasannya bahwa inflasi sebenarnya dapat dikurangi dengan secara berangsur-angsur bukan menaikkan tetapi menurunkan suku bunga.

 

Orang Indonesia sekuler, non-Muslim, dan Muslim mayoritas khawatir mengenai hubungannya antara ICMI dengan Islam sebagai proyek politik. Alasan-alasan ini membuat Habibie tidak memperoleh kepercayaan sebagian besar negara Barat untuk mendapatkan bantuan dan pinjaman multilateral. “Kebetulan atau tidak, pada Februari 1998, ketika beredar rumor bahwa Habibie akan dicalonkan sebagai wakil presiden, nilai uang sudah jatuh dari Rp 8.000 menjadi sekitar Rp17.000 per US dolar yang pertama dari dua titik kelemahan yang paling ekstrem yang dicapai Indonesia selama krismon sebelum pulih untuk sementara,” tulis Donald K Emmerson.

 

Maka yan menjadi pertanyaan banyak orang, alasan Soeharto justru memilih Habibie sebagai wakilnya. Dari analisa Donald K Emmerson,  untuk menjadi wakil presiden pada Maret 1998 dibuat seolah-olah Soeharto menjalankan strategi membela diri berdasarkan logika. "Lebih baik yang kurang jahat" memilih calon pengganti presiden yang begitu jelas dan luas diragukan kemampuannya untuk memerintah. Dengan maksud membuat mereka yang menginginkan presiden supaya berhenti, akan berpikir dulu.

 

Dalam tanggapannya pada 19 Mei, Soeharto mengajukan pertanyaan retoris apakah dengan berhenti menjadi presiden, keadaan tidak akan lebih buruk. Apakah jika Wakil presiden akan mengambil alih, apakah akan lebih baik. Tetapi ia pun harus segera mundur, dan kemunduran untuk keduakalinya itu berpotensi mengundang kekacauan lebih lanjut. “Jadi seakan-akan negara tidak mempunyai landasan lagi untuk mengamankan kehidupan umum tanpa Soeharto,” tebak Donald K Emmerson.

 

Namun tak dapat disangkal bahwa ketika memlih Habibie, Soeharto sudah tahu bahwa suksesi telah menjadi sesuatu yang mendesak. Jika sebelumnya Soeharto kehilangan istrinya dan sudah mulai menderita penyakit, untuk menyelesaikan masa jabatan hingga tahun 1998-2003, harus tetap sehat sampai usia delapan puluhan. Dalam konteks ini, kurang percayanya pada Habibie pada 19 Mei nampaknya sehagai alasan untuk tidak menyerahkan kekuasaan.

 

Memang jangka waktu panjang Soeharto bermaksud mempersiapkan putrinya yang tertua, Tutut, untuk menggantikannya. Dari keenam anaknya, Tututlah yang paling menojol secara politik di kalangan Golkar. Ayahnya mungkin memikirkan skenario jangka panjang itu ketika mengangkat Tutut menjadi menteri dalam kabinetnya yang baru pada bulan Maret. Tapi itu hal jangka panjang, sedangkan kemelut melanda sekarang. Soeharto membutuhkan seorang murid yang di samping mengaguminya, serta sudah berpengalaman dalam pemerintahannya. Seseorang itu dapat diandalkan akan mematuhi mentornya secara mutlak. Belakangan nasib sial itu jatuh ke tangan Habibie.

 

“Hendaknya kita jangan terlalu meragukan loyalitas Habibie. Kekaguman Habibie terhadap Soeharto saat berkuasa bukanlah jaminan bahwa saat dirinya sendiri berkuasa, mantan anak akan melaksanakan falsafah otoriter dari gurunya,” tulis Donald K Emmerson

 

Sebaliknya, sebagaimana Habibie yang mendapat mandat warisan dari pendahulunya segera membuat perombakan yang dianggap sangat besar. Kemungkinan perombakan inilah yang menjadi alasan Suharto sangat tersinggung dan tidak pernah mau bertemu Habibie hingga akhir hayatnya. Perombakan itu mulai dari para menteri yang diangkat dalam Kabinet Pembangunan yang diumumkan pada 22 Mei 1998, atau sehari setelah pelantikannya, berisi setengah orang nama menteri lama dari Kabinet Pembangunan yang telah diberhentikan Soeharto pada masa kerja sebelumnya bulan Maret.

 

Pergeseran yang cepat dari satu kepala pemerintahan kepada yang lainnya tidak sekaligus dirombaknya lembaga-lembaga Orde Baru. Baru sehari menjabat, maka mustahil sudah ada sistim yang berubah. Pada saat setelah Soeharto mengundurkan diri, masih ada 1.000 anggota MPR, yang telah secara bulat memilih dia sehagai presiden di bulan Maret. Mereka terbagi 500 anggota MPR yang merangkap sehagai anggota DPR. Masih utuh juga prinsip "dwifungsi" yang memperbolehkan intervensi militer dalam politik. “Pada kenyataannya badan rezim itu tetap ada, hanya kepalanya yang diganti kepala "baru". Sedangkan mantan presiden yang begitu dibenci sebenarnya belum mati, tidak di penjara, dan tidak juga dalam pengasingan,” argumen Donald K Emmerson.

 

Sementara itu dalam buku Memoar: Saya dan Mas Harto, sebuah biografi Probosutedjo ditulis Alberthiene Endah, mengenang bagaimana hari-hari Soeharto setelah lengser dari Istana. Soeharto masih mengamati perkembangan keadaan melalui koran-koran dan televisi. Dia juga kerap mengundang orang-orang kepercayaannya untuk berdiskusi. Namun, suatu ketika Tedjo mengingat wajah Soeharto yang memerah. Saat itu, Habibie mengumumkan keputusan referendum terhadap Timor Timur. Soeharto disebut terkejut, duduk tegang dengan wajah kaku. Sorot matanya menunjukkan kemarahan yang amat sangat.

 

Keputusan Habibie pada Timor Timur yang kini bernama Timor Leste, semakin memperlebar jarak antara Soeharto dan Habibie. Belakangan, Habibie dianggap pengkhianat oleh Soeharto. Seperti halnya Harmoko (Mantan ketua MPR), Habibie juga dijauhi Soeharto. Silaturahmi di antara mereka berdua seolah-olah putus.

 

Dinamika politik juga menjadi faktor renggangnya hubungan Soeharto dengan Habibie. Kemarahan Soeharto enggan bertemu dengan Habibie lagi. Tentu sebagai orang yang pernah dekat, Habibie juga beberapa kali berupaya untuk menemui atau menghubungi Soeharto, namun selalu tidak berhasil. Hingga ketika Soeharto meninggal pada 27 Januari 2008, Habibie masih ingin menemui yang akan dikebumikan untuk terakhir kalinya. Namun upaya itu dihadang oleh keluarga Soeharto dan tidak memperbolehkan untuk masuk. (pul)

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Kiai Mahfudz Termas, Pewaris Terakhir Hadist Bukhori #3

Author Abad

Mar 11, 2023

Begini Respon TACB Perihal Reklame di Lokasi Cagar Budaya

Author Abad

Feb 26, 2023

A.H. Thony: "Dulu jadi panutan pembongkaran, kini kok mau dipasangi reklame lagi. Mesakne Mas Wali"

Malika D. Ana

Feb 24, 2023