Prasasti Batutulis peringatan Raja Pajajaran yang telah meninggal dunia bernama Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) pada tahun 1521. Foto dok net
abad.id- Istana Batutulis Bogor, sering menjadi saksi peristiwa penting pertemuan politik di negeri ini. Paling baru di Istana Batutulis ini Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumumkan calon presiden dari PDIP.
Orang yang ditunjuk mewakili PDIP sebagai Calon Presiden adalah Ganjar Pranowo. Sosok ini disebut-sebut siap menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dipilihnya Istana Batu Tulis Bogor sebagai tempat peristiwa penting ini tentu ada sebab.
Di Istana Batu Tulis Bogor ini juga mengingatkan pada Maret 2014. Saat itu keharmonisan hubungan yang tak lagi terjalin antara dengan Megawati, karena perihal pencalonan Jokowi sebagai presiden yang diusung oleh PDIP. Megawati disebut Prabowo telah mengingkari perjanjian yang dibuat bersama di Istana Batu Tulis.
Istana Batutulis selalu lengang jarang disingahi kecuali keluarga besar Soekarno. Foto merdeka.com
Sementara itu nama Batutulis berhubungan erat dengan peninggalan sejarah sejak ratusan tahun silam, berupa prasasti abadi. Berbagai aliansi kepercayaan mengakar pula pada perjalanan sejarah daerah ini, terutama kepada batu pipih bentuk trapesium yang merupakan sasakala. Dimaksud dengan sasakala yaitu batu prasasti peringatan bagi Raja Pajajaran yang telah meninggal dunia bernama Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) pada tahun 1521.
Peninggalan lain berupa batu berjumlah 15 buah, dan menjadi bagian dari sejarah yang tidak terpisahkan dari asal-usul Kota Bogor. Seluruh daerah ini merupakan kawasan situs yang tidak boleh diganggu, bahkan bisa disebut daerah Kabuyutan yang disucikan sejak ratusan tahun silam. Perlu diketahui bahwa hampir seluruh lahan yang berada dan termasuk kelurahan Batutulis tersebut sebelumnya kompleks kerajaan. Termasuk bangunan rumah penduduk yang ada sekarang, sebenarnya berada tepat di lokasi taman Keraton Pajajaran. Jadi nama Kampung Batutulis muncul disebabkan karena di sana terdapat Prasasti Batu bertulis yang dikenal sampai sekarang.
Keberadaan Istana Batutulis Bogor sendiri berada di kompleks bangunan bersejarah yang bernama Hing Puri Bima Sakti. Lokasi Istana Batu Tulis Hing Puri Bima Sakti ini berada di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Bogor, berdiri di atas lahas seluas 3,8 hektare.
Makam Dipati Oliah atau sekarang lebih dikenal sebagai makam Mbah Dalem di kawasan Batu Tulis. Foto Fb
Menurut catatan sejarah, pembangunan kompleks bangunan istana dilakukan setelah seorang ahli gunung berapi bernama Abraham Van Riebeeck berkunjung pada 1702. Saat itu, Van Riebeeck ditugaskan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia untuk memeriksa kondisi Buitenzorg (Bogor) setelah letusan Gunung Salak pada 1699.
Van Riebeeck pun kemudian dipersilakan membangun sebuah tempat peristirahatan untuk memantau aktivitas Gunung Salak. Kompleks bangunan tersebut kini menjadi cikal bakal Istana Batutulis. Tempatnya tidak jauh dari lokasi Prasasti Batutulis yang diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Pada 1960-an, Presiden Soekarno membeli tanah di sekitar tempat peristirahatan monumen Batutulis. Soekarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk merancang sebuah bangunan untuk rumah tinggal dan tempat peristirahatan. Karena itu, sejumlah elemen gaya bangunan Istana Batutulis mirip dengan Istana Tampaksiring di Bali lantaran arsiteknya pun sama.
Soekarno merasa menjadi pribadi yang sempurna karena menganggap batu tulis sebagai tempat peristirahatan yang sangat dicintainya. Di atas lahan seluas 3,8 hektare dikelilingi oleh tembok bercat putih dan pagar hitam yang jarang-jarang, berdiri sebuah bangunan kokoh yang dikenal dengan sebutan Istana Batu tulis.
Saat masuk ke kawasan akan dijumpai pepohonan yang rindang mengelilingi area tersebut. Terlihat pos penjagaan, pendopo dan aneka bunga dan rupa-rupa tumbuhan serta kolam. Bangunan Istana sedikit menjorok lebih dalam, dan tempat peristirahatan sang proklamator di akhir masa jabatannya.
Bahkan sebelum meninggal, sosok karismatik tersebut memiliki wasiat untuk dimakamkan di Istana tersebut. Namun orde baru yang berkuasa tidak menyetujuinya. Atas nama pemerintahan orde baru yang mengeluarkan Keppres RI Nomor 44 Tahun 1970 yang memilih Kota Blitar, sebagai tempat pemakaman Bung Karno. (pul)