images/images-1678876885.png
Budaya
Tokoh

Ternyata Lagu Kebyar-Kebyar Gombloh Terinspirasi Saat Buang Air Besar

Pulung Ciptoaji

Mar 16, 2023

734 views

24 Comments

Save

Foto Gombloh dalam Revolusi Cinta Dari Surabaya tulisan Guruh Dimas Nugraha

 

abad.id- Tidak ada yang meragukan, Gombloh adalah manusia yang 100 nasionalis serta 100 persen patriotik. Namun, apa yang mendasari Gombloh hingga begitu bersemangat menyampaikan lagu-lagu bertema cinta tanah air itu?.

 

Dalam diskusi-diskusi kebangsaan yang pernah dihadiri Gombloh, mengaku semangat patriotik dan nasionalisme diilhami oleh kegelisahan tentang memudarnya semangat tersebut di kalangan anak muda. Ada satu lagu perjuangan yang sengaja diciptakan Gombloh, dan kerap diperdengarkan saat perayaan Kemerdekaan RI. Lagu itu adalah 'Kebyar kebyar'.

 

Banyak yang telah mengcover lagu 'Kebyar kebyar' nya Gombloh ini. Bahkan ada musisi luar negeri yang tertarik mendaur ulang dengan arasement berbeda. Namun tidak ada yang pernah tahu bahwa ilham munculnya lagu tersebut saat Gombloh sedang buang air besar. Sebuah Ilham di tempat yang tidak semestinya.

 

Seperti yang diceritakan dalam buku Gombloh Revolusi Cinta Dari Surabaya tulisan Guruh Dimas Nugraha. Saat itu sedang di studio masik, Gombloh dan kawan- kawanya sedang asyik latihan. Suara Wisnu Padma yang iseng memainkan tuts piano, secara tak sengaja menghasilkan deretan irama yang bagus.

"Ulangi, ulangi," ucap Gombloh pada Wisnu.

Perlahan Wisnu Padma memainkan kembali iramanya tadi.

"Wah, cocok! Ngkok tak dadekmo lagu utuh (Nanti aku jadikan lagu utuh)," Tambah Gombloh sembari memetik gitarnya.

Seusai latihan hingga kembali ke rumah, Gombloh tetap asyik mendendangkan irama yang dihasilkan oleh Wisnu Padma tersebut.

Esoknya, Gombloh bergegas ke Basecamp Bengkel Muda Surabaya di kompleks Balai Pemuda. Di sana, ia masih mendendangkan intro lagu Wisnu dan mengembangkan nada-nadanya dengan maksud menjadi lagu yang utuh, hingga tiba-tiba ia terserang masuk angin.

"Aku njaluk kerokkan (Aku minta kerokan)!" Pinta Gombloh. Salah seorang kawannya mengiyakan. Diambilnya uang koin dan minyak, lalu segera mengeroki punggung Gombloh.

Sembari kerokan, Gombloh berdendang. Irama yang dihasilkan Wisnu Padma tadi secara perlahan tapi pasti dirangkainya menjadi sebuah lagu.

Tak berapa lama, Naniel kawan dekat yang juga pemain flute dari grup Leo Kristi, datang dengan motor vespa.

"Waduh koen pasti masuk angin gara-gara gak kuat AC Studio (Waduh, kamu pasti kena masuk angin karena tidak kuat AC Studio)!," Ucap Naniel

"Awalku iki wes remek, Niel, gampang kenek masuk angin. Tapi hasil latiane wingi wes isok tak dadekno lagu (Badanku ini sudah payah, Niel, mudah terserang masuk angin. Tapi hasil latihan kemarin sudah bisa menghasilkan lagu)," ujar Gombloh sembari bolak-balik bersendawa.

"Yo'opo lagune? Nyanyekno (Bagaimana lagunya? Nyanyikan)!”

"Begini.. hooiiikk," katanya sambil bersendawa. la mencoba memulai bergumam tentang nada lagu barunya.

"Naaaaaa..na..na..na.. hoooiiikkk... Na..na..na...hoooiiiikkk... Na.. na..na..Hoooiiiikkkk..."

Naniel menepuk punggung Gombloh dengan sedikit keras. Gombloh berjingkat.

"Jancuk!!," maki Gombloh yang merasa kaget. Naniel terbahak.

“Aku gak mudeng. Wong nyanyi kok ambek glegekken (Aku nggak ngerti. Orang nyanyi kok sambil bersendawa)," ucap Naniel sambil tertawa.

Esoknya, Gombloh dan Lemon Trees Anno '69 kembali ke studio dan melakukan latihan. Naniel yang hadir dan melihat sesi latihan mereka menagih Gombloh untuk segera menyanyikan lagu barunya yang kemarin dinyanyikannya sambil kerokan. Segeralah Gombloh memandu rekan-rekannya untuk mengikuti chord gitar yang ia petik. Namun baru saja dua chord dimainkan, ia mendadak berhenti.

Eh, sek, sek, lirikke lagu iki kan durung onok (eh, sebentar, sebentar, lirik lagu ini kan belum ada)!," tukas Gombloh. Ia baru sadar bila lagu itu hanya tercipta nadanya saja, namun belum ada liriknya.

Latihan pun berhenti sejenak. Soelih dan Ratih, gadis-gadis muda yang juga personel Lemon Tree's anno '69 jadi agak jengkel.

“Wong sudah hampir mau latihan kok tiba-tiba batal gara-gara liriknya belum dibuat," gumam Soelih.

"Cak Gombloh memang pikun.. hahaha..," sahut Ratih.

Gombloh menaruh gitarnya, berjalan ke meja kerjanya untuk mengambil kertas dan pensil, kemudian barang-barang itu dibawanya masuk ke dalam toilet. Beberapa kali terdengar Gombloh seakan bersyair. la mengucapkannya sembari berteriak,

 

"Indonesia merah darahku / putih tulangku / bersatu ddm semangatmu". Terdengar seruan Gombloh.

"Krungu ta rek, apik gak syair koyok ngono iku (Apa kalian mendengarmpu Bagus atau tidak syair yang seperti tadi),"tanya Gombloh di dalam toilet.

"Aapppiikkkk (bagus)," jawab kawan-kawannya secara serentak

Sesaat setelah itu suasana toilet hening. Tak ada suara.Teman-temanmy mengira Gombloh sedang konsentrasi, atau malah pingsan. Merea sebenarnya tak terlalu peduli, lalu tiba-tiba terdengar suara cukup keras dari dalam toilet.

*Biarpun bumi bergoncang /Kau tetap Indonesiaku! /Andaikan matahari terbit dari barat /Kau pun Indonesiaku! /Tak sebilah pedang yang tajam /Dapat palingkan daku darimu!'

Kawan-kawan Gombloh di luar toilet bertepuk tangan. Mereka mendengarkan penyair kamar mandi yang sedang menyalakan bara patriotismenya di ruangan yang tidak semestinya.

 

"Ada ilham dibalik buang air besar!ll," ucapnya dalam kamar mandi, seolah seperti filsuf yang tahu jawaban tentang kegelisahan dunia.

 

Rupanya selama setengah jam di dalam toilet, ia telah merampungkan lirik lagu tersebut. Gombloh menunjukkan catatan yang ditulisnya dan menyuruh kawan-kawannya untuk memegang kertas itu dan membacanya.Tentu saja tidak ada yang mau memegangnya, mengingat kertas itu ditulisnya dalam toilet. Merekapun menyuruh Gombloh untuk menaruhnya saja di stand book, kemudian segera bersiap. Kemudian Lemon Tree's" 69 kembali melanjutkan sesi latihan.

 

Perlahan lagu barunya itu dinyanyikannya dengan serius dan penuh penghayatan. Teman-temannya terkesima mendengar lirik dan nada lagu

 

Indonesia merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatmu

Indonesia debar jantungku, getar nadiku berbaur dalam angan-anganmu

kebyar-kebyar pelangi jingga

Indonesia nada laguku, simfoni perteguh selaras dengan simfonimu

kebyar-kebyar pelangi jingga

"Biarpun bumi bergoncang, Kau tetap Indonesiaku!

Andaikan matahari terbit dari barat, Kaupun Indonesiaku

Tak sebilah pedang yang tajam, Dapat palingkan daku darimu"

Kusingsingkan lengan, Rawe-rawe rantas, Malang-malang tuntas...denganmu

“Kebyar-kebyar,"

 

Gombloh selesai bernyanyi.

“Wah iso dadi lagu ngetop iki (wah, bisa jadi lagu ngetop, nih)," ujar Gatot Yuwono.

Aku yakin Kebyar-Kebyar iso dadi lagu nasional (Aku yakin 'Kebyar-Kebyar' bisa jadi lagu nasional)," tandas Wisnu.

“Mosok iyo dadi lagu Nasional? Tapi nek ancen bener isok dadi lagu Nasional, berarti iki lagu Nasional pertama sing dihasilno teko kerokan mbarek ngising (Masa iya jadi lagu nasional? Tapi kalau benar bisa jadi lagu nasional, berarti lagu ini adalah lagu nasional pertama yang dihasilkan dari kerokan dan buang air besar)!," Ucap Gombloh sembari disambut tawa oleh rekan-rekannya.

Fakta membuktikan, di kemudian hari lagu megah tersebut dinobatkan sebagai lagu nasional kedua setelah Indonesia Raya.

 

Promo Lagu Sambil Numpang Tidur di Studio Radio ARH

 

Di buku Gombloh Revolusi Cinta Dari Surabaya tulisan Guruh Dimas Nugraha juga menggambarkan kehidupan yang sederhana Gombloh. Alumni SMAN 5 Surabaya ini sempat mengenyam pendidikan jurusan arsitektur di Institut Teknologi Surabaya. Namun Gombloh lebih memilih jalur sebagai seniman dan berkelana di Bali bersama Leo Kristi, dan band "Lemon Tree's 69".  

 

Terbiasa dengan kegilaan. Orang seperti Gombloh  selain sebagai musisi, juga bekerja untuk kemanusiaan. Foto dok net

 

Pada dekade tahun 1978 saat populernya lagu Kebyar-kebpar, membuatnya sering diundang untuk bernyanyi di berbagai kota, termasuk Jakarta. Saat di Ibukota, ia diundang untuk wawiancara live radio Arief Rahman Hakim (ARH). Penyiar radio yang mevawancarainya bernama Untung Hadi. Untung ini kelak menjadi kawan dekatnya selama berada di Ibukota. Tidak lain karena mereka berdua cocok dalam satu pemikiran.

 

Saat wawancara, Gombloh ditanya perihal lagu Kebyar-kebyar yang fenomenal. Mulai dari pertanyaan klise tentang proses penciptaan, tujuan penciptaan, makna lagu, dan lain-lain, hingga pada satu titik jenuh, Untung iseng bertanya pada Gombloh. Sebenarnya pertanyaan yang bersifat candaan, namun implikasinya serius menyangkut pemaknaan lagu.

“Mas Gombloh, saya mau tanya, dalam lagu Kebyar-kebyar, ada lirik 'Merah Darahku, Putih Tulangku'. Nah, kenapa hanya ada darah dan tulang saja? Dagingnya kemana?," tanya UIntung Hadi sambil tertawa kecil.

“Wah, itu pertanyaan yang saya tunggu-tunggu. Baru kali ini ada orang yang kritis terhadap lagu itu," ujar Gombloh.

Untung pun terdiam dan menanti jawaban selanjutnya.

"Begini, kenapa hanya darah dan tulang saja, karena darah melambangkan keberanian Indonesia, dan tulang melambangkan ketegaran sekaligus kekuatan bangsa ini. Lantas kenapa tidak ada daging? Daging itu saya maknai sebagai kekayaan negeri kita yang katanya gemah ripah loh jinawi. Indonesia punya keberanian, punya ketegaran, dan kesucian terkait religiositas masyarakatnya. Hanya sayang, kita tidak punya daging. Kekayaan bangsa kita ini sudah hilang entah kemana. Bangsa yang kaya namun rakyatnya masih banyak yang hidup susah. Karena kekayaan negeri diserap habis oleh pengusaha-pengusaha asing. Mereka tinggal punya keberanian dan kesucian hati saja. Tapi tidak mengapa, karena hanya berbekal dua yaitu menyatunya darah dan tulang" lanjur Gomblah panjang-lebar.

"Lantas?"

"lagu gebyar-gebyar adalah usaha saya untuk membangkitkan semangat cinta tanah air. Dengan keberanian dan kesucian, kita akan menjadi bangha yang besar. Kekayaan yang kita punya, yang selama ini ada ditangan investor asing dan mafia-mafia, saya percaya kita akan bisa merebutnya kembali ke tangan kita, asalkan kita punya keberanian dan kesucian tekad. Jika semua sudah terlaksana, percayalah, langit Indonesia akan senantiasa berkebyar dalam riuh gemerlap, kita akan jadi bangsa besar yang tak terkalahkan," pungkasnya.

"Pertanyaan terakhir. Setelah Kebyar-kebyar, rencananya akan menciptakan lagu apa lagi? Apa tetap konsisten dengan lagu-lagu patriotik?,"

"Lagu patriotik tetap ada dalam rencana saya. Saya begitu cinta dengan bangsa ini. Dua puluh empat karat!," tandasnya.

Kemudian spontan Gombloh bertanya balik,

"Mas penyiar, boleh saya balik bertanya, atau lebih tepatnya saya punya satu permintaan."

"Sebutkan saja."

"Bolehkah saya numpang tidur di sini sehari saja?”

Penyiar Untung terlihat agak terkejut.

"Tentu boleh. Disini para pendengar setiap hari selalu berkumpul dan beramah-tamah. Malah kadang sampai pagi. Tapi apa tidak sebaiknya Mas Gombloh tidur di penginapan saja? Tidur di sini tidak nyaman, ramai pengunjung dan banyak nyamuk."

"Ah, di Jakarta ini saya nggak tahu jalan. Kalau pakai cari penginapan, saya bisa nyasar. Lagian kalo bisa tidur di tempat terdekat, kenapa harus jauh-jauh? Oiya kalo soal nyamuk, saya sudah kebal.

Untung berkata dalam hati,  sungguh aneh ada penyanyi kelas nasional yan tidak mau cari penginapan dan memilih tidur di tempat yang ala kadarnya. la menangkap kesederhanaan dalam pribadi lawan bicaranya itu. Paling unik, obrolan terakhir tentang numpang tidur yang tidak penting itu muncul pula dalam siaran live radio ARH, dan didengarkan oleh banyak warga Jakarta.

 

Soedjarwoto Soemarsono atau dikenal dengan nama panggung Gombloh tutup usia 9 Januari 1988.  Pria kelahiran Jombang, 23 Juli 1950 tersebut meninggal dunia karena sakit paru-paru setelah mendapat perawatan di RS Darmo Surabaya. Selain lagu Kebyar-kebyar, Gombloh dikenal dengan lagu cinta berjudul "Di Radio dan “Kugadaikan Cintaku".  (pul)

 

 

 

 

 

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Mengganggu Bini Orang Berujung Petaka

Author Abad

Oct 26, 2022

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022