images/images-1684052844.jpg
Indonesiana

Kisah Serdadu KNIL Asal Minahasa Suka Memberontak

Pulung Ciptoaji

May 14, 2023

662 views

24 Comments

Save

Para pemuda Minahasa teken kontrak menjadi serdadu Belanda sudah ada sejak tahun 1700 an sejak masa VOC. Mempertahankan Benteng Amsterdam di Manado melalui peperangan sangat sengit melibatkan pasukan Burger (Borgo) dan pasukan Minahasa asli yang disebut Alifuru. Foto dok net  

 

abad.id- Untuk memburu dan menyelesaikan perang Diponegoro (1825-1830), Gubernur Jenderal De Kock minta tambahan 3.000 pasukan ke pemerintah Batavia . Dalam keyakinannya, pasukan ini bisa membantu menjaga benteng dari wilayah-wilayah gerilya Diponegoro. Untuk mendapatkan pasukan sebanyak itu, pemerintah Hindia Belanda membentuk pasukan Tulungan. Pasukan ini menurut Jessy Wenas, hasil lobi Residen Manado Daniel Francois Willem Pietermaat dengan para tokoh masyarakat. Pasukan Minahasa yang disebut Tulungan yang artinya "tulung=tolong bantu".

 

Dengan gagah berani, serdadu minahasa  bersama pasukan kulit putih dari Eropa tiba di Jawa dengan keyakinan tinggi bisa memadamkan perlawanan Diponegoro. Tapi, semangat mereka mulai mengendur begitu mendapati keadan yang tak mereka harapkan. Tak ada peta yang akurat tentang medan yang akan mereka taklukkan.  Alhasil, mereka harus menaklukkan medan tanpa panduan hingga banyak waktu tersita sekadar untuk mengenal medan.

 

Lagi-lagi, De Kock harus membuang dana besar untuk upaya penangkapan Pangeran Diponegoro yang tak membawa hasil ini. Para serdadu Belanda harus menghadapi rintangan alam. Membabat hutan sendiri untuk dapat dilewati peralatan perang. Jebakan berupa ranjau bambu yang dipasang pasukan Diponegoro sudah menjadi sambutan yang sering mereka dapatkan, menusuk tubuh yang tak sigap menghindar.

 

Ketika memasuki perkampungan, para serdadu ini tak kalah frustrasi. Sikap para bekel, lurah, dan demang di desa begitu membingungkan. Mereka selalu menampakkan simpati kepada para prajurit Belanda. Padahal, mereka adalah pengikut setia Pangeran. Sulit untuk menentukan mana kawan dan mana lawan.

 

Usaha pengejaran semakin ditingkatkan. Tapi, semakin pula  mereka sering menerima kekecewaan. Pasukan Diponegoro sering menyerang secara tiba-tiba dalam waktu singkat, lalu lari. Mengejek sengaja minta dikejar. Para serdadu Belanda pun terpancing mengejar, yang tentu saja mengalami kegagalan karena belum mengenal medan.

 

Korban semakin banyak berjatuhan di pihak Belanda. Bukan akibat perang, tapi karena daya tahan tubuh yang terkuras hingga langsung tamat ditikam penyakit mematikan. Para serdadu Belanda sudah frustrasi dan minta dipulangkan ke asalnya masing-masing. Mereka tak lagi bersemangat membunuh lawan. Pakaian serdadu itu pun memprihatinkan, compang-camping tak pernah ganti berbulan-bulan. Perut mereka tak lagi terjamin oleh pasokan makanan lantaran sering terlambat datang. Para perwira pun tak kalah menyedihkan, mereka mulai terserang penyakit gila setengah lantaran menjalani perang yang tak kunjung menemui pangkal akhir. Semuanya loyo tanpa semangat.

 

Di penghujung tahun 1829, pengorbanan pasukan Belanda membawa hasil setelah mendengar kabar Diponegoro beserta beberapa pengawal mulai turun gunung di hutan dekat Bagelen. Ini adalah kabar yang bisa dipercaya. Hingga akhirnya, Diponegoro berhasil ditangkap melalui perundingan palsu pada tahun 1930 di Magelang.

 

Setelah perang Jawa selesai, banyak pemuda Minahasa kembali ke kampung halamannya. Sejak kemenangan atas Diponegoro ini, minat orang Minahasa untuk menjadi tentara langsung meningkat. Tak heran pada masa-masa setelahnya, banyak orang Minahasa yang bersemangat menjadi serdadu KNIL.

 

Menurut RP Suyono dalam bukunya Peperangan Kerajaan di Nusantara, ditulis bahwa jumlah orang Minahasa di KNIL lebih banyak daripada orang Ambon. Meskipun paling banyak orang Jawa dan Madura. Pada tahun 1916, personel KNIL asal Jawa berjumlah 17.854, Ambon 4.000, dan Manado 5.000.

 

Namun Serdadu KNIL asal Minahasa juga dicap oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai serdadu yang kerap memberontak. Contohnya pada tahun 1927 salah satu kopral KNIL dari Minahasa melakukan pemberontakan tapi gagal menghancurkan bengkel dan gudang senjata miter Belanda di Bandung. Dalam buku Dr Tjipto Mangunkusumo: Demokrat Sejati (1952) tulisan M Balfast, dampak dari pemberontakan ini, Tjipto Mangunkusumo menerima hukuman karena dituduh membantu memberi uang kepada kopral KNIL.

 

Orang Minahasa berani melawan Belanda ketika kepentingan mereka tidak diakomodasi oleh pemerintah kolonial Belanda, di situ orang Minahasa tidak segan-segan untuk protes dan memberontak secara militer pada pemerintah kolonial Belanda.

 

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, Serdadu KNIL dari Minahasa mulai beralih ke republik Indonesia atau pro republik Indonesia. Mereka selalu merepotkan Belanda dengan melakukan beberapa pemberontakan di Indonesia. Misalnya pemberontakan serdadu KNIL Minahasa di Manado dimotori oleh CH Taulu dan SD Wuisan dikenal peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, tapi gagal dan dipenjara. Ada juga pemberontakan serdadu KNIL oleh sersan Loloan bersama temannya sersan Salendu dari Morotai ke Makassar, memimpin pemberontakan di Makassar 24 September 1946, dengan tujuan melawan pemerintah Belanda, tapi gagal juga lalu dipenjara.

 

Bekas serdadu KNIL asal Minahasa, lahirlah serdadu-serdadu yang memiliki peran penting era pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia. Mereka ikut merancang berdirinya TNI dan terlibat dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, contohnya Adolf Lembong, Joop Warouw, dan A.E Kawilarang. (pul)

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022