images/images-1680423729.jpeg
Sejarah
Data

Kisah Operasi Intelijen Perburuan Westerling

Pulung Ciptoaji

Apr 02, 2023

587 views

24 Comments

Save

Westerling tiba di sebuah bandara Belgia dalam pelarian menuju Belanda setelah pemberontakan APRA yang dipimpinnya berhasil ditumpas TNI, pada 15 Agustus 1950. Foto ANP 

 

abad.id- Jika ada jejak pendapat siapa manusia paing banyak membunuh dan paling kejam, mungkin jawabannya hanya ada 2. Yaitu Hitler pemimpin Nazi Jerman dan Kapten Raymond Westerling. Kekejaman Hitler melakukan genosida terhadap Yahudi dengan total lebih dari 6 juta orang tewas. Sementara kekejaman Westerling melakukan pembunuhan besar besaran tanpa penyesalan terhadap warga Majene dan Polewali Mandar (Polman) di Sulawesi. Total korban tewas akibat ulah tentara Belanda itu sekitar 40 ribu jiwa. 

 

Kapten Raymond Westerling veteran perang dunia II. Usai perang dunia II, Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia. Aksi mandi darah Raymond Westerling pertama kali di Medan, pada September 1945 sebagai anggota KNIL (angkatan perang kolonial Hindia Belanda). Setelah membebaskan tawanan perang Belanda di Medan, ia ditugaskan ke Jakarta untuk melatih pasukan khusus DST yang terdiri dari orang Belanda dan Indonesia. Mereka orang-orang yang kebanyakan kejam dan berangasan, serta memiliki skill militer yang menonjol. Westerling kemudian dikirim ke Sulawesi pada awal Desember 1946 dengan tugas memadamkan perlawanan gerilyawan Republik dengan kekuatan 130 pasukan baret hijau.

 

Westerling melakukan teror di Sulawesi. Dia berkeliling satu kampung ke kampung lainnya dengan jeep. Di satu kampung yang diduga markas gerilyawan, Westerling akan mengumpulkan orang-orang di tanah lapang. Lalu mereka ditembak mati satu persatu hingga ada yang memberi tahu lokasi para gerilyawan. Westerling juga punya hobi menembak. Biasanya jika ada gerilyawan yang tertangkap, Westerling akan menyuruhnya lari. Setelah jaraknya 50 meter, Westerling akan mengacungkan senjatanya dan dor ! Gerilyawan itu akan tewas dengan lubang di kepala.

 

Belanda menggunakan berbagai cara agar semua penduduk Indonesia Timur terutama Sulawesi Selatan, mendukung proyek Negara Indonesia Timur. Namun itu bukanlah sesuatu yang mudah. Sulawesi Selatan seperti menjadi duri dalam daging bagi proyek NIT. Para pejuang dari Bugis, Makassar dan Mandar memiliki sejarah panjang perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Nusantara yang tak pernah padam.

 

Selain di Sulawesi,  Westerling juga bertanggung jawab atas percobaan kudeta dan teror Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, yang mengakibatkan gugurnya beberapa pasukan Divisi Siliwangi.  Meskipun melakukan genosida selama masa revolusi fisik di Indonesia hingga mendapatkan kecaman dari dunia, Westerling masih dilindungi Belanda. Bahkan dianggap sebagai pahlawan yang tidak pernah diadili.

 

Kapten Westerling saat perpisahan di Mattoangin, 3 Maret 1947 disaksikan para pendukungnya. (Dok. Maarten Hidskes)

 

Aksi Westerling selalu mendapat apresiasi dari pemerintah Belanda. Namun, perlahan muncul aduan bahwa selama Westerling menjalankan misi banyak ditemukan kasus pelanggaran HAM. Bahkan pers asing menuding bahwa kekejaman Westerling tidak ada bedanya dengan cara-cara polisi rahasia Jerman semasa Hitler. Untuk menghindari tuntutan ke pengadilan militer, pemerintah Belanda memilih untuk memberhentikan Westerling mulai 16 November 1948.

 

Westerling melarikan diri ke Jakarta bersama pengawal setianya Pim Colsom dan dua okum polisi Indonesia yang membelot membantu pelarian Westerling. Pelarian Westerling menggunakan tiga buah mobil yang secara berkala ia tumpangi bergantian. Westerling menjadi target utama TNI karena berbagai aksi biadab tanpa perikemanusiaannya. Saat di Jakarta Westerling juga berpindah-pindah tempat untuk menghindari penciuman Intelijen Indonesia.

 

"Mereka (Westerling dan Hamid) pernah bertemu di suatu tempat yang letaknya sekarang ada di sekitar Jalan Veteran, Jakarta Pusat,” ujar salim Sahid jurnalis yang pernah secara langsung mewawancarai Westerling di Belanda tahun 1970an.

 

TNI kian getol memburu Westerling saat mereka tahu ia ada di Jakarta. Hasilnya salah satu pendukung kuat Westerling, Letkol Rappard tewas setelah di berondong peluru oleh tentara Indonesia dalam suatu penyergapan. Sadar nyawanya sangat terancam, Westerling berniat untuk keluar Indonesia secepatnya.

 

Intelijen TNI tak tinggal diam, mereka berhasil mencium gelagat melarikan Westerling. Maka dibentuklah sebuah tim pemburu untuk mengeliminasi Westerling yang dipimpin oleh Mayor Brenthel Soesilo.

 

Kamis 23 Februari 1950, tim pemburu tersebut mendapat info bahwa Westerling akan dikawal beberapa orang menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Pukul 7 malam dua orang anggota tim pemburu bernama Letnan Supardi dan Letnan Kesuma bergegas menuju Tanjung Priok. Mobil Jip yang digunakan kedua tentara Indonesia itu berpapasan dengan mobil yang ditumpangi Westerling.

 

Tapi anehnya Westerling yang menggunakan seragam tentara KNIL saat itu santai saja dan malah turun dari mobil menghampiri Letnan Supardi dan Kesuma. Ia mengajak kedua pemburunya itu untuk singgah di bar dan minum. Tapi ajakan itu ditampik oleh keduanya. Lantas letnan Kesuma mengajak Westerling untuk singgah sebentar ke Pos Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI kala itu) di dekat Tanjung Priok. Westerling mengiyakannya dan dirinya lantas naik mobil untuk mengikuti jip yang ditumpangi letnan Kesuma bersama Supardi.

 

Belum juga 100 meter jalan, secara tiba-tiba berondongan tembakan menyalak dari mobil yang ditumpangi Westerling menyasar Jip letnan Supardi dan Kesuma. Tak ayal mobil jip tersebut langsung terjungkal seketika. Sedangkan mobil yang ditumpangi Westerling langsung tancap gas berbalik arah ke pelabuhan. Mengetahui anak buahnya tertembak, Mayor Brenthel Soesilo ganti yang mengejar Westerling.

 

Bersama seorang bekas tentara Belanda yang membelot ke Indonesia, Letnan J.C.Princen, Mayor Brenthel bahkan terlibat adu tembak dengan para pengawal Westerling. Sayang seribu sayang, Westerling memanfaatkan kemelut itu untuk kabur dengan pesawat amfibi PBY-5A Catalina milik AL Kerajaan Belanda yang sudah stand by disana menunggu Westerling.

 

Konon aksi Westerling ini justru dibantu pasukan rahasia yang diketahui petinggi Belanda di Indonesia. Operasi ini bocor ke media Perancis, yang mengakibatkan Westerling ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura dan sempat diadili di Pengadilan Tinggi Singapura pada 15 Agustus 1950.

 

Namun, hakim tidak mengabulkan permohonan pemerintah RIS untuk mengekstradisi Westerling ke Indonesia. Bahkan Westerling bebas demi hukum pada 21 Agustus 1950 dan kemudian pergi ke Belgia dengan ditemani oleh Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, R van der Gaag.

 

Dua tahun kemudian, Westerling masuk ke Belanda dan terus dilindungi pemerintah agar terbebas dari pengadilan. Namun, tidak lama kemudian, Westerling kembali berulah dengan menghina Presiden Soekarno hingga mendapat protes dari Komisaris Tinggi Indonesia. Lagi-lagi, pengadilan Belanda menyelamatkan Westerling tanpa tuntutan apa pun.

 

Dalam bukunya Salim Said "Dari Gestapu ke Reformasi" Serangkaian Kesaksian, mengatakan pernah melakukan wawancara dengan Westerling sekitar tahun 1970.  Ada kesan banyak orang Belanda menutupi peristiwa kekejaman Westerling ini. Namun pada umumnya orang Belanda mengenang Westerling dengan rasa malu.

 

Salim Said menuturkan, agak sulit menemukan Westerling di Belanda. Orang Belanda mungkin mengetahui alamatnya, namun memilih menghindar jika berbagi alamat dengan berbagai macam alasan.  “Westerling mestinya sudah lama mati, agar kami tidak terus diingatkan oleh tindakannya yang memalukan di Indonesia,” kata salah seorang warga Belanda kepada Salim Said di sebuah wawancara.

 

Dari berbagai orang itu, Salim Said mendapat sejumlah cerita yang tidak menggembirakan tentang kehidupan Westerling selepas petualangannya di Indonesia. "Dia pernah mencoba menjadi penyanyi opera, tapi tidak berhasil. Pernah mencoba menjadi penulis juga tidak berhasil. Hidup perkawinannya gagal dan pernah menjadi pecandu alkohol. Dia hidup dalam lingkungan para bekas tentara Belanda yang pernah bersamanya di Indonesia dulu." ungkap Salim Said.  (pul)

 

 

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Begini Pengaruh Marga Han di Jatim

Pulung Ciptoaji

Jan 09, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022