images/images-1680163547.jpeg
Sejarah

Faktor Penyebab Keruntuhan Majapahit

Malika D. Ana

Mar 30, 2023

678 views

24 Comments

Save

Faktor Penyebab Keruntuhan Majapahit

 

Abad.id – Tidak selamanya kekuasaan itu mengalami kejayaan, pasang dan surut itu sebagai hal yang lumrah. Nyakra manggilingan, bak roda pedati kadang diatas juga kadang dibawah. Mungkin benar bahwa Majapahit pernah Jaya tapi jangan lupa Majapahit juga pernah terpuruk. Salah satunya pada saat Paregreg. Sirna ilang kertaning bhumi menjadi suatu keniscayaan, yang lama berganti yang baru, yang lemah tergantikan yang lebih kuat dan yang lebih mampu.

 

Kekuasaan Majapahit mengalami kemunduran setelah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam buku Sejarah Indonesia masa Hindu-Buddha (2013) karya Suwardono, tradisi Jawa menyebutkan bahwa Majapahit telah runtuh pada 1400 Saka atau 1478 Masehi. Keruntuhan Majapahit disebut juga dalam Serat Kanda.

 

Menurut naskah Serat Kaṇḍa yang berasal dari era Jawa Baru, dikisahkan bahwa Kerajaan Majapahit berakhir di tahun 1478 dengan sengkalan “sirna ilang kĕrtaning bumi”. Dalam naskah itu disebutkan raja terakhir Majapahit yang bernama Prabu Brawijaya dikalahkan oleh anaknya sendiri, bernama Raden Patah adipati Demak.

 

Seorang penjelajah samudra bernama Antonio Pigafetta menuliskan catatan perjalanan yang mengungkapkan bahwa Pati Unus merupakan penguasa Majapahit. Hal ini berarti bahwa eksistensi Majapahit sebagai sebuah kota masih ada, meskipun secara politis sudah tidak memiliki kedaulatan.

 

Sedang Pararaton (1613) menyebutkan bahwa Bhre Paṇḍansalas adalah raja terakhir Majapahit yang meninggal di istana pada tahun 1478, dengan sengkalan berbunyi “sunya nora yuganing wong”. Tidak dijelaskan bagaimana nasib Majapahit selanjutnya.

 

Namun, menurut prasasti Peṭak (1486) bukan Raden Patah yang mengalahkan Majapahit. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Bhaṭāra Prabhu Girīndrawardhana yang memiliki nama asli Dyah Raṇawijaya, dimana ia menetapkan anugerah dari raja sebelumnya kepada Śrī Brahmārāja Ganggādhara yang telah berjasa membantu Sang Munggwing Jinggan sehingga bisa menang melawan Majapahit.

 

Kemudian dalam prasasti Jiyu I disebutkan bahwa Girīndrawardhana Dyah Raṇawijaya adalah raja yang berkuasa atas Wilwatiktapura (nama lain Majapahit) – Janggala – Kaḍiri.

 

Nama raja yang memerintah sebelum Dyah Raṇawijaya ditemukan dalam prasasti Jiyu III yaitu Śrī Mahāraja Bhaṭāre Kling Śrī Girīndrawardhana, yang berjuluk Śrī Singhawardhana, yang memiliki nama asli Dyah Wijayakusuma. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Dyah Wijayakusuma telah mempersiapkan anugerah untuk Śrī Brahmārāja Ganggādhara, namun ia keburu meninggal. Maka, Brahmārāja Ganggādhara pun meminta kepada raja yang baru, yaitu Dyah Raṇawijaya untuk meneguhkan anugerah tersebut.

 

Pada tahun 1513 Tome Pires dari Portugal mengunjungi Jawa dan mencatat nama raja saat itu adalah Batara Vojyaya atau Batara Vigiaja yang istananya terletak di Dayo. Mungkin itu adalah ejaan Portugis untuk Bhaṭāra Wijaya yang bertakhta di Daha (Kediri). Dilihat dari kemiripan nama, mungkin Bhaṭāra Wijaya yang dicatat Tome Pires di tahun 1513 sama dengan Bhaṭāra Prabhu Dyah Raṇawijaya yang mengeluarkan prasasti Peṭak dan Jiyu di tahun 1486.

 

Tome Pires menyebutkan Batara Vojyaya adalah anak Batara Mataram, sedangkan Batara Mataram adalah anak Batara Sinagara. Mungkin yang dimaksud dengan Batara Mataram adalah Dyah Wijayakusuma yang memerintah sebelum Dyah Raṇawijaya. Jadi, menurut naskah tersebut, Dyah Raṇawijaya adalah cucu Sang Sinagara.

 

Dalam Pararaton disebutkan, Sang Sinagara memiliki empat anak, yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan Bhre Kṛtabhumi. Mereka berempat meninggalkan istana di tahun 1468 saat paman mereka, yaitu Bhre Paṇḍansalas baru berkuasa dua tahun.

 

Runtuhnya Majapahit dipengaruhi dua faktor, sebagai berikut :

Faktor internal

Faktor internal keruntuhan Kerajaan Majapahit, yaitu: Konflik perebutan tahta Konflik perebutan tahta Majapahit berlangsung setelah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389 Masehi. Faktor perebutan tahta ini melibatkan Bhre Wirabhumi (anak selir Hayam Wuruk) dan Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk). Konflik perebutan tahta menyebabkan pecahnya persatuan keluarga dan bangsawan Kerajaan Majapahit.

 

Konflik berkembang menjadi besar antar sesama saudara yang disebut  Perang Paregreg. Perang Paregreg yang berlangsung pada tahun 1404 hingga 1406 sangat merugikan bagi aspek ekonomi, sosial dan politik Majapahit.

 

Faktor internal runtuhnya Majapahit lainnya adalah tidak adanya penerus. Saat itu raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada sibuk memperbesar kekuasannya, tetapi melupakan satu hal penting yaitu regenerasi. Sepeninggal Hayam Wuruk, Majapahit tidak memiliki sosok raja yang cakap untuk mengelola daerah kekuasaan Majapahit yang sangat luas. Menyusul adanya perang saudara karena berebut kekuasaan yang disebut Perang Paregreg.

 

Perang berkepanjangan itu berimplikasi pada terjadinya kelaparan, daerah-daerah atau negara-negara vassal melepaskan diri dari Majapahit  dan berdiri sendiri, diantaranya adalah Demak. Krisis sosial, ekonomi dan politik di pusat Majapahit mengakibatkan negara-negara vasal (bawahan) Majapahit memerdekakan diri. Karena menganggap bahwa Majapahit sudah tidak lagi mampu untuk memberikan keuntungan maupun perlindungan terhadap wilayah-wilayah kekuasaan mereka. Hal ini menyebabkan Majapahit perlahan tidak memiliki kawan, juga regenerasi.

 

Faktor Eksternal

 

Faktor eksternal runtuhnya Kerajaan Majapahit, yakni: Pengaruh perkembangan Islam yang kuat di wilayah Majapahit. Dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (2005) karya Slamet Muljana menjelaskan bahwa menguatnya kekuatan Islam pada awal abad ke-15 Masehi mampu meruntuhkan eksistensi Majapahit. Islam mampu mengubah pola pandangan masyarakat Jawa ke arah modern yang identik dengan pembaharuan.

 

Serangan dari Kerajaan Majapahit Demak Pada tahun 1475 sebagai kelanjutan perang antar saudara, Raden Patah mendirikan kesultanan yang berpusat di Demak, Jawa Tengah. Dengan dukungan dari ulama Jawa, Kesultanan Demak menyerang sisa-sisa kekuatan Majapahit di Jawa Timur.

 

Kemunculan pusat perdagangan di selat Malaka menyebabkan ruang gerak perdagangan maritim Majapahit semakin sempit. Hal tersebut berpengaruh terhadap turunnya pendapatan kerajaan Majapahit dari sektor perdagangan.(mda)

 

Bahan Bacaan :

- Kakawin Nāgarakṛtāgama karya Prapañca yang diterbitkan Ketut Riana (2009).

- Pararaton yang diterbitkan J.L.A. Brandes (1897).

- Tatanegara Majapahit parwa I dan II karya Muhammad Yamin (1962).

- Suma Oriental karya Tomé Pires terjemahan Indonesia (2015).

- Masa Akhir Majapahit karya Hasan Djafar (1978).

- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya H.J. de Graaf (1974).

- Artikel berjudul Pararaton Revisited karya Nia Kurnia Sholihat Irfan (2008).

- Kalangwan Sastra Jawa Kuno karya P.J. Zoetmulder (1974)

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Pertukaran Budaya Indonesia Jepang Dalam Subtrack

Pulung Ciptoaji

Mar 02, 2023