images/images-1678103639.png
Sejarah
Budaya

Perspektif Negeri Maritim Nusantara

Malika D. Ana

Mar 07, 2023

412 views

24 Comments

Save

Perspektif Negeri Maritim Nusantara

 

 

Abad.id - Ikon Maritim Indonesia adalah Bugis dengan Phinisinya. Karena Maritim basisnya adalah "perdagangan", sementara Bahari basisnya adalah Ressources, keduanya sama sekali tidak pernah berbasis " hanya politik ".

 

Kapal Phinisi Bugis

 

Orang-orang Arab dan Belanda lah yang memperkenalkan konsep Bangsa Maritim kepada kita, sepertinya halnya Jas diperkenalkan oleh orang-orang Eropa dan Amerika kepada Bangsa Jepang.

 

Jadi analisis nenek moyangku orang pelaut diawali pada tahun 1940 (awal kesadaran ke laut), agar pindah haluan meninggalkan pertanian, lalu sekarang menjadi Agri-Culture. Maritim menjadi mimpi masa depan dalam amatan penulis… Apalagi saat Ibu Soed menciptakan lagu nenek moyangku orang pelaut. Lagunya saja baru rilis tahun 1940, itupun karena ibu Soed merupakan anak angkat Profesor Indo-Belanda. Titik awal kesadaran dijauhkan dari budaya darat (agriculture murni) itu puncaknya 1940. Mungkin judul sebenarnya "Ke laut aja luh" sambil nutup mulut. Karena logikanya, bisa-bisanya Ibu Soed yang tinggal di Sukabumi, sekolah di Bandung yang jauh dari laut dan tradisinya agraris kok lagunya nenek moyangku orang pelaut. Memang asal nenek moyang Ibu Soed dari Bugis sih, lalu dibawa tuannya ke Sukabumi. Tapi apakah memang dulu pulang kampung ke Bugis gampang ditahun 1928 sampai dengan tahun 1940?

 

Road map bangsa laut di Nusantara sangat parsial, karena dominasi bangsa Agri-Culture (Darat).

 

Roadmap Agraris, foto petani sedang membajak sawah menggunakan kerbau

 

Yang paling bisa diterima adalah kembali pada memory collective bangsa sebagai bangsa Agri-Culture, jatidiri bangsa (Jawa khususnya). Sejak Mataram Kuno sangat pintar memilih DAS yang daya dukungnya bagus untuk keberlangsungan kerajaan dijaman dulu. Sehingga pertanianlah yang menjadi akar peradaban yang sebenarnya.

 

Lalu yang benar-benar punya budaya laut itu siapa? Suku anak laut (Bajau) jawabnya. Dan yang menjadi duta dalam dunia maritim kita orang-orang Bajo, Madura, Bugis, Lancang, Maluku, dan lain-lain. Pernah nonton di beberapa channel YouTube tentang Indonesia tempo dulu yang kapalnya hebat, gede-gede di pasaran Asia. Termasuk kapal Phinisi yang mampu tembus lintas benua. Jika peta pelayaran tidak ada, boleh jadi bener kearifan lokal atau ilmu traditional yang mengandalikan jalur aman bawah laut pake insting pelir, kemampuan baca air dan arah angin. Kedengarannya konyol tapi ilmu tradisional ini lestari dikalangan pelaut Bugis.

 

Suku Bajau atau suku anak laut

 

Suku Bajau malah full di atas laut budayanya (Puskesmas terapung, sekolah terapung, cafe terapung, kelurahan juga terapung, hingga rumah-rumah penduduk pun terapung), dan hamper tidak menemukan daratan sebagai ruang geraknya, jeleknya saat Agustusan tidak bisa balap karung.

 

Untuk menjadikan bangsa ini tidak rasis, maka bangsa ini harus punya pemahaman maritim, bahwa laut itulah yang menghubungkan pengertian keragaman, pertukaran budaya, dan menciptakan kesatuan antar bangsa, dengan mediasi laut, dengan ide maritim, sebuah bangsa dapat mendidik dirinya menjadi tidak rasis.

 

Lalu jika ada pernyataan bahwa Mataram kuno adalah kerajaan Maritim dan bukan agraris, mana satu yang benar ? Apakah pelabuhan Tuban adalah budaya pesisir Mataram ? Prasasti Sojomerto tidak menyebutkan nama "Mataram", tetapi menyebut Sailendra Satilakysa, Raja Gunung, bukan raja laut, terus maritimnya dimana ?

 

Prasasti Sojomerto merupakan batu bertulis peninggalan Wangsa Sailendra yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno.

 

Isi prasasti Sojomerto :

"Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa... dari yang mulia Dapunta SelendraSantanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra."(sumber Wikipedia).

Isi prasasti Sojomerto tidak menyebutkan nama "Mataram" sekali lagi, tetapi menyebut Sailendra Satilakysa, Raja Gunung, bukan raja laut.

 

Kalau pembahasannya pake konsep migrasi, akan lebih bisa dilogika ketimbang kita berdiskusi tentang pusat-pusat peradaban yang sifatnya sementara. Awal kedatangan Sailendra pasti dengan transportasi air. Lalu ketika ingin menyesuaikan dengan daerah asal (perdewaan) mereka mencari daerah dataran tinggi.

 

Lanskap pertanian di dataran tinggi pegunungan (gunung Lawu, desa Ngasem Sine - Ngawi)

 

Dari makanan, sumber-sumber pangan, sisa-sisa pewarisan keahlian, artefak, inskripsi, tidak adanya catatan peta laut, maka kesimpulan sementara bahwa serie kebudayaan Jawa adalah budaya agraris, bukan budaya maritim, tidak ada bukti pelayaran lintas samudera yang merupakan keharusan untuk bisa menyatakan telah adanya budaya maritim, karena peta pesisir saja tidak ada, navigasi laut pun tidak mengerti, mau maritim bagaimana?

 

Tapi tranportasi yang jauh tetap mengandalkan transportasi air, kerajaan-kerajaan yang besar pasti mempunyai armada air. Adapun pelayaran Sailendra masih sangat terbatas pada pelayaran lintas selat dan garis pesisir, istilahnya baru pada tahap "Island Hoping", budaya maritim Indonesia somehow ditunjukan oleh kebudayaan Bugis dengan Phinisinya, dan suku laut Bajau yang merupakan keturunan orang Hainam.(mda)

 

 

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023