images/images-1686186352.jpg
Sejarah

Puger, Peradaban Osing Yang Hilang

Malika D. Ana

Jun 08, 2023

516 views

24 Comments

Save

Puger, Peradaban Osing Yang Hilang

 

 

Abad.id - Puger menurut data dalam Collectie NederbPUGER PERADABAN OSING YANG HILANGurgh termasuk wilayah kekuasaan Blambangan bagian barat. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa pada tahun 1803, Puger diperintah oleh bupati Tumenggung, Suradiwikrama. Adapun penduduk Puger pada waktu itu berjumlah 4.810 jiwa. Pemukiman penduduk di Jember bagian selatan berpusat di Puger. Daerah ini sudah lama dihuni oleh orang-orang Osing, yaitu suku asli daerah Blambangan. Selain orang Osing yang menghuni daerah Puger juga terdapat suku-suku lain, seperti Madura dan Jawa. Orang-orang Madura di daerah ini disebut sebagai tiyang alit (rakyat kecil), sedangkan orang-orang Jawa pada umumnya dianggap sebagai para piyantun (para priyayi). 

 

Sebelum tahun 1883, Jember secara administratif termasuk salah satu distrik dari afdeeling Bondowoso49, apabila dibanding dengan distrik-distrik lain di afdeeling Bondowoso, jumlah desa dan jumlah penduduk Jember termasuk kategori kecil. Hal itu dapat terlihat dari tabel di bawah ini tentang keadaan distrik di Afdeeling Bondowoso tahun 1845.

Bondowoso 24.998 Jiwa

Jember 9.237 Jiwa

Puger 9.929 Jiwa

Sumber : P. Bleekir, Bijdrage tot de Statistiek der Bovolking van Java en Madoera, hal 14550.

 

Pada masa penjajahan Belanda, distrik Jember termasuk daerah yang terisolir dan terpencil. Diinformasikan pada waktu itu tidak ada postweg (jalan raya) yang menghubungkan daerah Jember dengan daerah lainnya. Jalan-jalan di daerah ini sebagian besar termasuk jalan setapak, apabila musim hujan jalan-jalan licin dan becek. 

 

Pada pertengahan abad ke-19, sebagian besar distrik Jember berupa hutan belantara dan sebagian lagi merupakan daerah berpaya-paya (moeras). Semula daerah Jember termasuk daerah yang jarang penduduknya. Penduduk yang ada di daerah ini bermukim di Jember bagian selatan dan Jember bagian utara, sedangkan Jember tengah (wilayah kota sekarang) dapat dikatakan sebagai daerah kosong (unpopulated).

 

Sumber arsip kolonial Hindia Belanda, yang menjadi dasar staatblad Hari Jadi Kabupaten Jember, ternyata banyak mengungkapkan bahwa jauh sebelum adanya REGENTSCHAP DJEMBER terdapat REGENTSCHAP POEGER yang wilayahnya termasuk wilayah Kabupaten Jember saat ini, bahkan sampai meliputi Bondowoso pula. Awal abad 19 nama Regentschap Poeger masih tertuang dalam arsip kolonial Hindia Belanda. Regentschap Poeger ini eksis sebelum abad ke 19. Sedangkan pada abad ke 19 terjadi proses kreatif yang dinamis terjadi wilayah Kabupaten Jember, yaitu terjadi proses dinamis masyarakat yang pada mula dinamika masyarakat terjadi di bagian selatan kabupaten Jember yang terpusat di Puger bergeser ke arah utara dengan perkembangan pesat di wilayah Jember yang semula dusun menjadi sebuah kota. Ekspansi perkebunan yang terjadi tahun 1850-an menjadi faktor berkembangnya pedesaan Jember menjadi sebuah pemukiman kalangan kolonial Eropa yang mengelola perkebunan di Jember. Pemukiman ini kemudian berkembang sebagai kota.

 

Poeger, yang semula berstatus Regentschap Poeger, kemudian tereduksi sebagai Disctrict (kawedanan) yang menjadi bagian Afdelling Djember.dalam arti kata Kabupaten Puger Lebih Dulu Ada Sebelum Kabupaten Jember. Pada masa kini Puger menjadi suatu kecamatan yang membawahi 13 desa yang di dalamnya terdapat Desa Puger Kulon dan Puger Wetan.

 

Keberadaan Regentschap Poeger juga dibuktikan dari surat yang ditulis oleh Commandant te Passourouang, yang bernama J. Hesselaar, tertanggal 22 Februari 1806. Surat J. Hasselaar ini ditemukan dalam Bijdragen Tot De Taal- Land- En Volkenkunde Van Neerlandsch Indie – Tijdschrif Van Het Koninklijk Instituut Voor De Taal- Land- En Volkenkunde Van Neerlandsch Indie – Tweede Deel.(‘Gravenhage, K. Fuhri, 1854), halaman 104 – 109. Pada surat ini disebutkan bahwa Regentschap Poeger disejajarkan dengan Regentschap Passaourouang (Kabupaten Pasuruan) dan Regentchap Banger (Kabupaten Probolinggo).

 

Lebih jelas lagi bahwa dalam system pembagian wilayah Kumpeni (VOC) pada tahun 1807, Regentschap Poeger menjadi bagian dari Java’s Oosthoek yang berkantor di Soerabaya. Pembagian ini dapat dilihat dalam Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- En Volkenkunde, Uitgeven Door Het Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen Onder Redactie Der Heeren P. Bleeker, J. Munich en E Netscher – Nieuwe Serie Deel I, Batavia, Lange & Co, 1855, hal. 371. Jelas di sini bahwa Regentschap Poeger dalam struktur pemerintahan Kumpeni pada tahun 1807 sebagai bagian dari Java’s Oosthoek (sebagai akar dari Propinsi Jawa Timur).

 

Kehadiran sistem perkebunan partikelir di Jember membawa perubahan sosial dan ekonomi pada masyarakat. Salah satu dampaknya yaitu terjadinya migrasi secara besar-besaran yang dilakukan etnik Madura dan Jawa ke daerah Jember. Hal ini mengakibatkan Jember yang semula termasuk daerah yang sepi dan berpenduduk paling sedikit jika dibanding dengan daerah-daerah lain di Karesidenan Besuki kemudian menjadi daerah yang paling ramai dan paling padat penduduknya.53 Penduduk Jember pada tahun 1820-an hanya berjumlah sekitar 10.000 jiwa, namun pada tahun 1870-an meningkat tajam menjadi sekitar 100.000 jiwa. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan terjadinya gelombang migrasi orang-orang Madura ke wilayah Jember, kemudian mereka menetap di kawasan Jember Utara, karena sesuai dengan kondisi ekosistem di tempat asal mereka yaitu hidup di kawasan tegalan 54.

 

Namun, mulai akhir abad ke-19, terjadi perubahan dalam arus migrasi ke Jember. Pada waktu itu, orang-orang Jawa terutama yang berasal dari Bojonegoro, Ponorogo, Kediri, dan orang-orang Vorstenlanden mulai berdatangan dan menetap di daerah Jember. Mereka umumnya menetap di kawasan Jember Selatan sesuai dengan asal mereka yang berekosistem persawahan dan kehidupan agraris. Salah satu penyebabnya adalah lancarnya jalur transportasi akibat dibukanya jalur kereta api Surabaya - Probolinggo - Jember.

 

*dari berbagai sumber

Artikel lainnya

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Pertukaran Budaya Indonesia Jepang Dalam Subtrack

Pulung Ciptoaji

Mar 02, 2023

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023

Begini Pengaruh Marga Han di Jatim

Pulung Ciptoaji

Jan 09, 2023