images/images-1681207201.jpeg
Sejarah

Tentara Gurka Dipenggal Lalu Dihanyutkan di Kali Belakang Grahadi

Pulung Ciptoaji

Apr 12, 2023

479 views

24 Comments

Save

Banyak Tentara Gurka dan pemuda pejuang tewas dari pertemuran 3 hari di Surabaya. Foto dok fb

 

abad.id- Pasukan brigade ke 49 yang sebagian besar berisi tentara Gurka tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Pasukan banyak berkewarganegaraan India tersebut dibawah kendali tentara Inggris, dipimpin Brigadir Jendral Mallaby. Total kekuatan 4 ribu tentara dengan alat tempur lengkap.

 

Moestopo seorang dokter gigi yang menjadi komandan tentara republik di Surabaya sangat berambisi mengusir kedatangan tentara Inggris ini. Namun Sukarno membujuknya melalui sambungan telpon, dengan mengatakan “tentara Inggris bukan lawan kita”.

 

Namun tanggal 27 Oktober situasi menjadi tegang. Tiba-tiba saja warga Surabaya digemparkan dengan pamfelt yang dijatuhkan dari pesawat. Isinya mewajibkan penduduk kota meletakan senjata dan tidak ada perlawanan. Konon aksi pesawat pembawa pamlet ini tanpa diketahui Jendral Mallaby. Dalam pamflet itu berisi pengumuman bahwa sekutu akan menduduki Kota Surabaya. Selain itu, seluruh senjata rakyat yang dirampas dari Jepang harus diserahkan dalam waktu 48 jam atau akan ditembak mati. Pamflet ini ditanda tangani Mayjen Hawthorn, Panglima Sekutu di Jawa.

 

Tindakan provokasi ini berbuntut panjang. Sebab pamflet ini membuat arek-arek Suroboyo meradang dan dianggap tindakan menginjak-injak kedaulatan. Tak lama pos-pos sekutu Inggris jadi sasaran tembak. Serangan dilakukan secara massal dan serentak dari para pejuang juga massa arek-arek Suroboyo. Mereka mengepung dan membuat sekutu terpojok. Banyak tentara Inggris yang tewas dicincang, lalu mayatnya dibuang ke sungai dan jalanan sebagai sebuah langkah teror.

 

Suara dari Radio Pemberontak yang bergerak dibawah tanah pimpinan pemuda Sutomo (Bung Tomo) berkali-kali menyampaikan peristiwa selebaran pamlet sangat menyinggung dan tidak sopan.  Bung Tomo semakin yakin, bahwa aksi penyebaran pamlet ini ulah NICA, lembaga bentukan Belanda yang membonceng tentara Inggris. Sejak saat itulahaksi anarkis semakin mengganas.

 

Bung Tomo bersama wartawan saat wawancara tentang radio perjuangan.

Bung Tomo bersama wartawan saat wawancara tentang radio perjuangan. Foto dok fb

 

Frank Palmos dalam bukunya Surabaya 1945 Sakral Tanahku menyebutkan, berdasarkan kesaksian Kolonel Soengkono menggambarkan dalam pertempuran 3 hari itu banyak pasukan Inggris yang tewas dibantai. "Pasukan Inggris yang selamat dari pembantaian memilih melarikan diri untuk bersembunyi," imbuh Palmos.

 

Pasukan yang selamat kemudian meminta bantuan ke markas Pelabuhan Perak. Sementara seluruh akses jalan telah dikuasai dan diblokade oleh massa Arek-arek Suroboyo dan pejuang yang jumlahnya berlipat-lipat.

 

Merasa sangat terdesak, Sukarno diminta untuk menghentikan aksi brutal arek-arek Suroboyo ini. Dalam buku Biografi Sukarno tulisan Lambert Giebelt menceritakan, rombongan presiden terbang menuju Surabaya untuk menunjukan kewibawaaannya. Siang hari tanggal 28 Oktober, Sukarno bersama Hatta dan Menteri Amir Sjarifoenddin terbang tiba di Lapangan Terbang Kemayoran.  

 

Sukarno segera pindah ke mobil jip untuk membawa ke kota. Seorang tentara Inggris yang hendak mengawal justru ditodong bambu runcing oleh seorang pemuda. Beruntung aksi liar di hadapan Hatta ini bisa dicegah. Setelah itu, jip bergerak diiringi para pemuda yang berlarian di samping kiri kanan menuju kantor Gubernur R Suryo.

 

Perundingan sangat alot hingga pukul 16.00 sore, dengan hasil kesepakatan penghentian tembak menembak. Malam harinya, Sukarno Hatta dan Menteri Amir Sjarifoeddin menginap di Gedung Negara Grahadi.

 

Hari sudah berganti pagi tanggal 29 Oktober. Menteri Amir Sjarifoeddin mengundang para tokoh pemuda termasuk Moestopo untuk berunding. Saat itu Hatta meminta pertanggungjawaban kepada Moestopo terkait aksi tembak menembak. Namun dijawab bahwa “lebih baik mati berdiri daripada dijajah kembali,”. Jawaban ini tentu tidak memuaskan Hatta. Kemudian Hatta bertanya kepada Sukarno, apa yang harus dilaukan dengan estrimis ini. Maka diputuskan bahwa Moestopo diangkat menjadi Jenderal namun langsung pensiun saat itu juga.

 

Pada malam harinya rombongan menggelar makan bersama di serambi Gedung Negara Grahadi. Serambi tersebut menghadap ke sungai, dan diseberang terdapat sebuah taman yang penuh lampu hias. Awalnya suasana sangat tenang dan syahdu. Namun tiba-tiba bagian rumah tangga Gedung Negara Grahadi berteriak gaduh. Sebab dikejutkan dengan penemuan beberapa mayat tentara gurka tanpa kepala mengambang di Kali Mas.

 

Teror mayat tentara Gurka ini sebagai bentuk kemarahan para pemuda kepada para pemimpinnya. Serta menunjukan cara lain berdiplomasi yaitu dengan aksi penggal kepala. Bahwa arek-arek Suroboyo tidak pernah takut kepada siapapun. Tentu saja, pemandangan tidak lajim tersebut langsung  mengakhiri jamuan makan malam.

 

Setelah pertunjukan ngeri tentara tanpa kepala mengambang, dilanjutkan dengan aksi bersih bersih kali yang penuh darah. Para pemimpin republik kembali ke kamar masing-masing sambil membuat kesimpulan sendiri-sendiri. (pul)

 

 

 

 

 

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023