images/images-1681952581.jpg
Sejarah

Motif Strategis Pengiriman Ekspedisi Pamalayu

Malika D. Ana

Apr 20, 2023

490 views

24 Comments

Save

Motif Strategis Pengiriman Ekspedisi Pamalayu

 

 

Abad.id - Istilah Pamalayu dapat bermakna “perang melawan Malayu” atau kalau dari alih bahasa Sanskrit berarti “tidak melepaskan Malayu”. Hal ini terjadi karena kawasan Melayu yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya sebagaimana tersebut pada Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 dan kemudian munculnya Dharmasraya mengantikan peran Sriwijaya sebagai penguasa pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya, seiring dengan melemahnya pengaruh Sriwijaya setelah serangan pasukan Rajendra Chola dari Koromandel, India sekitar tahun 1025, di mana dari Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa serangan tersebut berhasil menaklukan dan menawan raja dari Sriwijaya.

 

Secara geo ekonomi, menguasai Selat Malaka yang mempunyai nilai strategis dalam pemikiran Kertanegara itu peluang ekonomi yang sangat besar. Disamping secara militer bertujuan mencari sekutu untuk menghadapi serbuan pasukan Mongol. Kekaisaran Mongol pada saat itu sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi serta perluasan pengaruh kekuasaanya ke seluruh daratan Asia dan Eropa hingga Afrika. Dan ini sangat meresahkan bagi negara-negara (kerajaan) di sekitar. Mengingat Eropa dan Afrika serta sebagian Asia sudah jatuh dalam penguasaan Mongol, gilirannya Jepang dan Jawa pasti dalam incaran target operasi militer mapun politik kekaisaran Mongol.

 

wilayah kerajaan malayuPeta-wilayah-Kerajaan-Singasari

 

Demi mencium ancaman ini, Kertanegara kemudian memunculkan ide melakukan kunjungan ke Pamalayu. Kunjungan bersejarah ini kemudian terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi Pamalayu ini jika ditelisik secara strategi mempunyai motif ekonomi dan politik tentunya, yaitu menguasai jalur perdagangan internasional dari Selat Malaka sampai ke Jawa. Dengan asumsi, jika kerajaan Melayu atau Swarnabhumi dikuasai, maka Singhasari akan bisa menancapkan kekuasaan ekonominya di perairan Malaka serta membendung pengaruh Dinasti Yuan (Mongol) yang ingin menjadikan wilayah di Selat Malaka sebagai wilayah dibawah pengaruh kekuasaannya.

 

Sebagaimana diketahui, Kerajaan Melayu menguasai lalu lintas jalur pelayaran internasional di Selat Malaka yang mampu menciptakan kemakmuran bagi segenap rakyatnya. Dan kota pelabuhan Kerajaan Melayu merupakan pusat perdagangan intenasional, dikarenakan menjadi tempat bertemunya kapal-kapal dagang dari berbagai bangsa, dari berbagai penjuru dunia, maupun kerajaan baik dari Cina, Asia Tenggara, Gujarat, India, serta pedagang-pedagang Arab, Eropa, juga Persia.

 

Sungai Batanghari Jalur Ekspedisi Pamalayu Singhasari ke DharmasrayaSungai Batanghari Jalur Ekspedisi Pamalayu Singhasari ke Dharmasraya

 

Kertanegara berniat menguasai Selat Malaka serta pantai timur Sumatera karena strategis secara geo ekonomi, komoditas rempah-rempahnya terutama lada sangat melimpah. Kerajaan Dharmasraya menghasilkan lada yang diangkut melalui Sungai Batanghari serta dibawa ke pelabuhan Melayu serta Jambi. Lada merupakan komoditas ekspor Kerajaan Dharmasraya yang bisa menopang perekonomian kerajaan. Dan lada dibeli baik oleh para pedagang Cina, India (Gujarat), Eropa, Persia serta Arab. Lada sangat diperlukan untuk bahan bumbu masakan dan untuk mengawetkan makanan.

 

Baca juga : Visi politik Kertanegara https://abad.id/newsDetail/721-kontroversi-mahisa-anabrang

 

Pada tahun 1294 M akibat krisis politik di Kerajaan Singhasari, maka sebagian besar pasukan yang dibawa Kebo Anabrang ditarik pulang kembali ke Jawa serta cuma disisakan sebagian kecil untuk menjaga wilayah yang telah direbut. Dan ternyata Kerajaan Singasari tak mampu mempertahankan Kampar saat diserang Kesultanan Aru di Barumun.

 

Pemimpin pasukan Kerajaan Singhasari yang bertahan dan menjaga garis depan di muara Sungai Asahan yang bernama Indrawarman bahkan tidak mau mengakui Kerajaan Majapahit sebagai penerus Kerajaan Singhasari.

 

Tokoh Indrawarman ini selanjutnya menjadi raja di wilayah Simalungun, Sebenarnya ia merupakan orang terpenting kedua setelah Kebo Anabrang sebagai pemimpin Ekspedisi Pamalayu (Slamet Muljana, "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa", 2005, halaman 12-13). Menurut Sutan Martua Raja, tokoh Indrawarman adalah salah satu panglima perang yang merebut Dharmasraya atau Jambi yang merupakan penghasil lada di Sungai Dareh di wilayah Minangkabau Timur.

 

Dibawah pimpinan Indrawarman sebagian pasukan Kerajaan Singhasari ditempatkan di muara Sungai Asahan, hal ini bertujuan untuk mengamankan hasil Ekspedisi Pamalayu di daerah muara Sungai Pasai. Pada tahun 1293 M, Indrawarman tidak mau tinduk kepada Kerajaan Majapahit yang menggantikan Kerajaan Singasari. Indrawarman selanjutnya mendirikan Kerajaan Silo di pedalaman Simalungun untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman Kerajaan Majapahit. Dan ketika Gajah Mada menjadi Patih Amangkubumi, pasukan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Adityawarman mendirikan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau serta menumpas Kerajaan Silo di Simalungun.

 

Ekspedisi Pamalayu ini dibayar mahal dengan adanya pemberontakan yang dipimpin oleh Mahesa Rangkah pada tahun 1280 M (Nagarakretagama pupuh 41 ayat 1). Namun pemberontakan bisa digagalkan. Rupanya pemberontakan ini memanfaatkan situasi Kerajaan Singhasari yang ditinggalkan pasukannya karena sedang menaklukkan Kerajaaan Dharmasraya. Dalam ekspedisi ini Raja Kertanegara terbilang teledor karena lebih mementingkan politik luar negeri sehingga lupa melakukan konsolidasi ke dalam negeri.

 

Kerajaan Singasari melakukan serbuan ke Melayu dimulai pada Tahun 1275, iring-iringan tentara Singasari yang berjumlah besar itu diberangkatkan secara serempak melalui Pelabuhan Tuban, sementara yang menjadi panglima perang utamanya adalah Kebo Anabrang. Adapun seremonial pelepasan tentara Singasari dalam ekspedisi Pamalayu sendiri dihadiri oleh Mahisa Anengah Panji Anggragani.

 

Secara geopolitik, Ekspedisi Pamalayu Singhasari adalah sebuah ekspedisi yang bertujuan untuk menghadang pengaruh kekuasaan Mongol yang telah menguasai hampir seluruh daratan Asia. Jadi, Singhasari menginginkan sekutu untuk menghadang Mongol yang sedang getol memperluas wilayah kekuasaannya. Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan menjalin kekuatan untuk menghadapi kekuasaan Mongol dari Dinasti Yuan yang berkedudukan di Khanbalik (Beijing sekarang). Saat itu Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Dinasti Mongol sedang melakukan ekspansi wilayah besar - besaran, bahkan memiliki bentangan wilayah kekuasaan yang cukup luas, dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus), Mongol juga berhasil menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad dan Eropa Timur.

 

Dinasti Mongol juga berusaha melakukan perluasan pengaruh kekuasaanya di Asia; diantaranya ke wilayah Jepang dan Jawa. Jelas sudah apa yang dipikirkan oleh Raja Singhasari masa itu Sri Maharajadhiraja Krtanagara Wikrama Dharmmottunggadewa adalah upaya antisipasi sejak dini untuk menghadang langsung armada Mongol yang sewaktu - waktu datang dan masuk ke perairan Jawa sekaligus mengamankan daerah strategis Selat Malaka.

 

Pengiriman pasukan ke Sumatera dilakukan pada tahun 1275 di bawah pimpinan Kebo Anabrang. Kemudian pada tahun 1286 Raja Kertanagara mengirim kembali utusannya yang dipimpin langsung oleh elit Singhasari Rakryan Maha Mantri Dyah Adwayabrahma yang membawa arca Amoghapasa sebagai tanda persahabatan dan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Dharmasraya yang saat itu rajanya adalah Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa.

 

Dan akhirnya dugaan dan kekhawatiran Raja Kertanegara benar terjadi, paska melakukan Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1289 datanglah utusan Kubilai Khan yang bernama Mengki meminta agar Raja Kertanagara yaitu Raja Singhasari sebagai penguasa Bhumi Jawa untuk tunduk dan mengakui kekuasaan Mongol serta bersedia menyerahkan upeti setiap tahunnya kepada Mongol. Akan tetapi Raja Kertanagara menolak keras dan sangat marah dengan permintaan itu karena dianggapnya bangsa Mongol telah bersikap lancang dan sombong, berani menghina dan merendahkan harga diri bangsa Jawa dan Singhasari sebagai kerajaan besar di bumi Nusantara pada saat itu. Raja Kertanegara pun berdiri dari singgasananya dengan segera menghunus pedang untuk melukai wajah dan memotong telinga Mengki utusan dari Mongol tersebut sebagai tanda mata atau kenang-kenangan dari Raja Kertanegara atas kesombongan dan kelancangan bangsa Mongol yang ingin menguasai Nusantara.(mda)

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022