images/images-1685986855.jpg
Sejarah
Tokoh

Galaknya Daendels Melawan Korupsi di Masa Kolonial

Malika D. Ana

Jun 06, 2023

642 views

24 Comments

Save

Galaknya Daendels Melawan Korupsi di Masa Kolonial

 

 

Abad.id - Di mata orang bumiputra, boleh jadi Marsekal Herman Willem Daendels adalah biangnya penjajah. meski berkuasa dalam waktu singkat 3 tahun saja, tapi di Nusantara ia dikenal sebagai pelopor kerja rodi membangun jalan menghubungkan jawa barat-jawa timur.meski demikian hanya sedikit orang yang tau bahwa Daendels tidak pernah bermaksud dengan sengaja mempelopori kerja rodi.korupsi yang ironisnya dilakukan pejabat bumiputra sendirilah yang menjadi pelopor kerja paksa ini.

Sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihandono menulis :

Untuk membangun jalan dari Cisarua, Bogor sampai Cirebon, Daendels menyediakan dana sebanyak 30.000 ringgit ditambah dengan uang kertas yang begitu besar.bikin jalan Anyer-Panarukan itu yang kerja dibayar. Daendels kasih duit 30 ribu ringgit lebih untuk gaji dan konsumsi yg kerja juga mandor, udah dikasih ke Bupati, nah dari Bupati ke pekerja ini gak nyampe duitnya. Akhirnya kita taunya itu kerjaan gak dibayar (kerja paksa)"


Ribuan tenaga kerja diberi upah karena medan yang harus ditempuh memang sangat berat, menembus bebatuan, gunung, dan hutan lebat. Belum diketahui pasti jumlah dana yang dikorupsi pejabat setempat kala itu.


Sistem pembayarannya, pemerintah memberikan dana kepada para prefek (jabatan setingkat residen) lalu diberkan kepada para bupati. Ini buktinya ada. Sedangkan dari bupati ke para pekerja, tidak ada buktinya. Bisa jadi ada tapi belum saya temukan",-lanjut Djoko

Upah untuk para pekerja ini banyak diselewengkan oleh petinggi yang berujung pada banyaknya jumlah korban jiwa.


Diduga, hingga 30 ribu orang meninggal selama pembuatan jalan raya tersebut. Namun, pada akhirnya kerja paksa diberlakukan setelah pemerintah kolonial kehabisan anggaran, dan meminta bantuan para penguasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kembali ke Daendels, ia memodernisasi Hindia Belanda. Daendels membenahi carut marut pengelolaan negara bekas kongsi dagang VOC, utamanya soal korupsi yang ia perangi hingga menerapkan hukuman mati.


Mas Galak, demikian panggilan Daendels oleh orang-orang Melayu, memperoleh kekuasaan di Hindia Belanda berkat Napoleon Bonaparte, kaisar dari Prancis. Daendels, kata Napoleon dianggap sebagai kekuatan besar yang mampu mereformasi Nusantara.


Kiprah Mas Galak sebagai jenderal dalam memimpin legiun Batavia saat Revolusi Prancis jadi bukti. Lantaran itu, Napoleon memerintahkan adiknya, Louis (Lodewijk) Napoleon yang menjadi Raja Belanda untuk segera mengirim Daendels ke Jawa.

Tinggal satu pilihan saja bagi saya dan itu telah saya laksanakan, yakni memilih prinsip-prinsip yang teguh, lalu menerapkannya sesuai keadaan. Saya melakukan itu sejak semula agar langsung dapat mencegah dan memperbaiki semua tindakan salah, tanpa mengacaukan seluruh keadaan,” ungkap Daendels saat diutus ke Hindia-Belanda.


Raja Louis kemudian mengangkatnya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru pada 1808. Kepergian Daendels ke tanah harapan disusupi dua titah utama dari Raja Louis. Pertama, menyelamatkan Jawa dari serangan Inggris. Kedua, membenahi sistem administrasi di Jawa.


Sejarawan Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018) mengungkapkan Daendels sejak awal sudah membuat gebarakan di Nusantara. Jejak VOC kemudian digantikan dengan negara modern bernama Hindia Belanda oleh Daendels.

Daendels hendak menerapkan negara modern yang diciptakan napoleon di koloni Belanda. Negara modern ini mengenal batas-batas daerah, wilayah, hierarki kepegawaian, serta tindakan antikorupsi dan penyelewengan lain yang menjadi kezaliman pada zaman VOC. (Korupsi tidak hanya mewabah di pejabat bumiputra tapi jg di pejabat VOC).Korupsi di antara pejabat Belanda di koloni menjadi sasaran Daendels, yang lalu terkenal sebagai: Tuan Besar Guntur,” tulis Ong Hok Ham.


Dalam konsepsi Daendels, para bupati dinyatakan sebagai pegawai kolonial. Artinya, bagian dari aparat kekuasaan atau birokrasi Hindia Belanda. Namun Daendels mengerti keistimewaan bupati sebagai aparat tidak bisa disamakan dengan para pejabat Belanda.


Oleh karena itu, para bupati dan pangreh praja (pegawai bumiputra) dinyatakan sebagai Volkshoofden, para pemimpin rakyat. Mereka ditempatkan di bawah pejabat Belanda yang disebut “saudara tua.”


Gebrakan itu membuat Daendels menaikkan seluruh gaji semua pegawai pemerintah, termasuk para bupati dan stafnya. Langkah itu sebagai bentuk memutus mata rantai pungutan liar (pungli). Suatu praktek yang telah hadir dari zaman kerajaan nusantara sedari abad 13. Lebih lengkapnya terkait pungli kami telah mengulasnya dalam tulisan “Akar Sejarah Korupsi di Indonesia dan Betapa Kunonya Mereka yang Hari Ini Masih Korup.”


Tak hanya itu, gebrakan lain Daendels adalah menghapus posisi gubernur dan direktur Pantai Timur Laut Jawa, yang dilakukannya pada 13 Mei 1808 di Semarang. Sejarawan Peter Carey dalam buku Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia (2016), menyebut langkah ini sebagai jalan mulus komunikasi langsung antara gubernur jenderal dan para residen di keraton Jawa Tengah-Selatan. Disinyalir, inilah langkah pertama dalam rencana Daendels untuk memusatkan pemerintahan kolonial di Batavia.


Dalam pemerintahannya, sang marsekal juga melarang penyogokan pejabat, memainkan timbangan harga komoditas, dan menerima hadiah. Bila nekat korupsi, mereka akan dianggap melakukan tindak pidana dan mendapat hukuman berat. Sebagai gambaran, pegawai yang melakukan korupsi aset-aset negara sebanyak 3.000 ringgit akan divonis dengan hukuman mati.


"Selama masa jabatannya yang tiga tahun lebih sedikit itu, Daendels berhasil mengurangi korupsi. la menimbulkan rasa takut di kalbu para pejabat dan pegawai karena sifat tabiatnya, yaitu pada zamannya ia betul-betul bersedia mengeksekusi (menghukum mati) pejabat yang korup. la mengembangkan sistem kontrol yang bagus sehingga tidak ada kesempatan bagi pejabat membelokkan duit ke dalam kantong mereka,” ungkap Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia (2009).

Daendels tak segan-segan menghukum mati perwira andalannya sendiri Kolonel JPF Filz,meski yg dilakukan Filz bukanlah korupsi,tp kegagalan mempertahankan keuntungan ekonomi hindia belanda akibat kehilangan maluku,wilayah penghasil rempah rempah yang direbut inggris.


Ironisnya,Daendels sendiri lengser dari Hindia Belanda karena dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Ini akibat laporan dari pejabat pejabat Hindia Belanda yang terusik karena kehadirannya, banyak pejabat yang notabene orang Belanda sebenarnya tidak suka dipimpin orang Perancis yang saat itu mengalahkan negara Belanda di Eropa. Menurut Wikipedia, Perang Prancis-Belanda, sering kali disebut Perang Belanda (bahasa Prancis: La Guerre de Hollande) (1672–1678) adalah perang antara kerajaan Prancis, Münster, Köln dan Inggris melawan Republik Belanda, yang kemudian didukung oleh Brandenburg dan Spanyol. Prancis memimpin koalisi melawan Belanda. Raja Louis XIV kesal dengan penolakan Belanda untuk berkooperasi dalam penghancuran dan pembagian Belanda Spanyol. Namun, serangan Prancis ke Belanda terhambat oleh pertahanan air Belanda. Perang ini berakhir pada tahun 1678 melalui Traktat Nijmegen, yang memberikan wilayah Franche-Comté dan beberapa kota di Flanders dan Hainaut (semuanya sebelumnya dikuasai Spanyol) kepada Prancis.


Karena ketidaksukaan para pejabat Belanda dan tuduhan korupsi itu, akhirnya Daendels dipanggil pulang oleh Perancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte.Pemanggilan pulang ini dipertimbangkan oleh Napoleon sendiri. Dalam rangka penyerbuan ke Rusia, Napoleon memerlukan seorang jenderal yang handal dan pilihannya jatuh kepada Daendels.


Lalu setelah Napoelon kalah, Daendels menawarkan dirinya kepada Raja Willem I, tetapi Raja Belanda ini tidak terlalu suka terhadap mantan patriot dan tokoh revolusioner ini.


Tetapi biar bagaimanapun juga, pada tahun 1815 ia ditawari pekerjaan menjadi Gubernur-Jenderal di Ghana. Ia meninggal dunia disana akibat malaria pada tanggal 8 Mei 1818.(***)

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023