images/images-1690898622.jpg
Sejarah

Kisah Memilukan Para Kuli Hindia Belanda

Malika D. Ana

Aug 01, 2023

783 views

24 Comments

Save

Kisah Memilukan Para Kuli Hindia Belanda
 
 
 
 

Abad.id - Seorang mandor berdiri di sebuah perkebunan besar. Berbusana lengan panjang rapi, bertopi khas perkebunan kolonial, dan bersepatu. Rupanya dia tengah memeriksa lembaran dokumen perkebunan. Di belakangnya, dua lelaki. Adegan para kuli perempuan di perkebunan lada.

 

Soal penderitaan negeri jajahan, rakyat Belanda dikejutkan dua kali. Kejutan pertama, ketika novel Max Havelaar karya Multatuli diterbitkan pada 1860, yang berkisah penderitaan petani Lebak masa cultuurstelsel—tanam paksa. Karya Multatuli itu kelak menginspirasi adanya politik balas budi Belanda. Kejutan kedua, pada 1902—dua dekade usai masa tanam paksa. Johannes van den Brand menerbitkan tulisannya De Millionen uit Deli yang menuturkan berjuta-juta gulden yang disedot para pemilik perkebunan besar di Deli.

 

Usai penghapusan tanam paksa pada 1870, Hindia Belanda dibanjiri penanam modal swasta dari Eropa. Awalnya perkebunan-perkebunan besar di Sumatra Timur mendatangkan kuli dari daerah Bagelen di Jawa Tengah.
 
 
 
 
Namun, lantaran tak mencukupi permintaan, mereka mendatangkan juga kuli dari daratan Cina. Brand, yang juga seorang pengacara di Karesidenan Sumatra Timur, bersaksi atas penerapan berbagai kasus penerapan ordonansi kuli, khususnya kekejian dalam menghukum kuli. Dia melihat dari sisi moral soal tujuan ordonansi kuli yang pada akhirnya hanya mencegah kuli-kuli membatalkan kontrak mereka. Sekali dipekerjakan di perkebunan, dapat dipastikan tak mungkin bisa melarikan diri.

 

Panil relief porselen di gedung HVA (kini PTPN XI) yang menggambarkan aktivitas mandor dan kuli-kuli perkebunan.
 
 
Istilah ”kuli” identik dengan pekerja kasar jaman kolonial. Panggilan ”kuli” juga merendahkan derajat bagi mereka yang menyandangnya. Kenyataannya kehidupan para kuli memang kerap ditindas oleh tuan kebun yang mengontrak mereka. Penggunaan istilah tersebut berkembang seiring besarnya kebutuhan perkebunan besar atas tenaga kerja pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
 
 

 

Hampir tiga dasawarsa silam, Profesor emeritus Jan Breman, seorang ahli sosiologi dari University of Amsterdam mengungkap kembali penderitaan para kuli Sumatra Timur. Dengan semangat yang terinspirasi oleh Brand, dia mengungkap penderitaan kuli sejak penandatanganan kontrak sampai kehidupannya di perkebunan. Para kuli itu diangkut dalam gerbong tertutup, bahkan ruangan mereka dipenuhi sampah dan kotoran kulit buah-buahan, ludah sirih, dan muntahan mabuk laut.

 

Breeman berkisah, selama berlayar, kuli tidak dianggap sebagai penumpang kapal, melainkan sebagai barang atau ternak. Para kuli itu diangkut dalam gerbong tertutup, bahkan ruangan mereka dipenuhi sampah dan kotoran kulit buah-buahan, ludah sirih, dan muntahan mabuk laut.

 

Kuli perkebunan kerap kena tipu tuan kebunnya soal upah. Breman mengungkap bahwa upah yang dijanjikan dalam kontrak tidak sesuai dengan daya beli di Sumatra Timur. Kuli tidak diberi kebebasan membelanjakan upahnya yang sudah rendah itu.

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022