images/images-1679029676.jpeg
Sejarah

Sukarno Menolak Gerilya Saat Agresi Militer II Belanda 1948

Malika D. Ana

Mar 17, 2023

426 views

24 Comments

Save

Sukarno Menolak Gerilya Saat Agresi Militer II Belanda 1948

 

 

Abad.id - Menelisik sikap mantan mandor Romusha Jepang yang kemudian menjadi Presiden Pertama RI  pada agresi Belanda II 1948 ini memang agak janggal.

 

Sudah  jauh hari Dewan siasat,  yaitu pemerintahan sipil militer yang diketuai sendiri oleh Sukarno diam diam merencanakan untuk kabur ke India saat terindikasi Belanda akan melakukan penyerangan kembali ke Indonesia .

 

Sukarno berencana melakukan upaya diplomasi diluar Indonesia , berpusat di India. Dan sudah menentukan siapa saja yang berangkat. Bahkan sejak rencana awal yang tadinya turut  mengikutkan Ali Sastroamidojo pada rombongan, dibatalkan sendiri oleh Sukarno dengan surat. 

 

Untuk keperluan diplomasi luar negeri itu beberapa hal sudah dipersiapkan :

1. Melakukan surat menyurat kepada PM India Jawarhal Nehru, untuk meminta bantuan penjemputan.

2. Membentuk Pemerintah Darurat RI dimana Safrudin Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden atau Kepala Pemerintahan sementara.

Jika kemudian ada kendala misalnya Safrudin Prawiranegara ikut ditangkap maka telah pula dibentuk pemerintah perwakilan di India.

3. Membentuk perwakilan luar negeri, berpusat di India  yang dipimpin AA Maramis.

Maka dari itu ketika rencana ini bocor ke Belanda , maka Jendral Spoor, komandan Belanda  wilayah Jawa bertindak cepat .

 

1. Menahan pesawat yang diberangkatkan Nehru menuju Jogjakarta  via Jakarta untuk tidak meneruskan penerbangan ke Jogjakarta. Jadwal penerbangan seharusnya adalah menjemput Sukarno di Maguwo Jogjakarta tanggal 19 Desember 1948.

2. Melakukan penyerangan  ke Jogja dan sekaligus penangkapan kepada Sukarno Hatta.

 

Penyerangan dan penangkapan inilah yang menjadi propaganda utama Belanda di Dewan Keamanan PBB untuk mengatakan bahwa Indonesia sudah tidak ada. Dan ini sangat merugikan diplomasi internasional perjuangan Indonesia.

 

Padahal ketika menangkap Sukarno Hatta , maka sebenarnyalah Belanda tidak menangkap Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Belanda hanya menangkap tokoh politik bernama Sukarno dan M. Hatta.

 

Mengapa ? Karena sebelum Belanda menangkap Sukarno dan Hatta, sudah ada antisipasi dengan menyerahkan pemerintahan sementara kepada Safrudin Prawiranegara jika terjadi hambatan Sukarno untuk menjalankan pemerintahan. Jadi, negara Indonesia masih ada, pemerintahan masih berjalan meskipun dua tokoh politik nasional itu ditangkap.

 

Penangkapan Sukarno tidak berarti apa-apa bagi negara. Karena negara Indonesia tidak identik dengan Sukarno.  Beda dampaknya jika Sukarno  kemudian melarikan diri dengan mengikuti usulan Panglima Besar Letnan Jendral Sudirman untuk mengungsi ke tempat yang sudah dipersiapkan sebelumnya di Wonosari. Sukarno pun sebenarnya tahu persis hal itu.

 

jejak-sejarah-jenderal-sudirman-di-museum-vredeburg-saksi-kemerdekaan-indonesia

 

Jadi sebenarnya  dialog  antara Sukarno dan Sudirman, yang pada intinya menolak untuk mengungsi dan gerilya bersama rakyat seperti janji yang pernah diberikan sebelumnya nampak agak janggal.

 

Alasan yang diutarakan Sukarno menolak untuk ikut ,  seperti juga yang diungkap oleh Herling Laoh, Menteri Perhubungan kala itu bahwa tidak ada persiapan cukup untuk keamanan, mungkin hanya  alibi yang sengaja dibuat  untuk membenarkan kaburnya Sukarno meninggalkan medan perjuangan bangsa Indonesia .

 

Karena faktanya, bahkan persiapan dan tempat pengungsian sudah dipersiapkan jauh hari oleh TNI. Menurut Kolonel Zulkifli Lubis sebenarnya penangkapan tidak perlu terjadi apabila dilihat dari persiapan yang telah dilakukan jauh sebelum Belanda mengadakan Aksi Militer Kedua.

 

Mengutip penjelasan Kolonel Zulkifli Lubis yang diceritakan Tjokropranolo (pengawal pribadi Sudirman ) dalam artikel Perang Kemerdekaan II: Penyerbuan ke Yogyakarta yang dimuat di Majalah Baret Merah Edisi Agutustus 1997, diketahui;

 

…Sudah ada keputusan bagi seluruh pejabat tinggi negara untuk ke luar kota dan bergerilya, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, seandainya Belanda menduduki Yogya.

 

Selanjutnya dikatakan Kolonel Zulkifli Lubis bahwa tempat-tempat untuk berlindung sudah disampaikan kepada Presiden. Persiapan termasuk pula soal transportasi untuk mencapai lokasi tersebut.

 

Mengenai hal ini  Zulkifli Lubis menceritakan :

 

Sayalah yang ditugaskan dari MBT (Markas Besar Tentara) untuk mempersiapkan tempat yang aman bagi Presiden dan Wakil Presiden apabila terjadi serangan mendadak. Jadi tempat yang aman dari segi lokasi dimana Belanda tidak mudah dapat masuk daerah itu.

 

Daerah yang penduduknya dapat dipercaya dalam menjaga rahasia. Tempatnya itu di sebelah Selatan Wonosari. Waktu itu saya dibantu oleh saudara Mayjen Sapardjo (mantan menteri sosial RI).

 

Dia punya mertua seorang wedana di Wonosari. Dan lokasinya itu bisa untuk berhubungan ke dunia luar, komando-komando dan ke dalam kota Yogya.

 

Pak Koesno Wibowo di Yogyakarta waktu itu juga sudah mempersiapkan beberapa andong (kereta beroda empat yang ditarik oleh kuda) kalau tidak salah sebanyak 17 kereta andong…..”

 

Jadi alasan yang dibuat Sukarno nampak mencerminkan ketakutannya.

 

Lebih suka ditangkap dan dipenjara lawan, karena toh dipenjara dengan alasan politik nyawanya akan lebih aman dan terjamin, bisa makan enak daripada hidup dalam belukar dan ketakutan bersama rakyat.(mda)

 

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023