Kegiatan pelacuran di Jakarta pada tahun 1945. Mereka menunggu lelaki hidung belang di tengah transisi pemerintahan Indonesia yang baru saja merdeka. Foto Fb
abad.id- Sukarno sudah berkenalan dengan kekasaran orang-orang Jepang yang akan membebaskannya dari tahanan politik Belanda. Melalui berita mulut ke mulut serta siaran radio di Sumatra, kekasaran orang Jepang dianggap sungguh keterlaluan. Bahkan bagi orang minangkabau yang tradisonal, orang Jepang yang membebaskan mereka dari Belanda ini sangat rakus.
Soekarno sangat sadar bahwa ia akan mendapat tugas tertentu dalam rangka mengambil hati dan pikiran orang-orang Indonesia. Ketika berbicara dengan Mayor Fujiwara kepala Organisasi F yang ramah dan sopan, Soekarno mendapat pemahaman bahwa semua demi kelancaran peperangan Jepang, "Orang Jepang membutuhkan saya dan saya menyadari hal itu. Tetapi saya juga butuh mereka", kata Soekarno dalam Biografi tulisan Lambert Giebels.
Soekarno membutuhkan Jepang untuk suatu saatnya nanti bisa meraih kemerdekaan bagi negaranya, tanpa dikuasai oleh si penjajah. Hal ini ia ungkapkan kepada sang mayor dari bagian intelejen. Akhirnya, begitu mendengar keterangan Soekarno, mereka mencapai kata sepakat. “Saya bekerja sama dengan Anda, saya akan berusaha mendapatkan kemerdekaan bagi rakyat saya," kata Soekarno.
Kesepakatan ini dirayakan dengan sukiyaki. “Baru pertama kali itu saya mencicipinya, dan menurut saya enak sekali rasanya.”
Seorang perwira propaganda berbahasa Prancis yang fasih berbahasa Indonesia mengantar Soekarno ke luar. Ia tidak perlu pulang dengan kereta api. Di luar telah menunggu sebuah mobil Buick hitam mengilat lengkap dengan sopir. Seperti yang diduga Soekarno, mungkin mobil ini barang sitaan dari seorang Belanda.
Sekembali di Padang ternyata bahwa perayaan sukiyaki dan mobil Buick itu bukan pemberian cuma-cuma. Si pengantar memerintahkan Soekarno untuk membuka pikiran bagi saudara-saudara sebangsanya yang keras kepala.
Situasi di Padang sangat kacau pasca Belanda meninggalkan kota itu. Banyak toko dan pasar memilih tutup, dan warga etnis Tionghua yang biasa berdagang memilih mengungsi. Dalam situasi yang tidak pasti ini, tentara Jepang sangat membutuhkan beras untuk kebutuhan logistiknya. Bagi pemilik beras yang tidak menjual ke pasukan pendudukan Jepang secara baik-baik, maka mereka akan mengambilnya dengan cara kekerasan.
Masalah lain yang dihadapi Soekarno setelah dijadikan 'penasihat' Jepang, ialah mengurus kebutuhan seksual tentara Jepang yang meluap-luap. Beberapa kali muncul kasus tentara Jepang mendatangi warga yang memiliki anak gadis dengan cara kekerasan. Tentu saja cara ini sangat menyinggung warga minangkabau yang sangat tradisional itu.
Dua masalah ini berhasil diselesaikan Soekarno dengan baik. Khusus soal gairah sex tentara Jepang, Soekarno mengerahkan beberapa ratus pelacur dari berbagai daerah. Mereka dikumpulkan di suatu tempat khusus untuk melayani tentara Jepang. Di satu sisi cara Soekarno membuat miris dan sedih, namun sisi lain ada para pelacur mendapatkan uang banyak. Tentara Jepang yang berminat dapat mengunjungi mereka dengan menunjukkan semacam kartu langganan yang harus dibeli dengan harga sangat mahal.
Memang, pernak-pernik perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekan, banyak menyisakan kisah unik sekaligus heroik. Cara Soekarno menyelesaikan masalah dengan bantuan para pelacur juga pernah dilakukan saat masih muda di Bandung. bagi Soekarno meskipun mereka berprofesi sebagai pemuas syahwat laki-laki, keringat dan tenaga juga ikut andil memberikan demi meraih kemerdekaan. Tentu dengan caranya masing-masing.
Saat itu pada masa pergerakan di Bandung. Ruang gerak para pejuang sangat sempit lantaran ada pasukan Polisi rahasia bernama Politieke Inlichtingen Dienst (PID). Para agen tersebut, disebar di beberapa tempat untuk memantau aktivitas politik radikal seperti di Pulau Jawa dan Sumatera. Seluruh tokoh pergerakan nasional, termasuk Soekarno, menjadi incaran mereka untuk diawasi. Disinilah peran para pelacur dibutuhkan sebagai jalan keluar.
“Aku menjadi sasaran utama mata-mata PID. Mereka mengintipku seperti berburu binatang liar. Mereka melaporkan setiap gerak-gerikku. Sangat tipis harapanku agar bisa luput dari intipan ini. Kalau para pemimpin dari kota lain datang, aku harus mencari tempat rahasia untuk berbicara,” kata Sukarno dalam kesematan lain yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1965).
Soekarno berusaha mencoba mencari jalan keluar dari masalah para intel PID Belanda. Salah satu opsi yang dilakukan dengan memanfaatkan lokalisasi pelacuran. Bagi Soekarno, keberadaan para pelacur membawa ‘keuntungan’ tersendiri. Terutama agar aktivitas politik rahasianya tak terendus intel PID. “Para pelacur ini mata-mata terbaik di dunia,”.
Tak hanya itu, ia bahkan mengajarkan kepada koleganya di Partai Nasional Indonesia (PNI), bahwa dalam dunia intelijen, syahwat memang menjadi alat yang penting untuk mencapai tujuan. Mungkin, Soekarno terinspirasi dari kehebatan Mata Hari, seorang agen rahasia wanita yang berhasil menundukan musuhnya lewat ranjang.
Para pelacur tersebut dapat menjadi senjata yang ampuh untuk menghadapi PID. Seperti mengelabui aparat para kolonial, mengorek keterangan dari polisi mata keranjang yang memakai jasa mereka di ranjang, sebagai sarana perang urat syaraf dengan merusak rumah tangga intel Belanda. Bahkan pelacur ini juga menjadi pendonor dana yang loyal untuk kegiatan perjuangan.
Keberadaan Mereka Tidak Diakui
Keberadaan para wanita pemuas ini ternyata tak selamanya didukung. Beberapa tokoh pergerakan seperti Ali Sastroamidjojo, menganggap hal tersebut sangat memalukan. Ia bahkan pernah menegur secara sopan terhadap Soekarno atas idenya itu. Meski terkesan seronok dan tak patut, toh jasa mereka akhirnya tetap digunakan juga oleh Bung Besar demi meraih apa yang dicita-citakannya.
Syahwat dan spionase, adalah dua hal yang lazim digunakan para intelijen wanita untuk mengorek rahasia musuhnya. Soekarno pun paham akan hal ini dan menggunakan tenaga para pelacur untuk menyukseskan aktivitas pergerakannya. (pul)